Situs “alwafd.org” mempublikasikan khotbah Dr Abbas Shoman wakil dari Al-Azhar Al-Syarif, dimana dalam khotbahnya itu ia mengecam keterlibatan para ulama dalam politik. Dan melalui khotbahnya itu pula ia menyerukan para mahasiswa untuk fokus belajar dan mengabdi pada negara. Sementara politik serahkan kepada para politisi saja, agar mereka yang merasakan dan menanggung dosanya. Ia memohon kepada Allah, semoga Allah mewarnai negeri-negeri kaum Muslim dengan perdamaian dan kedamaian, serta menghancurkan kezaliman, kemusyrikan, dan para pendukungannya.”
**** **** ****
Khotbah yang disampaikan oleh wakil dari Al-Azhar Al-Syarif di atas mimbar Rasulullah saw ini mengecam keterlibatan para ulama dalam politik, dan menyerukan kepada para mahasiswa untuk menjauh dari politik, sebaliknya ia ingin agar para politisi saja yang sibuk dengan politik, sehingga merekalah yang menanggung dosanya dan merasakannya, katanya.
Aneh bahwa perkataan seperti ini keluar dari orang yang bergelut dengan ilmu syariah, bahkan dari orang yang mencerminkan Al-Azhar. Apakah Anda melihat bahwa ia tidak mengerti hukum Islam tentang politik? Dan apakah benar orang seperti dirinya itu tidak mengerti sikap Islam terhadap politik? Jika ia mengerti, maka sikapnya itu adalah musibah. Sebaliknya, jika ia tidak mengerti, maka lebih besar lagi musibahnya.
Jika saja sang Doktor yang menjadi wakil Al-Azhar Al-Syarif ini mau membuka kitab “Lisan a- Arab”, pasti ia menemukan di dalamnya materi kata “sawasa”, dan pasti ia menemukan contoh dari hadits Rasulullah saw: “Kânat Banû Isrâ’îl Tasûsuhum al-Anbiyâ’, Dahulu kala Bani Israil diurusi oleh para nabi.” Aku tunjukkan kepada wakil Al-Azhar Al-Syarif, dan para pembaca yang mulia situs “al-bahits al-arabi, http://www.baheth.info/all.jsp?term=سوس” ini agar dapat mencari sendiri makna kata tersebut dalam kamus-kamus bahasa Arab.
Sebenarnya, bisa saja wakil Al-Azhar Al-Syarif membukan Shahih Bukhari untuk membaca hadits tersebut dalam Shahih Bukhari dan Muslim: “Aku mengikuti majlis Abu Hurairoh selama lima tahun, dan aku mendengarnya menyampaikan hadits dari Rasulullah saw, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Dahulu kala Bani Israil diurusi oleh para Nabi. Dan setiap seorang Nabi meninggal, maka digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya sesudahku tidak ada nabi lagi. Sementara yang ada adalah para Khalifah, dan jumlah mereka ini banyak.” Para sahabat bertanya: “Apa yang Engkau perintahkan kepada kami?” Rasulullah saw bersabda: “Penuhilah baiat yang pertama untuk yang pertama. Berikan kepada mereka haknya, karena Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada mereka tentang kepemimpinannya.” Dalam hal ini, wakil Al-Azhar Al-Syarif bisa mengakses situs “ad-durar as-sunniyah, http://www.dorar.net/hadith?skeys=تسوسهم” agar bisa melihat sendiri hadits tersebut dalam Shahih Bukhari, Muslim, dan selain dari keduanya.
Dan bisa juga wakil Al-Azhar Al-Syarif mempelajarinya dalam kitab-kitab as-siyasah as-syar’iyah (politik Islam), atau mungkin ia membacanya dalam kitab “at-taratib al-idariyah (al-hukumah an-nabawiyah)”, karya Syaikh Abdul Hayyi al-Kattani, dimana dalam kitab tersebut dijelaskan tentang politik negara Islam pertama yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah al-Munawwarah.
Ketika Barat berhasil menghancurkan negara Khilafah Islam, merobek-robek negeri-negeri kaum Muslim, dan menempatkan di setiap negeri Islam seorang penguasa yang melayani kepentingannya, dan memalingkan masyarakat dari Islam, maka tersebar di tengah-tengah umat Islam sejumlah konsep yang menyesatkan, di antaranya menjauhkan masyarakat dari politik, memisahkan agama dari politik, dan menggambarkan pada masyarakat bahwa tidak ada politik Islam, yang ada hanya politik Barat, Machiavelli, yang tidak mengenal nilai apapun kecuali nilai materi, yakni politik manfaat semata tanpa nilai spiritual, moral atau kemanusiaan. Barat berusaha menjauhkan masyarakat dari pemahaman yang benar tentang politik seperti yang ditentukan oleh Islam, yaitu mengurusi setiap urusan masyarakat berdasarkan hukum Islam, dalam dan luar negeri.
Namun sangat disayangkan, bahwa Al-Azhar dengan para ulamanya yang terkenal memiliki pengetahuan ilmu syariah luas dan kebesaran di mata dunia, justru darinya keluar seruan yang bertujuan untuk menjauhkan masyarakat dari politik dan menyesatkan masyarakat—sungguh ini merupakan bencana besar. Mungkin ia melakukan itu karena kebodohan terhadap hukum-hukum Islam, dan mungkin juga ia sengaja menjauhkan masyarakat dari Islam melalui mimbar Rasulullah saw.
Seharusnya yang dilakukan para ulama Al-Azhar Al-Syarif adalah menyerukan para penguasa di Mesir dan di negeri-negeri kaum Muslim lainnya agar menerapkan politik Islam, menjalankan pemerintahan berdasarkan Islam dalam satu negara yang menyatukan seluruh kaum Muslim (Khilafah), dan menjalankan setiap aktivitas politik dan yang lainnya berdasarkan hukum-hukum Islam, serta menyeru umat untuk mengoreksi para penguasa karena mereka sudah jauh dari Islam dalam bernegara, berpolitik dan yang lainnya, daripada sibuk memalingkan masyarakat dari Islam! [Abu Muhammad Khalifah]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 24/2/2014.