Dalam sistem politik dan pemilu yang berlaku di Indonesia, keputusan hak pilih akan dipakai atau tidak berada di tangan para pemilik hak itu, yakni masyarakat. Karenanya, masyarakat yang tak menggunakan hak pilih pun tak bisa dikenakan delik pidana.
“Pasal berapa yang harus kita terapkan (untuk masyarakat yang tak menggunakan hak pilih)? Kalau ada pasal yang dilanggar, kami tegakkan aturan itu,” kata Kapolri Jenderal Pol Sutarman di Kompleks Parlemen, Selasa (25/2/2014).
Sebelumnya, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri mencurigai ada upaya menggagalkan pelaksanaan pemilu oleh kelompok tertentu. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengajak masyarakat tak menggunakan hak pilih.
Menurut Kepala Biro Analisis Baintelkam Polri, Brigjen Pol Sukamto Handoko, ajakan tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hukum dan termasuk pidana pemilu. Namun, sebelum memidana seseorang, polisi terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi atau persetujuan Badan Pengawas Pemilu.
Kapolri membantah wacana penjatuhan sanksi pidana pemilu terhadap pengajak masyarakat tak menggunakan hak pilih berasal dari Polri. Kendati demikian, dia mengimbau masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan tenang dan tak terpengaruh tekanan dari pihak mana pun juga.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie mengatakan ajakan tak menggunakan hak pilih bukan pidana pemilu. Namun, bila dalam proses ajakan itu terdapat unsur paksaan atau tindak kekerasan barulah ada pelanggaran pidana berdasarkan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP).
Ronny mengatakan Polri dalam menangani pelanggaran pemilu tidak memutuskan sendiri jenis-jenis pelanggaran itu. Polri, kata dia, berkoordinasi dengan kejaksaan dan Bawaslu melalui Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang berada di Bawaslu. (kontan.co.id,26/2)