Pemerintah Indonesia dan kerajaan Arab Saudi untuk pertama kalinya menandatangani perjanjian yang ditujukan untuk melindungi 1,2 juta orang pembantu rumah tangga asal Indonesia di kerajaan itu. Penandatanganan perjanjian yang oleh Indonesia dikatakan “bersejarah” ini dilakukan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, pada Rabu (19/2/2014).
Perjanjian kedua negara ditandatangani Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Adiel Muhammad Fakieh dari Kementerian Tenaga Kerja Saudi. Keterangan yang dirilis Kemenakertrans menyebutkan perjanjian mencakup pembuatan kontrak kerja secara online, akses komunikasi ke pihak luar, penyediaan hari libur, dan sistem penggajian yang dilakukan melalui jasa perbankan. Menurut perjanjian tersebut, PRT asal Indonesia nampaknya tidak akan lagi kehilangan paspor mereka dan untuk pertama kalinya mereka akan diberi hak perlindungan dasar seperti istirahat harian selama 9 jam, ketepatan pembayaran gaji mereka pada akhir bulan, cuti sakit dan hak berlibur satu bulan penuh setiap dua tahun.
Sejumlah pihak mengatakan selama ini perlindungan terhadap pekerja Indonesia di Saudi lemah, antara lain ditandai dengan kasus-kasus penyiksaan maupun minimnya penghormatan terhadap hak-hak TKI. “Ini menjadi awal sejarah baru dalam penempatan dan perlindungan TKI kita di Arab Saudi. Kita harapkan penandatangan agreement TKI ini dapat meningkatkan perlindungan TKI yang bekerja di sana,” kata Muhaimin sebelum acara penandatanganan. Menurut Muhaimin perjanjian tersebut akan memberikan kepastian hukum baik bagi pengguna maupun bagi TKI.
Komentar:
Sungguh Ironis setelah puluhan tahun, baru ada upaya serius dari kedua negara untuk memberi perlindungan terhadap ribuan Muslimah Indonesia! Setelah puluhan tahun dan setelah ribuan korban berjatuhan akibat diperbudak, dianiaya bahkan dibunuh. Sebagai contoh, data yang diungkap Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care bahwa ada 9 pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang menanti eksekusi mati, sementara 33 kasus sedang diproses.
Kedua negeri muslim ini telah melanggengkan praktek eksploitasi terhadap jutaan perempuan Muslimah, demi keuntungan ekonomi dan kepentingan nasional masing-masing. Para penguasa ini tidak menyadari bahwa nasionalisme dan sistem negara-bangsa yang mereka anut telah membawa pada kehancuran martabat umat Islam, dengan memperlakukan saudari mereka sendiri sebagai barang dagangan dan melakukan praktek dehumanisasi pada mereka yang bukan berasal dari bangsanya. Sebaliknya, para penguasa negeri-negeri Muslim juga dengan bangganya menerapkan dan memuja sistem Kapitalisme sekuler di negeri mereka – baik sistem nilainya dan prinsip-prinsip ekonominya yang imperialistik- dan terus berpegang teguh memelihara sistem rusak ini dengan melakukan usaha-usaha parsial seperti memperbaiki hukum ketenagakerjaan ataupun melakukan perjanjian bilateral yang sebenarnya adalah tindakan tidak berarti dan tidak akan berdampak besar dalam mengurangi penindasan ekonomi terhadap buruh migran.
Tidak heran karena para penguasa ini sejatinya adalah sisa-sisa kolonial dari negara Kapitalis Barat yang berlindung dibalik ide nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan negara-bangsa yang merupakan bagian dari strategi negara Barat untuk memecah-belah umat Islam melalui runtuhnya institusi Khilafah Ustmaniyah di Turki tahun 1924. Mereka bukanlah pelindung umat Islam, juga bukan pelindung bagi kaum perempuan mulia nan terhormat! Mereka sejatinya adalah ‘kanker’ di tubuh umat ini karena telah mengkhianati Islam dan mengorbankan kehormatan putri-putri Islam. Mereka jauh dari karakter yang digambarkan Rasulullaah Saw pada kepemimpinan Islam, dimana beliau SAW pernah bersabda:
فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam adalah penggembala (ro’in), dan ia bertanggung jawab untuk orang-orang yang digembalakannya”.
Jutaan Muslimah hari ini sangat membutuhkan pemimpin sejati yang akan melindungi kehormatan dan keluarga mereka, yang menggariskan perlindungan penuh terhadap kaum perempuan sebagai kehormatan yang wajib dijaga BUKAN dipandang hanya sebagai pekerja murah rendahan. Dan ini hanya akan terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan ideologis bagi umat Islam, yakni sistem Khilafah yang memiliki visi politik untuk mengimplementasikan SELURUH prinsip-prinsip dan hukum Islam pada masyarakat. Sistem Khilafah adalah satu-satunya yang mampu menangani dengan kredibel dan memberikan solusi praktis untuk berbagai masalah politik, ekonomi dan sosial yang saat ini menimpa perempuan di seluruh negeri-negeri Muslim dan di seluruh dunia, termasuk perempuan Indonesia.
Written for the Central Media Office of Hizb ut Tahrir by
Fika Komara
Member of the Central Media Office of Hizb ut Tahrir