Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Alquran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafaat selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan adzab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu (TQS al-An’am [6]: 70).
Dalam bergaul dengan sesama manusia, seorang Mukmin bisa bertemu dengan banyak tipe dan sifat manusia yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut mengharuskan perbedaan pula dalam menyikapinya. Menghadapi orang yang taat dan berpegang teguh dengan Islan, tentu berbeda dengan menghadapi orang suka melecehkan Islam dan menjadikannya sebagai bahan ejekan dan olok-olokan.
Perkara inilah di antara yang dijelaskan oleh ayat ini. Umat Islam diberikan tuntunan bagaimana menghadapi orang-orang yang melecehkan Islam.
Menyikapi Orang yang Mempermainkan Agama
Allah SWT berfirman: Wa dzar al-ladzîna [i]ttakhadzû dînahum la’ib[an] wa lahw[an] (dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau). Khithâb atau seruan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. Seruan itu berlaku juga untuk seluruh umatnya. Isi seruannya adalah perintah untuk meninggalkan orang-orang yang menjadikan dînahum (agama mereka) sebagai la’ib[an] (main-main) dan lahw[an] (senda guru). Yang dimaksud dengan dînahum, sebagimana diterangkan al-Khazin, al-Alusi, dan para mufassir, adalah Islam. Dikatakan agama mereka karena Islam merupakan agama yangdiperintahkan dan dibebankan atas mereka.
Sedangkan menjadikan Islam sebagai ‘la’ib[an] dan lahw[an], menurut al-Qurthubi adalah istihzâ[an] (mengolok-olok) terhadap agama tersebut. Tak jauh berbeda, al-Khazin juga memaknainya sebagai perbuatan yang meremehkan dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Ditegaskan al-Baghawi dan al-Jazairi, mereka adalah orang-orang kafir, yang ketika mendengarkan ayat-ayat Allah SWT menertawakannya dan main-main.
Di samping itu, mereka juga: Wa gharrathum al-hayât al-dun-yâ (dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia). Menurut al-Alusi, kehidupan dunia telah menipu dan membuat mereka tamak hingga mereka mengingkari hari kebangkitan dan menganggap tidak ada kehidupan setelah kehidupan dunia; dan mereka menertawakan ayat-ayat Allah SWT. Dikatakan al-Quthubi, mereka tidak mengetahui kecuali yang tampak dari kehidupan dunia. Menurut al-Syaukani, mereka lebih mengutamakan dunia dari akhirat, dan mengingkari hari kebangkitan. Dan mereka mengatakan sebagaimana disitir Allah SWT dalam firman-Nya: Kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi (TQS al-Muminun [23]: 37).
Sikap yang diperintahkan kepada Rasulullah SAW dan umatnya dalam menghadapi mereka adalah tinggalkan mereka! Dijelaskan Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan meninggalkan mereka adalah berpaling dari mereka dan tidak menjalin persahabatan dengan mereka. Bukan meninggalkan dalam hal pemberian peringatan. Sebab, memberikan peringatan diperintahkan dalam kalimat selanjutnya: Wa dzakkir bihi an tubsala nafs[un] bimâ kasabat (peringatkanlah [mereka] dengan Alquran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri).
Menurut al-Thabari, Ibnu Katsir, al-Sa’di, dan lain-lain, ayat ini berarti: Peringatkanlah mereka dengan Alquran. Mereka diperingatkan agar tidak terjerumus ke dalam neraka akibat perbuatan yang dilakukan. Perintah memberikan peringatan dengan Alquran juga disebutkan dalam firman-Nya: Maka beri peringatanlah dengan Alquran orang yang takut kepada ancaman-Ku (TQS Qaf [50]: 45). Bisa juga diingat dengan hari perhitungan, sebagaimana dikatakan al-Syaukani.
Selain meninggalkan mereka, umat Islam juga dilaranag menjadikan mereka sebagai pemimpin. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik) (TQS al-maidah [5]: 57).
Hukuman
Setelah memerintahkan Rasulullah SAW dan umatnya berpaling dan memberikan peringatan kepada mereka, kemudian Allah SWT mengancam mereka dengan firman-Nya: Laysa lahâ min dûnil-Lâh waliyy[un] wa lâ syafî’ (tidak akan ada baginya pelindung dan tidak [pula] pemberi syafa`at selain daripada Allah). Pengertian waliyy di sini adalah nâshir (penolong, pelindung). Sedangkan syafî’ adalah yang mencegah dari azab. Demikian menurut al-Zuhaili dalam tafsirnya, al-Munîr. Sehingga, sebagaimana diterangkan al-Samarqandi, ketika terjatuh dalam azab, maka jiwa tersebut tidak memiliki pelindung yang melindungnya dari azab, dan tidak memiliki pemberi syafaat yang memberikan syafaat kepadanya. Ini sebagaimana firman Allah SWT: Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat (TQS al-Baqarah [2]: 254).
Ditegaskan pula: Wa in ta’dil kulla ‘ad-l lâ yu’khadzu minhâ (dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya). Menurut al-Syaukani, pengertian al-‘ad-l adalah al-fidyah (tebusan). Sehingga ayat ini menegaskan bahwa sekalipun mereka menebus dengan segala tebusan, maka tebusan itu tidak akan diterima hingga dapat menyelamatkan mereka dari azab. Ini sebagaimana firman Allah SWT: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu (TQS Ali Imran [3]: 91).
Kemudian Allah SWT memberitakan balasan yang akan mereka terima di akhirat dengan firman-Nya: Ulâika al-ladzîna ubsilu bimâ kasabû (mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri). Mereka telah menjerumuskan diri mereka ke dalam neraka. Ditegaskan bahwa azab harus diterima karena ulah perbuatan mereka sendiri. Kata al-ibsâl berarti seseorang menjerumuskan dirinya kepada kehancuran. Demikian penjelasan al-Syaukani.
Kemudian digambarkan sebagian azab yang menimpa mereka: Lahum syarâb min hamîm (bagi mereka [disediakan] minuman dari air yang sedang mendidih). Hamîm adalah air panas yang telah mencapai puncaknya. Itulah minuman yang harus minum. Minuman itu tidak menghilangkan rasa dahaga. Sebaliknya, justru semakin membuat mereka makin menderita. Tentang dahsyatnya siksa minuman tersebut, Allah SWT berfirman: Dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya? (TQS Muhammad [47]: 15). Air mendidih itu bukan hanya diminumkan kepada mereka, namun juga disiramkan ke kepala mereka. Allah SWT berfirman: Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka (TQS al-Hajj [22]: 19).
Ayat ini ditutup dengan firman-Nya: Wa ‘adzâb alîm bimâ kânû yakfurûn (dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu). Ditegaskan lagi bahwa azab pedih yang harus mereka terima akibat kekafiran yang mereka lakukan. Ancaman kepada mereka juga disebutkan dalam firman-Nya: Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya (air dan makanan) itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami (TQS al-A’raf [7]: 50-51).
Demikianlah sikap yang harus dilakukan terhadap orang-orang yang menjadikan Islam sebagai bahan ejekan dan olok-olokan. Mereka harus ditinggalkan dalam pergaulan kehidupan. Juga tidak diperbolehkan dijadiksan sebagai pemimpin. Yang diperintahkan dilakukan terhadap mereka adalah memberikan peringatan. Apabila mereka tetap bersikeras dengan sikapnya, maka siksa dahsyat yang bakal mereka terima di akhirat kelak. Tidak ada seorang pun yang bisa menolong dan melindunginya. Juga tidak ada seorang pun yang bisa memberikan syafaat. Maka mereka harus menderita sepanjang masa. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
Ikhtisar:
- Sikap terhadap orang-orang yang menjadikan Islam sebagai bahan ejekan dan olok-olokan adalah meninggalkan mereka dan memberikan peringatan dengan Alquran
- Orang-orang yang menjadikan Alquran sebagai bahan ejekan dan olok-olokan berarti telah menjerumuskan diri mereka ke dalam neraka
Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 115