HTI Press, Sukabumi. Bertempat di Mesjid Al-Ikhlas Cikiray kota Sukabumi Ahad (16/3), acara Syiar Islam edisi ke-3 diselenggarakan oleh DPD II HTI Sukabumi. Mengambil tema Khilafah vs Demokrasi, peserta disuguhkan berbagai fakta bagaimana bobroknya sistem demokrasi baik secara normatif, empiris maupun historis oleh para pembicara.
Ust. Deni M. Danial M.M, ketua DPD II HTI kota Sukabumi, sebagai pembicara pertama memaparkan bagaimana kejamnya sistem pemerintahan demokrasi yang kini diadopsi oleh sebagian besar negeri muslim. Bahkan menurutnya, Demokrasi lebih kejam dibandingkan sistem pemerintahan otokrasi dan teokrasi “Jika otokrasi menindas rakyat atas nama raja, teokrasi menindas rakyat atas nama Tuhan maka demokrasi menindas rakyat atas nama rakyat itu sendiri, itulah kejamnya demokrasi”, katanya.
Tak hanya itu, Ia menambahkan bahwa Demokrasi sejak lahirnya sudah cacat, sehingga tidak layak untuk diterapkan umat Islam. Bahkan pihak Barat sendiri telah mengakui bagaimana demokrasi memang sifatnya menindas dan merusak. “Jika dari kalangan barat sendiri sudah mengakui kerusakan demokrasi, maka aneh jika umat islam kini malah mengagungkan demokrasi sebagai sistem terbaik”, tambahnya.
Sementara itu, Pembicara kedua Ustadz Mukhlis Ali menjelaskan, bahwa sekalipun orang yang terlibat dalam sistem demokrasi dianggap baik namun jika sistemnya demokrasi maka besar kemungkinan orang baik tersebut akan terbawa buruk karena sifat demokrasi itu sendiri yang buruk.
“Lihatlah banyak tokoh yang dianggap baik apakah dia ustadz atau berpendidikan tinggi kemudian masuk dalam sistem demokrasi malah terlibat korupsi. Maka tidak ada cara lain untuk mengembalikan kemuliaan umat Islam kecuali dengan tegaknya kembali Khilafah. Khilafah adalah sistem terbaik untuk umat Islam dan akan mampu membaikkan orang-orang di dalamnya” bebernya.
Para peserta juga antusias bertanya. Salah satu peserta bahkan mengungkapkan kesan baiknya terhadap acara tersebut,“Setelah ikut kajian ini ada pencerahan pada diri saya bahwa tidak hanya faktor orang yang menyebabkan negeri ini rusak tapi juga faktor sistem yaitu demokrasi”. (abud/MI Sukabumi)