Selamat Tinggal Divestasi 51% Saham Asing

Pemerintah tampaknya tak punya kekuatan menghadapi perusahaan tambang asing yang beroperasi di sini. Buktinya, kebijakan divestasi 51% saham yang diberlakukan sejak tahun lalu hingga kini seperti jalan di tempat.

Pada akhir Februari 2012, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Beleid ini merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010.

Dalam aturan main ini, asing hanya berhak atas 49% saham perusahaan tambang di Indonesia. Selebihnya harus dijual secara bertahap setelah lima tahun berproduksi atau harus tuntas pada tahun ke-10 sejak awal berproduksi.

Aturan itu merinci tahapan divestasinya. Ambil contoh, asing memiliki 100% saham perusahaan tambang di Indonesia. Mulai tahun keenam hingga tahun kesepuluh, dia harus menjual 10% saham per tahun hingga tahun kesepuluh jumlah saham yang dilego mencapai 51%.

Keinginan pemerintah itu, seperti pernah dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa beberapa waktu lalu, agar Indonesia bisa mengolah kekayaan alamnya sendiri. Sebab, menurut dia, bahan tambang hukumnya pasti habis.

Tapi apa yang terjadi? Divestasi mentok pada perusahaan pemegang konsesi kontrak karya (KK) lantaran kebanyakan dari mereka perusahaan asing. Ini berbeda dengan perusahaan pemegang perjanjian karya pertambangan pengusahaan batubara (PKP2B), yang kebanyakan perusahaan lokal.

Bisik-bisik di kalangan pengusaha tambang nasional menyebutkan, pemerintah telah menurunkan ketentuan divestasi saham asing dari 51% menjadi 40%. Ketentuan baru ini disebut-sebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2014 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 23/2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Jika benar, itu artinya, perusahaan tambang asing tetap menjadi pemegang mayoritas saham, dan selamat tinggal divestasi 51% saham asing.

Selama renegosiasi divestasi saham dengan perusahaan tambang asing, baru PT Newmont Nusa Tenggara yang bersedia melaksanakan. Hanya saja, proses pembelian sisa saham terakhir sebanyak 7% pun masih belum tuntas.

Itulah sebabnya, banyak kalangan pesimisbeleid baru ini akan bernasib sama dengan beleid-beleid sebelumnya. Sebab, bukan apa-apa, dari pengalaman sebelumnya, asing sulit sekali berbagi saham dengan lokal. Sebab, perusahaan tambang asing selalu bersandar pada perjanjian KK ataupun izin usaha pertambangan yang sudah mereka sepakati sebelumnya dengan pemerintah.

Kalau begitu, nasib divestasi saham asing di sektor pertambangan tampaknya baru sebatas angan-angan. Kasihan. (inilah.com, 20/1/2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*