Analisis Politik : Amerika Dibelakang Bajak Laut di Teluk Aden

Berikut terjemahan soal jawab tentang Bajak Laut di Teluk Aden yang diterjemahkan dari artikel berbahasa Arab yang diambil dari situs Ameer Hizbut Tahrir, Shaykh Ata Ibn Khaleel Abu Al-Rishta.

Latar Belakang

Pejabat Ethiopia mengumumkan bahwa Ethiopia memutuskan untuk menarik pasukannya dari Somalia pada akhir tahun ini. Pernyataan ini keluar di saat melonjaknya aktifitas bajak laut di Teluk Aden sepanjang pantai Somalia beberapa bulan terakhir, terutama dengan kabar dibajaknya tanker minyak milik Saudi yang membawa tidak kurang dari dua juta barel minyak mentah. Di saat yang bersamaan, media massa juga mengutip pernyataan Abdullah Yousuf, Presiden transisi Somalia yang mengatakan bahwa kelompok Al-Shabaab atau Gerakan Mujahideen Muda Somalia telah menguasai hampir seluruh wilayah  Somalia dan sedang bersiap untuk mengambil alih ibukota Somalia, Mogadishu. Pasukan Ethiopia yang selama ini menanggung banyak korban secara terpaksa harus bertahan di Somalia dengan penuh keluhan.

Beberapa kantor berita juga telah menyiarkan ucapan Menlu Ethiopia pada konferensi para menteri luarnegeri yang tergabung dalam IGAD (yang terjadi di Addis Ababa tanggal 18 November 2008) bahwa,” Saya ingin menekankan bahwa pasukan Ethiopia tidak mau berkorban dan memikul tanggungjawab sendirian untuk selamanya. Orang lain juga harus ikut aktif berperan dalam memberikan pesan terhadap kepemimimpinan di Somalia di masa kritis seperti ini.”

Pertanyaan:

Apakah ini ada tanda-tanda frustasi pada para sekutu Amerika yang sedang berperang untuk Amerika di Somalia dimana mereka sudah tidak mampu untuk bertahan? Apakah ada kaitannya dengan perjanjian Djibouti yang ditandatangani pada tanggal 26 Oktober 2008? Ketiga, apakah ada campur tangan negara adidaya?

Jawab:

Ya memang aktifitas Bajak Laut meningkat secara dramatis dan kami mencatat beberapa isu penting yang terkait dengannya

1. Mayoritas kapal-kapal yang dibajak adalah kapal-kapal berbendera Eropa atau dimiliki oleh negara lain, kecuali Amerika dimana tidak ada satupun yang dibajak. Hingga saat ini kapal-kapal Amerika masih bisa lalu lalang secara bebas. Pada tanggal 17 November 2008, Admiral Mike Mullen, Kepala Staf Angkatan Bersenjata AS mengatakan bahwa para pembajak adalah kelompok yang terlatih dan tindakan militer terhadapnya akan membahayakan nasib para sanderanya.

Komandan Jane Campbell, jubir Armada ke-5 Angkatan Laut AS mengatakan dan mengingatkan kepada BBC pada tanggal 18 November 2008 bahwa AL AS tidak mampu berada ‘dimana-mana’ sehingga para perusahaan transportasi laut seyogyanya memiliki persiapan pembelaan diri masing-masing. Dia juga berkata kepada media Al Arabiyyah pada tanggal 19 November 2008 bahwa AL AS tidak berniat untuk melibatkan diri karena aktifitas bajak laut adalah aktifitas kriminal bukan militer.

Situs BBC pada tanggal 20 November 2008 melaporkan pernyataan jubir Pentagon, Jeff Morrel bahwa pengerahan seluruh kekuatan angkatan laut di dunia pun tidak akan menyelesaikan masalah.

2. Sejauh ini keberadaan angkatan laut asing di Teluk Aden dan sepanjang pantai Somalia berada dalam jumlah besar, diantaranya adalah kapal-kapal angkatan laut AS dari satuan Armada ke-5. NATO yang bulan lalu memutuskan untuk terlibat mengirim kapal perang kesana. Uni Eropa pada tanggal 10 November 2008 juga memutuskan untuk mengirim armada anti bajak laut yang dipimpin Inggris ke Tanduk Afrika dengan kode operasi Atalanta. Misi tersebut bertujuan untuk melindungi wilayah perairan sebelah selatan Laut Merah dari serangan Bajak Laut dan akan dikoordinasikan di Northwood (pangkalan komando operasi) yang dikepalai oleh Laksamana Muda Phil Jones. Tidak kurang dari 7 kapal perang termasuk kapal kelas frigat seperti HMS Northumberland juga berpartisipasi dalam misi ini.

Bahkan sebelumnya, 12-15 kapal perang telah berada di perairan ini sebagai bagian dari koalisi multinasional anti bajak laut. Anehnya, keberadaan jumlah kekuatan angkatan laut yang cukup besar ternyata tidak mampu menghentikan aktifitas bajak laut disana.

3. Kami percaya bahwa Eropa terutama Perancis sangat terburu-buru dalam merespon peristiwa akhir-akhir ini. Merekalah yang mendesak adanya resolusi Dewan Keamanan PBB no 1816 tanggal 2 Juni 2008 yang memberikan mandat kepada kapal perang asing untuk memasuki perairan Somalia dalam rangka menangkal pembajakan dan penyerangan terhadap kapal-kapal niaga. Mandat ini berlangsung selama 6 bulan dan bisa diperpanjang. Perancislah yang mendorong keluarnya resolusi ini.

Telah dilaporkan pada tanggal 16 November 2008 oleh AFP bahwa Bernard Kouchner, Menlu Perancis yang mencetuskan ide melakukan serangan laut dan udara di bulan Desember untuk melindungi wilayah selatan Laut Merah, yaitu Teluk Aden dan sepanjang garis pantai Somalia dari para Bajak Laut.

AFP juga melaporkan pernyataan Laksamana Muda Hubert de Gaullier des Borders, Panglima AL Perancis di Samudera India yang menekankan bahwa peristiwa pembajakan di Teluk Aden dan Laut Arabia sudah bertransformasi menjadi aktifitas paramiliter profesional. Jerman pun juga menyerukan dilakukannya operasi militer menghadapi Bajak Laut di kawasan tersebut. Lalu pada tanggal 20 November 2008 UNSC sepakat mengeluarkan resolusi demi kepentingan Eropa yang diprakarsai bersama Inggris. Resolusi ini menyeru untuk memberikan sangsi kepada siapapun yang memberi bantuan terhadap penyebaran aksi kekerasan yang terjadi pada wilayah teritorial Somalia, termasuk aksi pembajakan di laut.

4. Pada tanggal 18 November 2008, Al Jazeera melaporkan bahwa Shaykh Sharif Ahmed, Ketua Aliansi Pembebasan Kembali Somalia (ARS) cabang Djibouti berkata bahwa ia terkejut mengamati maraknya aksi pembajakan, padahal di kawasan tersebut dipenuhi dengan banyaknya kapal-kapal perang milik negara adidaya. Menurut Shaykh ‘misteri’ ini sungguh tidak  bisa dimengerti.

Di hari yang sama, Al Jazeera dalam acaranya ‘Meet Today’ mengutip kata-kata Shaykh Omar Iman Abu Bakr, Ketua ARS cabang Asmara bahwa aksi pembajakan sebenarnya adalah ulah Amerika. Ia berkata bahwa sudah diketahui umum kalau AS memiliki banyak kapal perang di kawasan lepas pantai Somalia dan ‘membiarkan’ terjadinya pembajakan terjadi dibawah pengawasannya. Nyatanya, para pembajak dilatih oleh AS dan mereka membajak kapal yang membawa barang untuk Somalia dan tempat lain sepengetahuan AS itu sendiri.

5. Dari semua fakta ini kita bisa berkesimpulan sebagai berikut:

Pertama, AS gagal mencapai kemenangan di Somalia. Pasukan AS gagal total dalam invasinya ke Somalia di tahun 1933. Mereka tidak mampu bertahan lebih dari 18 bulan sebelum kembali dengan negaranya dengan hina. Ethiopia kni berperang demi kepentingan AS di Somalia dan ia juga berpikir untuk hengkang pula. Maka kecil kemungkinannya bahwa AS akan meraih kemenangan di Somalia dalam waktu dekat.

Sejak mengalami kegagalan di Somalia, AS memutuskan mengambil jalur diplomasi dengan negosiasi licik. AS berusaha membentuk keharmonisan antara pemerintahan Abdullah Yousuf dan Dewan Pengadilan Islam. Meski AS berhasil mempertemukan Pengadilan Islam cabang Djibouti dengan Abdullah Yousuf dalam perjanjian tanggal 26 Oktober 2008, perdamaian masih sulit dicapai karena resistensi dari kelompok Al Shabaab. Al Shabaab mengontrol mayoritas wilayah Somalia, dan sebagaimana diakui oleh Abdullah Yousuf, Al Shabaab sedang bersiap untuk menaklukkan ibukota Somalia itu sendiri. Telah diketahui bahwa Al Shabaab telah memisahkan diri dari Dewan Pengadilan Islam (cabang Djibouti dan Asmara) setelah Dewan menandatangani perjanjian di bulan September 2007. Al Shabaab menuduh dua cabang Dewan tersebut telah berkoalisi dengan kaum sekuler dan meninggalkan jihad di jalan ALLAH. Maka, pupuslah harapan AS untuk memenangkan Somalia baik secara militer maupun politik.

Menyadari kekalahan ini, AS memutuskan untuk mengontrol kawasan ini melalui jalur laut. AS membuat kawasan pantai Somalia dan Teluk Aden sebagai pusat pembajakan kapal laut internasional terutama kapal-kapal Eropa, sehingga akan menyeret Eropa untuk menyelesaikan masalah ini. Menurut AS, mimpi buruk Eropa (dengan terbajaknya kapal-kapal mereka) akan membantu AS dalam mengontrol Somalia melalui laut dan secara bertahap menguasai daratan Somalia kembali. Dengan demikian, rentetan peristiwa pembajakan kapal adalah ulah AS secara kreatif untuk mencampuri politik regional di Timur Tengah.

AS juga berharap untuk mengontrol Bab el-Mandeb di Teluk Aden dari dua sisi, yaitu Yaman dan Djibouti, yang pada akhirnya bisa mengontrol Somalia kembali. Dengan menciptakan insiden pembajakan ini, AS akan mendorong keluarnya Eropa dari kawasan perairan Somalia hingga Laut Merah sehingga kawasan tersebut dikuasai sepenuhnya oleh AS. Perlu diingat bahwa kawasan sensitif ini strategis dan penting secara ekonomi karena sepertiga dari minyak mentah dan juga sepuluh persen dari lalu lintas komoditas perdagangan dunia diangkut dengan kapal melintasi jalur laut ini.

Kedua, sikap AS terhadap isu pembajakan ini adalah membiarkannya, berbeda dengan Eropa yang memang telah banyak mengalami kerugian. AS menganggap pembajakan sebagai aksi kriminal dan bukan sebagai aksi teror yang memerlukan intervensi militer. Menurut AS, operasi militer terhadap Bajak Laut tidak efektif dan bahkan apabila seluruh negara bersatu, itupun tidak akan menghentikan pembajakan laut.

Sikap AS seperti ini juga mempengaruhi bonekanya di kawasan ini. Dalam pertemuan 5 negara Arab yang memiliki teritorial laut di Kairo pada tanggal 20 November 2008, Mesir berusaha membuat komunike yang intinya menyerukan untuk menghormati teritori darat dan laut Somalia selama berlangsungya operasi militer melawan pembajakan. Hal ini bertentangan dengan sikap Perancis yang mendukung operasi militer tanpa dibatasi garis internasional maupun pantai. Inilah sikap AS yang bertentangan dengan Eropa dalam menghadapi pembajakan. PM Perancis, Sarkozy menyatakan bahwa pembajakan adalah tindakan kriminal yang harus dibasmi dengan operasi militer yang komprehensif.

Ketiga, AS tidak menutup mata terhadap Djibouti dan terus berusaha untuk mempertahankan keberadaannnya disana. Namun, Perancis menganggap bahwa Djibouti adalah miliknya karena terletak secara strategis di kawasan ini dan berfungsi sebagai pangkalan militer Perancis terbesar di luar Perancis yang memiliki sekitar 2700 pasukan, yang siap dikirim kemanapun di jantung Afrika untuk melindungi kepentingan dan pengaruh Perancis.

Perancis menyadari rencana AS terhadap Djibouti dan membolehkan AS menggunakan barak tua miliknya Camp Lemonier dimana AS menempatkan sekitar 1000 pasukan di sana. Dengan sikap ini, Perancis berharap untuk membatasi keinginan AS untuk mengontrol Djibouti. Namun AS punya rencana lain. AS akan menambah jumlah pasukan hingga 2000 personel dengan dalih melawan terorisme, alasan yang sama ketika AS pertama kali minta ijin Perancis untuk menggunakan salah satu pangkalan militernya.

Harian Asharq Al Awsat pada tanggal 28 Oktoer 2008 mengutip kata-kata Menteri Pertahanan Perancis bahwa AS menggunakan pangkalan Perancis untuk melawan terorisme dan tidak akan berada disana selamanya. Ia juga menekankan bahwa keberadaan Perancislah yang akan berlangsung selamanya, bukan AS. Ini mengimplikasikan adanya keengganan Perancis untuk menarik diri disaat AS masih berusaha mengontrol Djibouti. Meksipun Menhan Perancis sudah menyatakan secara tidak langsung, perwira senior Perancis di koran yang sama mengatakan bahwa AS memang berkeinginan untuk berada di Afrika secara permanen dengan menempatkan pasukannya di Djibouti dan di tempat yang rawan konflik seperti Yemen, Somalia, dan bahkan Sudan.

Juga bagian dari Agenda AS adalah membuat pangkalan militer permanen di Aden seperti Inggris sehingga AS bisa melakukan operasi dalam mempengaruhi Yaman. Itu sebabnya Yaman tidak menyukai perkembangan akhir-akhir ini. Pada tanggal 18 November 2008, Yaman melaporkan pernyataan Dr. Abu Bakr al Qirbi, Menlu Yaman yang mengkhawatirkan keberadaan armada angkatan laut asing di Teluk Aden dengan dalih melawan teror. Menlu Yaman menganggap tindakan pengiriman armada angkatan laut oleh Barat adalah bentuk ancaman terhadap keamanan Arab dan usaha untuk menginternasionalkan Laut Merah.

Adalah bagian dari rencana AS terhadap Djibouti dan Aden sehingga AS mulai ‘menterror’ kapal-kapal Eropa sehingga Eropa akan terlibat dalam pemecahan masalah dan pelan-pelan mendorong Eropa keluar atau mengecilkan keberadaan mereka dari kawasan ini.

Maka kasus bajak laut ini terkait oleh dua poin, yaitu situasi internal Somalia, dan pengendalian Teluk Aden dan garis pantai Somalia. Perlu diingat bahwa AS membiarkan insiden pembajakan, meski kekuatan angkatan laut AS ada di sana, karena AS menfokuskan usaha untuk menguasai Tanduk Afrika. Di saat yang bersamaan Eropa terpanggil untuk mengamankan kepentingannya dari ancaman pembajakan, walau harus dengan kekuatan militer.

Kita berkesimpulan bahwa maraknya peristiwa pembajakan tidak lain adalah ulah AS itu sendiri.

Akhirnya, sangat menyakitkan bahwa Laut Merah dan pantai Somalia menjadi ajang perebutan negeri kufar kolonialis sementara negeri muslim sedang menderita. Pada saat yang sama, penguasa negeri muslim di kawasan Laut Merah dan Somalia pun bersimbah dengan darah warga Muslim dan menjadi boneka negara-negara kuffar dalam persaingan mereka untuk menguasai daratan, lautan, dan udara tanah muslim.

Benarlah bahwa para penguasa tersebut sama dengan makhluk buas dimana Rasulullah saaw mengatakan kebenaran ketika beliau memperingatkan:

«يأتي على الناس سنوات خداعاتوينطق في الناس الرويبضة قالوا وما الرويبضة يا رسول الله قال الرجل التافه يتكلم في أمر العامة»

Sabda Nabi saw., “Akan datang kepada kalian masa yang penuh dengan tipudaya; ketika orang-orang akan mempercayai kebohongan dan mendustakan kebenaran. Mereka mempercayai para pengkhianat dan tidak mempercayai para pembawa kebenaran. Pada masa itu, ruwaibidhah akan berbicara.” Mereka bertanya, “Apakah itu ruwaibidhah?” Rasulullah berkata, “Ruwaibidhah adalah orang-orang bodoh (yang berbicara) tentang urusan umat.” (HR Ibnu Majalah dari Abu Hurairah ra.).

30 DhulQaidah, 1429 H

28 November, 2008 M

(sumber www.khilafah.com, translated by Rusydan)

7 comments

  1. mantabbbh analisisnya.

  2. Luar biasa. ini baru ulama yang faqih fiddin dan memiliki kesadaran politik yang sempurna. Saya siap mendukung deh jika Syeih Ato Abu Rushtoh jadi Khalifah. Oke banget gitu lho….

  3. perlu disosialisasikan lewat media cetak

  4. saat ni hanya hizbut tahrir yg berani menggungkap makar kaum kuffar dan kepongahan penguasa boneka.
    semoga, umat yg lain segera berani dan pede akan kemuslimannya.

  5. hebat analisinya ane harus bisa spt itu ..akur..akur deh

  6. Harun Abu Fauzan

    mau tanya ? apakah kalimat diatas-Amerika gagal di tahun 1933 yang dimaksud adalah kegagalan di tahun 1993, yang dikenal dengan peristiwa Blackhawk down ?

  7. Subhanalloh…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*