“Jika publik menggunakan indikator fungsi parpol untuk menilai kinerja parpol peserta pemilu maka nyaris semua nilainya jeblok alias rapornya kebakaran,” simpul Direktur Eksekutif Pamong Institute Wahyudi Al Maroky seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 119, Jum’at (2-16 Januari).
Menurutnya, salah satu tugas pokok partai politik adalah menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah (penyalur aspirasi). Parpol sekarang gagal menjadi penyalur aspirasi rakyat. Konon lagi berharap memperjuangkan kepentingan rakyat. Semua paprpol sibuk dengan kepentingan elite partai. Dan itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara termasuk korupsi dan manipulasi kalau tidak ingin disebut menipu rakyatnya.
Tak ada partai yang bersih apalagi peduli dengan kepentingan rakyat. “Contoh paling nyata adalah ketika kenaikan harga BBM, jika ditanyakan ke seluruh rakyat tentu mayoritas rakyat tak setuju, tapi demi kepentingan para kapitalis dan elite parpol mereka mencampakkan kepentingan rakyat,” katanya.
Rapor merah selanjutnya adalah gagal dalam mendidik warga negara menjadi manusia sebagai makhluk sosial. Sementara semua partai berlomba meraih suara dengan berbagai cara yang sangat tidak mendidik. Bukan membangun partisipasi tapi membagi sembako dan bahkan bagi uang (money politics). “Ini efek demokrasi liberal yang menghancurkan budaya negeri,” bebernya.
Rapor merah lainnya, parpol gagal mengatur pertikaian politik dan mencegah konflik. Maka sejak reformasi dan digelarnya pilkada langsung maka hampir semua daerah terjadi konflik dan anarkhis. Bahkan banyak kantor bupati dan fasilitas pemerintah yang dirusak dan dibakar akibat konflik.
Nasib parpol yang mengaku berasas Islam lebih menyedihkan. Mereka tersiksa dalam sistem demokrasi ini dan telah terjebak dalam mekanisme demokrasi yang akhirnya tak berbeda dengan parpol sekuler . “Ada pengurus partai Islam yang mengaku kami sering dikeroyok dan disudutkan parpol sekuler,” ungkapnya.
Semua rapor merah partai sekuler juga menjadi milik parpol yang mengaku berbasis Islam. Gagal menjadi penyalur aspirasi umat apalagi memperjuangkan kepentingan umat. Karena merasa kalah jumlah dan sering dikeroyok partai sekuler.
Ia menyatakan semestinya parpol yang mengaku berasas Islam lebih konsisten memperjuangkan kepentingan Islam dan demi tegaknya Islam. Bukan sekedar saat kampanye menggunakan simbol Islam dan mengajak umat memilih partai Islam namun ketika sudah mendapatkan suara lalu berkoalisi dengan partai sekuler lainnya.
Ini bukan hanya gagal menyalurkan aspirasi umat tapi mengingkari amanah umat jika tak ingin di sebut mengkhianati suara umat. Belum lagi rapor merah yang memalukan umat ketika anggota parpol Islam terlibat dalam berbagai kasus dan skandal korupsi. “Ini alih-alih akan memperjuangkan umat dan Islam tapi justru memalukan dan membuat Islam tersudut,” tegasnya.
Semua ini karena terjebak dalam sistem demokrasi yang buruk dan mahal. “Akibatnya timbul kesadaran baru dari rakyat yang tidak percaya pada parpol sekuler dan parpol Islam sehingga memilih untuk tidak memilih karena tidak ada yang layak di pilih,” pungkasnya.[]Joko Prasetyo