HTI Kecam PBB yang Mendiamkan Pembantaian Minoritas Muslim Afrika Tengah

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kecam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diam terhadap pembantaian yang dilakukan milisi Kristen kepada minoritas Muslim di Afrika Tengah. Makanya, meski panas menyengat ratusan aktivis HTI masirah (longmarch) dari depan Istana Presiden ke gedung perwakilan PBB, Jum’at (28/2) di Jakarta.

Dengan tertib dan dikawal polisi, massa berdemonstarasi. Baru beberapa saat aksi di depan kantor perwakilan PBB, Menara HM Thamrin, sekuriti kantor PBB membuka gerbang dan mempersilakan delegasi HTI memasuki areal menara.

Namun di tengah jalan menuju pintu masuk ke gedung PBB, delegasi dicegat Direktur Pusat Informasi PBB Michele Zaccheo beserta anak buahnya dan sekuriti. Betapa kagetnya delegasi karena mereka dilarang masuk. Maka terjadilah adu mulut antara delegasi dan anak buah Michele.

“Karena tidak ada janji dan membawa massa maka diterima di jalan,” ujar Ade Faesal Siregar, anak buah Michele.

Dengan sedikit kesal, Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menjawab. “Baru kali ini, kami diterima seperti ini, Ente ini orang sini (Indonesia, red), bilang ke dia (Michele) kami ini sudah sering demo ke berbagai tempat, ke berbagai kantor, ke berbagai kedutaan, kita diterima dengan baik, baru kali ini diterima di jalanan seperti ini,” tegasnya.

Karena tidak ada titik temu, delegasi pun kembali keluar pagar.

“Ini semakin meyakinkan kepada kita semua, bahwa kita tidak percaya lagi pada PBB! Bubarkan!” pekik Sekretaris Jubir HTI Roni Ruslan kepada para demonstran.

Massa pun memekikkan kata yang sama berulang-ulang: “Bubarkan, bubarkan, bubarkan!”

Kemudian Kapolsek Metro Menteng AKBP Gunawan menyatakan akan melobi pihak PBB agar dapat menerima delegasi dengan baik. Tak lama setelah itu, tiga delegasi diterima masuk untuk audiensi dengan salah satu ketua perwakilan PBB di Indonesia Mustafa Imir.

Sedangkan Media Umat, beberapa polisi dan juga dua ‘intel’ hanya diperkenan mengikuti sampai pintu masuk ruang pertemuan. “Saya wartawan mau meliput,” ungkap Media Umat.

“Tidak boleh ambil foto ya, dan berdiri di sini saja,” ungkap Ade sambil mempersilakan Media Umat, polisi dan kedua informan tersebut masuk beberapa langkah saja ke dalam ruang pertemuan. Sedangkan Ade dan sekuriti PBB berdiri seolah sebagai pagar pembatas.

Mustafa mengawali pembicaraannya dengan permintaan maaf karena tadi diterima di luar dengan alasan karena itu prosedur kantor PBB di seluruh dunia.

Kemudian ia mengatakan: “Isu yang Anda sampaikan itu, sudah menjadi isu internasional yang kami juga punya perhatian. Bukan hanya kelompok Anda tetapi juga negara-negara di dunia.”

Ismail pun menyodorkan pernyataan sikap tentang Pembantaian Umat Islam di Afrika Tengah. “Ini pernyataan dari Hizbut Tahrir, intinya mengecam diamnya PBB terhadap pembantaian umat Islam di Afrika Tengah!” tegasnya.

Mustafa menjawab: “Iya, ini akan disampaikan ke kantor pusat, memang begitu prosedurnya, dikumpulkan lalu disampikan ke kantor pusat.”

Lalu Ismail mengatakan: “Ada hal yang aneh. Ketika yang menjadi korban itu bukan orang Islam, PBB bertindak cepat, sementara kalau korbannya orang Islam, seperti terjadi di Myanmar juga di Afrika Tengah itu PBB bergerak lambat. Ini nampak ada ketidakadilan.”

Mustafa berkilah: “Bukan begitu. PBB telah bertindak proporsional. Semua sama, semua persoalan masuk dalam perhatian dan konsern kita.”

Namun Ismail melihat kebalikannya. “Tapi kenyataannya, pembantain-pembantaian itu tetap terjadi…”

Belum sempat mendengarkan lanjutan jawabannya, Media Umat, beberapa polisi dan juga dua ‘intel’ yang sedari tadi mengamati kembali diminta keluar ruangan.[] Joko Prasetyo

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*