Klaim kemenangan kapitalisme dalam akhir sejarah dunia digugat bahkan oleh Francis Fukuyama, penulis buku The End of History (berakhirnya sejarah dengan kapitalisme sebagai pemenang). Hal ini diungkap Hizbut Tahrir dalam konferensi intelektual Muslim internasional JICMI 2013, Ahad (15/12) di Gedung Smesco, Gatot Subroto, Jakarta.
“Ya, Fukuyama, pada tahun 1991 dengan terburu-buru mengumumkan end of history (berakhirnya sejarah dengan kapitalisme sebagai pemenang), namun peristiwa-peristiwa membuktikan bahwa pernyataan itu adalah prematur,” ungkap Direktur Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir Osman Bakhach di hadapan sekitar 1800 intelektual Muslim dari berbagai negara.
Karena, lanjut Osman, pada kenyataannya dalam bidang intelektual atau ideologi, runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 telah membuka panggung global bagi kebangkitan Islam sebagai alternatif terhadap kapitalisme yang buruk dan bangkrut.
“Fukuyama sendiri mengaku pada bulan Oktober 2008 setelah krisis keuangan, model Amerika telah gagal baik sebagai model ekonomi maupun sebagai visi politik liberal,” ungkapnya.
Pada saat yang sama, beber Osman, perang salib baru yang diluncurkan oleh George Wallker Bush di Afghanistan pada tahun 2001 telah membangkitkan umat ke wajah jelek dari imperialisme yang dilakukan oleh orang-orang Amerika. “Jauh lebih buruk daripada imperialisme yang dilakukan oleh orang-orang Eropa sebelumnya,” tegas Osman.
Sedangkan meletusnya Revolusi Arab, menurutnya, datang sebagai ekspresi alami umat Islam yang marah dan frustrasi terhadap tatanan geopolitik Barat.
Ia juga menegaskan buah dakwah intelektual di tengah umat yang diamalkan secara istiqamah semakin menunjukkan hasilnya, sampai-sampai peneliti dari Nixon Center For Strategic Studies Zayno Baran mengatakan meskipun pada awalnya para anggota Hizbut Tahrir ditertawakan ketika menyerukan Khilafah, sekarang Khilafah telah menjadi tuntutan yang populer di jalan-jalan negeri Muslim.
“Pada saat dunia sedang melihat dan mendengar seruan yang keras untuk pendirian Khilafah dari Jakarta hingga Asia Tengah, Istanbul ke Kairo hingga Tunisia dan revolusi heroik di Suriah, para pemimpin dunia tahu betul jam terus berdetak hingga berdirinya Khilafah,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo