HTI-Press. Selama basis Ideologi tidak berubah, maka kondisi Indonesia ke depan tak akan banyak berubah, bahkan bisa lebih buruk dari tahun sebelumnya. Demikian disampaikan oleh Ketua DPP Hizbut tahrir Indonesia, Farid Wajdi, di depan ratusan peserta Halqah Islam dan Peradaban ke 4, Kamis (18/12/2008) di Jakarta.
Acara tersebut juga menghadirkan pengamat politik, Bima Arya. Sementatara itu Anggota DPR sekaligus pengamat ekonomi, Drajad Wibowo batal hadir karena harus mengikuti rapat Paripurna DPR pada saat yang sama.
Farid Wajdi mengatakan, dominasi ideologi kapitalistik di negeri ini hingga tahun 2008 telah nyata membawa penderitaan pada bangsa ini. Di samping juga akibat kepemimpinan yang tak amanah dan tak berpihak kepada rakyat. Karena itu wajar, berbagai catatan hitam mewarnai perjalan negeri ini, mulai ekonomi, politik, sosial dan luar negeri. Di bidang sosial misalnya, kesulitan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan semakin menjadi-jadi setelah timbul krisis global. “Ancaman PHK massal pun tak bisa dihindari setelah krisis global melanda dunia,” ujar Farid.
Di bidang politik, bangsa ini mengalami kejenuhan demokrasi. Pilkada yang diberlangsungkan hampir saban hari telah menyebabkan kejenuhan dari masyarakat terhadap partai dan elit politik. Itu sangat jelas dengan ditandai tingginya angka golput di hampir semua pilkada.
Farid Wajdi kemudian menawarkan solusi untuk mengatasi berbagai krisis yang terjadi di Indonesia sehingga Indonesia menjadi lebih baik di tahun mendatang. “Solusinya adalah pertama kepemimpinan yang amanah dan kedua mencampakkan sistem kapitalis kemudian menggantinya dengan sistem Islam,” ujarnya.
Solusi bahwa negeri ini harus kembali kepada sistem Islam atau sistem syariah, menurut Jubir Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto adalah solusi yang masuk akal sebab mayoritas masyarakat Indonesia, berdasar beberapa survey mendukung syariah. Cuma masalahnya bagaimana aspirasi masyarakat itu ditindaklanjuti parpol Islam.
Partai-partai Islam, menurut Ismail Yusanto, ke depan mestinya memiliki agenda perubahan yang jelas untuk mewujudkan aspiasi masyarakat itu. “Agenda perubahan ke arah Islam itu perlu dimiliki parpol-parpol Islam. Kalau tidak maka power struggle dari parpol Islam itu tak akan berpengaruh apa-apa,” ujar Ismail.
Hal sama disampaikan Bima Arya. Kata dia, adanya survey yang menyebutkan mayoritas masyarakat di Indonesia mendukung syariah memang cukup masuk akal. “Itu terjadi karena adanya kejenuhan dari masyarkat terhadap sistem yang ada,” ujarnya.
Bima juga mengatakan survey terakhir yang dilakukan oleh LSM Setara pimpinan Hendardi, juga hasilnya tidak jauh berbeda dengan survey-survey yang dilakukan sejumlah lembaga survey, yakni mayoritas masyarakat di Indonesia mendukung syariah. Menurut survey Setara, mayoritas para pelajar dan mahasiswa mendukung pelaksanaan perda syariah.
“Saya setuju-setuju aja. Mau syariah oke, asal ada usaha ke situ,” ujar Bima. Namun masalahnya, kata Bima, bagaimana syariah itu supaya bisa dijual dan bisa direalisasikan untuk menjawab berbagai masalah riil yang dihadapi negeri ini. “ Kalau tidak bisa maka publik bisa pindah ke sistem lain,” ujar Bima lagi. (Abu Ziad)
Artikel Terkait:
Wah kalau njenengan pak Arya bima sering2 bergaul sama pak Ismail dan konco2nya,lama2 njenengan bisa jadi pejuang khilafah juga lho pak Aryo.
insya Alloh indonesia akan lebih baik jika sistemnya sudah syariah.
mudah-mudahan uda Bima Arya bisa gabung ama qt, amiin.
moga aja Pak Bima mau jadi pejuang syariah……. Amin……..
lebih baik jadi pejuang KhilAfah n syariah yg dijanjikan SurGa daripada pejuang kapitalis yg langsung dapat VIP di neraka
manteb!!
Masa
Depan
di
Tangan
Islam///
Pilkada dengan biaya tinggi, sebagai ujud demokrasi ala Amerika, terbukti menimbulkan perpecahan dimana mana. Perpecahan diantara rakyat Indonesia adalah kepentingan pihak asing. Dengan perpecahan , Indonesia jadi lemah, kekayaannya bisa dijarah dengan mudah oleh kekuatan asing.
Mudah-mudahan Islam dengan sistim khilafahnya bisa jadi solusi. Pihak asing berusaha menjajah Indonesia dengan sistim Demokrasi, Liberal dan kapitalisnya.