HTI Press. Ahad (19/1), DPD I HTI Sulselbar menyelenggarakan Temu Ulama, Asatidz, dan Tokoh Umat se-Sulselbar dengan tema: peran politik ulama, asatidz, dan Tokoh Umat dalam menyongsong tegaknya khilafah. hadir sebagai pemateri Ust. Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, anggota Lajnah Tsaqofiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia.
Kepada para hadirin, ust Syamsuddin menyampaikan Pesan-pesan hikmah sembari tak lupa mengingatkan kembali tugas ulama sebagi pewaris para nabi. Dalam hal ini, ulama tentu saja harus meneladani segala hal yang di contohkan oleh Rasulullah sebagai pembawa risalah islam.
“Imam Syaifuddin Al Amidi mengatakan meneladani nabi adalah anda berbuat sesuai dengan perbuatan rasul.” Tegas Ust. Syamsuddin.
Olehnya itu, menurut Ust Syamsuddin, mendakwahkan kewajiban ditegakkannya hukum-hukum Allah bersama kelompok yang menyerukan itu tentu saja patut di ikuti Karena rasul dalam dakwahnya tidak individual tetapi membentuk kelompok dengan tujuan yang terarah yakni penegakan hukum Allah yang di dalamnya berlangsung kajian tentang agama ini dan hal tersebut dilakukan secara terus- menerus.
Dalam makalahnya, ust. Syamsuddin mengemukakan beberapa peran dan fungsi para ulama di samping sebab-sebab ketidakberdayaannya. Peran dan fungsi strategis ulama antara lain sebagai pewaris para nabi, pembimbing dan penjaga umat, kontrol penguasa dan pembinaan umat, dan sebagai sumber ilmu dan pembinaan umat. Namun demikian, ada juga beberapa faktor yang membuat ulama tak berdaya, di antaranya kurangnya kesadaran ideologis politis pada diri mereka, depolitisasi peran ulama, adanya upaya sengaja yang di di tujukan untuk memarginalisasi peran ulama dari ranah politik dan negara, kaum sekularis berusaha keras memecah belah kesatuan para ulama.
Salah satu perkara penting yang juga beliau sampaikan adalah terkait kewajiban umat dalam menegakkan Khilafah yang akan menerapkan Al-Qur’an dan sunah. Sekalipun para ulama ada yang memiliki pandangan berbeda, yakni penerapan islam lewat jalan kerajaan, demokrasi dan kekaisaran, tetapi telaah Dalil membuktikan satu-satunya sistem syar’i hanyalah melalui sistem Khilafah Islamiyah. Ust. Syamsuddin mengutip pendapat beberapa ulama besar seperti Imam An nawawi yang mengatakan kewajiban mengangkat khalifah didasarkan pada wahyu Allah. Al Hatib Al Haitami Asy-Syafi’I juga berpendapat bahwa menurut ijma’ para sahabat, mengangkat Khailfah adalah kewajiban paling penting.
“imam As-Syafi’I mengatakan para ulama tidak berselisih tentang penerapan Al-Qur’an.” Tuturnya.
Hukum buatan manusia tidak boleh di gunakan sebagai jalan untuk menerapkan syariat islam. sebab hal tersebut sama saja mengedepankan akal manusia daripada wahyu Allah. Ini bertentangan dengan pendapat Iman Syafi’I terkait larangan menjadikan ishti’san dalam memutuskan hukum. Bahkan, imam Syafi’I mengatakan bahwa Allah tidak membiarkan manusia hidup seenaknya tanpa ada pedoman. Maka Allah SWT menjadikan AlQur’an dan sunnah sebagai petunjuk hidup agar manusia tidak menggunakan akalnya semata.
“Cukuplah bagi kita dikatakan berdusta ketika kita tidak mau menerapkan syariat.” Pungkasnya lagi.
Olehnya itu, Ust Syamsuddin kembali berpesan kepada segenap hadirin untuk tidak terpengaruh dengan silaunya dunia dalam meniti perjuangan.
“dalam kitab kuning di katakan, siapa saja yang tawadhu’ kepada orang kaya karena kekayaannya. Maka dua pertiga agamanya hilang.”
Menjawab pertanyaan peserta tentang kapan Khilafah akan terwujud, Ust Syamsuddin memberikan beberapa indikasinya yakni ketika yang haq dan batil semakin tersingkap dan kesiapan umat untuk menerapkan Syariat islam semakin tangguh. Menanggapi pertanyaan yang sama, DR. Syahrir Nuhun dalam testimoninya di akhir acara justru mengatakan,
“sesuatu yang pasti itu, dekat datangnya. Kematian itu pasti, maka sebenarnya kematian itu dekat. Yang jauh adalah angan-angan yang tidak pasti.”
Pertemuan yang digelar di aula BBPKS Kemensos Sulsel ini pun berakhir sebelum masuknya waktu Dzuhur. [] MI Sulsel