Berita Koran: Sikap Hizbut Tahrir Indonesia Kota Banjarbaru terhadap Problem Prostitusi

HTI Banjarbaru Sodorkan 5 Solusi Islam Hapuskan Prostitusi

BANJARBARU – Ormas Islam di Banjarbaru juga angkat bicara perihal maraknya lokasi prostitusi di Kota Idaman. Salah satunya yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Banjarbaru yang menyerukan hal sama seperti diungkapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banjarbaru.
Dikatakan Ketua HTI Banjarbaru Ustaz Natsir, semua langkah Pemkot Banjarbaru selama belasan tahun sebenarnya sudah diterapkan. Termasuk pemberdayaan Pekerja Seks Komersial (PSK) tersebut. Namun ungkap Natsir malah sebaliknya, faktanya bukan berkurang tetapi menjalar baik di tempat hiburan dan lokasi-lokasi lainnya.

“Rata-rata 90 persen menurut informasinya karaoke menyediakan jasa ladies, ditambah lagi penyebaran HIV dan AIDS sampai kepada ibu-ibu dan anak-anak yang tidak berdosa. Itu dikarenakan suami atau bapaknya jajan di luar,” tegasnya.

Karenanya lanjut Natsir, penutupan lokalisasi dan tempat karaoke serta salon terselubung seperti diungkapkan MUI Banjarbaru adalah tuntutan semua Ormas islam, baik di Kalsel maupun di Banjarbaru.

Adapun untuk mencegah agar tidak terjadi praktik prostitusi. Islam menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi yakni pertama penegakan hukum atau sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi atau zina. Tidak hanya mucikari atau germonya. PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas.
Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada salah satu organ tubuhnya.

Kemudian yang kedua perihal penyediaan lapangan kerja. Faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat.  Termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki. Perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya.

Langkah ke tiga yakni pendidikan atau edukasi yang sejalan. Pendidikan bermutu dan bebas biaya menurut Natsir, akan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal. Pendidikan juga menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak.

“Alasan PSK yang kembali ke tempat prostitusi setelah mendapat pembinaan ketrampilan karena lebih sulit mendapat uang dari hasil menjahit dibanding melacur tidak akan terjadi bila ada penanaman kuat tentang standar benar dan salah,” ucapnya.

Selain itu ada jalur sosial, pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal lain adalah pembentukan lingkungan sosial yang tidak permisif terhadap kemaksiatan sehingga pelaku prostitusi akan mendapat kontrol sosial dari lingkungan sekitar.

“Terakhir adalah kemauan politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran,” ucapnya.

“Bukan hanya menutup semua lokalisasi, tapi juga semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat media. Dibutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi. Kebijakan di tingkat kepala daerah tidak akan mampu mewujudkannya. Karenanya seluruh masyarakat sesungguhnya membutuhkan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan negara yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk Khilafah Islamiyah,” tambahnya. (Koran Radar Banjarmasin, Edisi Sabtu, 8 Februari 2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*