‘Kado Kerusakan’

Kado tahun baru 2014.  Begitu orang menyebut.  Di antara kado itu adalah kenaikan harga gas elpiji.  Ketika membeli gas elpiji 12 kg saya sempat tersentak.  Bagaimana tidak, biasanya harga sekitar Rp 80.000, namun saat itu melonjak tajam menjadi Rp 135.000.  Sang pedagang pun berkali-kali meminta maaf kepada saya atas lonjakan harga yang tidak masuk akal.  “Ini bukan kehendak saya, Pak.  Memang dari sananya begitu,”  ujarnya merasa bersalah.

Saya hanya menyampaikan bahwa begitulah kalau pengaturan sumberdaya alam dengan cara kapitalistik.  Rupanya Pertamina memang pada hari itu menaikkan harga gas lebih dari setengahnya.  Namun, yang mengherankan adalah para menteri terkait saling menyalahkan.  Mengaku tidak tahu-menahu.  Padahal tidak mungkin urusan menaikkan harga setinggi itu tanpa sepengetahuan mereka.  Menko Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan, “Itu kan urusan korporasi.  Dalam undang-undang gas elpiji kan memang urusan korporasi.”

Dahlan Iskan mengungkapkan, “Saya tidak akan intervensi terhadap hal itu.  Itu urusan Pertamina.” Menteri BUMN itu tampak berlepas tangan.

Respon pun bermunculan.  Berbagai penentangan terlihat dilontarkan oleh banyak kalangan.  Mulai dari rakyat jelata hingga para elit partai ramai-ramai menolak.  Penentangan secara terbuka dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia di Jakarta dan beberapa daerah lain.  Suara rakyat ini mendorong Presiden SBY untuk bicara.  “Kenaikan harga gas elpiji hendaknya dipertimbangkan,” ujar Kepala Negara.

Akhirnya, sekalipun tidak setinggi sebelumnya,  harga gas  tetap naik secara resmi menjadi Rp 82.200.

*****

Banjir.  Jakarta dikepung banjir.  Banyak ruas jalan di Jakarta tak dapat dilewati.  Rumah terendam.  Aktivitas bisnis terganggu.  Yang menarik, media seakan memberikan permakluman terhadap sikap pemerintah, khususnya pemerintah DKI Jakarta di bawah pimpinan Jokowi-Ahok.  “Kalau untuk Jokowi, banjir itu harus dimaklumi. Apabila gubernurnya orang lain pasti disalah-salahkan.  Tidak akan ada pemakluman tersebut,” ujar seorang tokoh kepada saya.

Jagoan yang diusung untuk Pemilu 2014 tidak boleh kelihatan ada cacat atau cela.  Harus tetap dibela!  Itulah politik oportunistik!

Begitu juga sikap Wakil Gubernur, Ahok.  Pada 4/1/2014, Koordinator Divisi Dakwah Khusus Majels Tabligh PP Muhammadiyah menolak keras lokalisasi prostitusi di DKI Jakarta.  Namun, Wakil Gubernur, Ahok, justru mengatakan bahwa sikap penolakan tersebut merupakan sikap munafik.  Lagi-lagi, yang ada pemakluman.

Tidak demikian kondisi arus bawah.  Sikap geram pun muncul.  Dengan nada gemas, salah satu pimpinan PP Muhammadiyah Anwar Abbas lewat pesan singkat menyampaikan ke saya kegeramannya, “Ganyang Ahok!”

*****

Awal tahun ini juga ditangkap tersangka baru korupsi: Anas Urbaningrum. “Semoga peristiwa ini menjadi kado tahun 2014 bagi Pak SBY,” ungkap mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.

Tak lama setelah itu, salah satu tokoh Partai Demokrat yang selama ini bersuara lantang terhadap korupsi, Sutan Bathoegana, disebut-sebut namanya terlibat korupsi.  Rumah Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Semua ini menambah deretan korupsi di kalangan pejabat dan wakil rakyat.  Tidak mengherankan dalam survey awal tahun 2014, hanya 9% saja orang yang percaya pada partai politik.  Salah satu kekecewaan rakyat terkait korupsi dan partai politik itu dituangkan dalam kaos yang dikenakan.  Salah seorang pengendara motor di Kota Bogor mengenakan kaos putih yang di punggungnya bertuliskan “Partai politik sekolah menjadi koruptor”. Kekecewaan masyarakat tampaknya sudah sampai pada titik nadir.

Di sisi lain, sebagian kalangan organisasi Islam seakan justru getol menyuarakan Pemilu.  Beberapa pertemuan organisasi massa Islam dilakukan untuk konsolidasi menjelang Pemilu. Majelis Ulama Indonesia menggelar saresehan dalam menyikapi Pemilu.  Umat disodori pilihan partai yang sudah tampak kerusakannya.

Rakyat hanya jadi korban.  Mereka pun disapa saat menjelang Pemilu saja.  Urusan mereka sering diabaikan. Berkaitan dengan masalah ini, Rasulullah saw. mendoakan pemimpin yang abai terhadap rakyatnya.  “Wahai Allah, siapa saja yang diberi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian dia mempersulit mereka, maka sulitkanlah dia. Siapa saja diberi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian dia mempermudah mereka, mudahkanlah dia.” (HR Muslim).

Beliau pun bersabda, “Sesungguhnya pemimpin yang paling jahat adalah pemimpin yang zalim. Karena itu jangan sampai kemu termasuk golongan mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad saw. pun memberikan peringatan, “Siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengurusi sesuatu dari urusan umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedukaan dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinannya nanti pada Hari Kiamat.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

*****

Kondisi saat ini adalah kondisi penuh kerusakan.  Apabila umat Islam ikut menari dalam genderang kerusakan tersebut, niscaya mereka akan makin terpuruk.  Tidak akan bangkit.  Situasi seperti ini menuntut hadirnya orang-orang yang benar-benar berpegang pada ajaran Islam, lalu tampil ke depan untuk melakukan perbaikan; bukan sebaliknya justru melanggengkan atau melegitimasi kebobrokan.  Rasulullah saw. bersabda, “Akan selalu ada dari kalangan umatku yang berpegang  pada kebenaran hingga datang keputusan dari Allah dan mereka menang.” (HR al-Bukhari).

Dalam riwayat lain, Nabi saw. menyatakan, “Akan selalu ada dari kalangan umatku yang berpegang pada kebenaran, tidak akan membahayakan  orang-orang yang menentang dia hingga datang keputusan (kemenangan) dari Allah saat mereka menyatakan kebenaran di tengah masyarakat.” (HR Ahmad).

Belumkah tiba saatnya bagi kita untuk tegas dan lugas menyuarakan kebenaran, termasuk terhadap kado kerusakan ini? [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]. 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*