Sebagai negara kapitalis sekuler, demokrasi merupakan instrumen utama dalam menjalankan aksi penjajahan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. “Maka wajib bagi Amerika Serikat untuk senantiasa mendorong negara-negara yang ada di dunia untuk menerapkan sistem demokrasi,” ungkap Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana seperti dilansir Media Umat Edisi 124: Demokrasi, Ekspor AS Paling Mematikan, Jum’at (21 Maret – 3 April).
Menurutnya, hal ini secara gambang diungkapkan oleh berbagai strategi nasional yang dimiliki Amerika Serikat seperti National Security Strategy, Mei 2010.
Amerika Serikat memiliki doktrin Manifest Destiny yang muncul pada tahun 1845 ketika Amerika Serikat dipimpin oleh Presiden James Polk. “Doktrin inilah yang menjadi akar semangat penguasaan wilayah dan penjajahan, bebernya.
Secara rutin Amerika Serikat mengeluarkan Democracy Index untuk mengukur kualitas demokrasi semua negara yang ada di dunia. Secara langsung, untuk mewujudkan hal ini maka setiap perwakilan Amerika Serikat di berbagai negara akan memantau perkembangan demokrasi di negara tersebut.
Tak jarang, duta besar atau staf diplomatiknya mengunjungi berbagai partai politik yang memiliki potensi memenangi pemilu di negara tersebut untuk memastikan bahwa yang mereka bawa tidak akan merugikan kepentingan Amerika Serikat di negara tersebut.
Seperti yang dilakukan Economic Officer Kedubes Amerika Serikat Phil Nervig yang mengunjungi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) NasDem Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Ketika Pemilu semakin dekat, John Kerry, Menlu AS pun mengunjungi Indonesia baru-baru ini selama tiga hari. Selain itu juga, First Secretary Kedutaan Besar Amerika Serikat Vanessa Guest mendatangi kantor Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah, Rabu malam, 26 Februari 2014. “Tentunya kunjungan ini juga dilakukan kepada partai-partai lain,” tutup Budi.[] Joko Prasetyo