Khilafah pernah memimpin dunia di segala bidang, termasuk sains, intelektual dan keislaman itu sendiri. Sistem Islam membawa kesuksesan dalam pendidikan dan membawa perlindungan pada semua warganya.
Hal tersebut disampaikan Ketua Lajnah Fa’aliyah DPP Hizbut Tahrir indonesia (HTI) Muhammad Rahmat Kurnia pada hari kedua Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals (JICMI) 2013, Ahad (15/12).
Khilafah merupakan sistem yang unik. Bukan demokrasi, bukan pula teokrasi. Khilafah menghasilkan sistem hidup yang khas.
Landasannya ada empat pilar. Pertama, perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan syara (as-siyadatu li asy-syar’iy). Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal-haram, terpuji-tercela dan dosa-pahala adalah hukum syara.
Kedua, perubahan kekuasaan di tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthanu lil ummah). Pemimpin hanyalah yang dipilih oleh umat untuk menetapkan syariat. Tidak boleh kekuasaan ditentukan putra mahkota, misalnya.
Ketiga, adopsi hukum berada di tangan khalifah. Dalam perkara-perkara individual, hukum diserahkan kepada hasil ijtihad para mujtahid. Perbedaan pendapat dijamin.
Sedangkan dalam masalah sistem (sosial, ekonomi dan politik) khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di antara pendapat para mujtahid yang telah digali dari sumber-sumber hukum Islam. Hukum islam yang diadopsi khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat.
Keempat, menyatukan kaum Muslimin dengan mengangkat hanya satu orang khalifah untuk seluruh dunia.
“Dengan begitu, umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu (ummah wahidah). Kegagalan kapitalisme saat ini hanya dapat diperbaiki dengan tegaknya khilafah,” ujar dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Institut Pertanian Bogor tersebut.