Kembalinya tenaga kerja wanita (TKW) Erwina Sulistyaningsih menjadi korban penganiayaan di Hongkong, Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Iffah Ainur Rochmah, pemerintah telah gagal memberikan perlindungan utuh bagi warganya di negeri orang.
Meskipun pemerintah menyatakan perlindungan TKI adalah prioritas namun upaya yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa TKI khususnya TKW cenderung reaktif. Iffah mengatakan pemerintah hanya menunggu ada kasus yang mencuat dan tidak menyentuh akar persoalan.
“BNP2TKI bereaksi setelah Erwina ditemukan dalam kondisi mengenaskan dan dipulangkan karena tak sanggup bekerja lagi,” terangnya kepada mediaumat.com, Selasa (21/10) Jakarta.
Iffah menilai SBY hanya berdalih sudah pernah menyampaikan ke otoritas Hongkong untuk memperhatikan Erwina. Padahal, SBY menelepon dan menunjukkan perhatian terhadap Erwina baru setelah demo yang dilakukan TKI di depan konjen Indonesia di Hongkong.
“Bila polisi Hongkong sampai datang ke Indonesia bertemu Erwina untuk menyidik kasus ini, saya kira bukan karena desakan atau power dari pemerintah tapi lebih karena kebijakan di Hongkong yang menganggap penting penyelesaian kasus-kasus terkait hak tenaga kerja,” jelasnya.
Ada persoalan yang kompleks, menurut Iffah terkait pengiriman TKW ke berbagai negara. “Ada kerawanan menyangkut perlindungan fisik bagi para TKW, itu belum lagi tanggung jawab yang ditinggalkan di negeri asal, semua ini membutuhkan kebijakan ekstra yang semua dijamin oleh pemerintah,” paparnya.
Iffah menilai, pemerintah menyamakan tenaga kerja dengan komoditas lain sehingga bila memberikan keuntungan maka akan terus dilakukan. “Padahal fungsi negara melindungi rakyat, bukan menjadikan rakyat sebagai komoditas menguntungkan,” helanya.
Bahkan integritas bangsa juga dipertaruhkan. Bagaimana tidak, meskipun Indonesia telah dicap sebagai negara ‘pengekspor perempuan’ seolah pemerintah tak peduli dengan cap negatif tersebut.
Dalam pandangan Islam, Iffah menjelaskan, pemerintah adalah penanggung jawab (al imam raa’in) atas kebutuhan semua rakyat. Pemerintah juga semestinya berperan sebagai perisai dan pelindung atas kesulitan dan masalah yang menimpa warganya di manapun berada (al imam junnah).
“Kemaslahatan, pendapatan dan keuntungan besar dari perdagangan internasional bisa didapat oleh negara bila tidak bertentangan dengan prinsip pemerintah sebagai penanggung jawab,” paparnya.
Solusi TKW
Untuk menyelesaikan problem ini, Iffah menerangkan, negara harus membuka lapangan kerja yang lebih banyak, bisa dengan berbagai proyek pembangunan dan pengambilalihan pengelolaan sumber daya alam yang selama ini diserahkan pada asing. “Pengiriman TKI akan menjadi nilai tambah karena TKI adalah ahli, dengan jaminan perlindungan dari negara,” terangnya.
Menurut Iffah, negara harus menghentikan total pengiriman TKW karena kompleksitas masalah perlindungan yang harus disiapkan oleh negara dan banyaknya madharat yang ditimbulkan. “Prinsip meninggalkan madharat harus diutamakan dibanding mengambil maslahat akan muncul di sini,” jelasnya.
Kebutuhan kaum perempuan akan nafkah diri dan keluarganya akan dijamin oleh negara melalui mekanisme sistemik atau pun bantuan langsung. “Negara harus memiliki posisi tawar yang tinggi di hadapan negara-negara tujuan TKI. Ini akan lahir sebagai buah sikap tegas dan kebijakan komprehensif yang dibuat terkait masalah,” urainya.
Namun menurut Iffah, semua itu hanya akan terjadi bila negara berbentuk institusi Khilafah dan menerapkan sistem ekonomi Islam. “Tanpa itu, perlindungan utuh bagi TKI hanya fatamorgana dan perlakuan bak budak akan terus diterima oleh saudara-saudara kita yang ingin memperbaiki nasib dengan bekerja di negeri orang,” pungkasnya. (Mediaumat.com, 22/1/2014)