SEM Institute merilis hasil surveinya yang menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia (72 persen) menginginkan syariah Islam diterapkan di berbagai aspek kehidupan termasuk dalam berbangsa dan bernegara.
“Ini menunjukkan hasil dakwah yang kongkret yang berhasil melawan arus sekularisasi di Indonesia,” ungkap ahli statistik SEM Institute Kusman Sadik kepada wartawan, Rabu (19/2) di Jakarta.
Menurutnya, survei yang dilakukan pada 25 Desember 2013- Januari 2014 kepada 1498 responden dari berbagai kalangan di 38 kota di Indonesia, mengkonfirmasi hasil survei lembaga rujukan pemerintah Amerika Pew Research Center yang dirilis 30 April 2013 yang menunjukkan 72 persen Muslim Indonesia menginginkan syariah sebagai landasan hukum dalam bernegara.
Dalam konferensi pers yang bertema Survei Syariah: Membaca Aspirasi Politik Keumatan 2014, Kusman menyebutkan tingkat pengetahuan masyarakat (umat Islam) terhadap khilafah sebesar 64 persen.
Dari yang tahu tersebut, 81 persen setuju dengan konsep negara khilafah dan 68 persennya yakin bahwa khilafah mampu menyatukan umat Islam sedunia dan bisa menjadi kekuatan untuk menghancurkan kedzaliman.
Dan yang meyakini sistem pemerintahan dalam Islam hanya berbentuk khilafah/imamah 42 persen. Sedangkan yang meyakini sistem pemerintahan dalam Islam bisa berbentuk apa saja (monarki, kerajaan, republik, federasi, dll) ada 24 persen.
Kusman juga menyatakan ada delapan macam alasan mereka yang menolak diterapkannya syariah dan khilafah. Tiga besarnya adalah: (1) Indonesia negara majemuk (plural), harus menghargai agama lain, (2) Indonesia bukan negara Islam, tapi negara kesatuan berdasar Pancasila, dan (3) Masyarakat belum siap menerapkan syariat Islam, khawatir terjadi benturan.
Karena alasan itu, Kusman pun merekomendasikan kepada para aktivis dakwah untuk memberikan pemahaman yang benar di tengah masyarakat dengan lebih merincikan lagi syariah dan khilafah terkait dengan kemajemukan, kedudukan Islam dan Pancasila, serta metode penegakkan khilafah.[] Joko Prasetyo