Bagi para aktivis Islam di Inggris nama Moazzam Begg sudah tidak asing lagi. Mantan tahanan Guantanamo tersebut sangat aktif membongkar keterlibatan Inggris dalam rendesi (pemindahan tahanan ke negara yang memberlakukan penyiksaan.red).
Dalam berbagai kesempatan di bandara saat hendak terbang ke luar negeri—sebagai pembicara masalah terorisme dan rendesi—kerap dirinya diintimidasi dan diinterogasi oleh intelijen Inggris untuk memastikan dalam pembahasannya tidak menyebut-nyebut Inggris—negara yang mengklaim menjunjung tinggi HAM dan demokrasi itu—sebagai aktor rendesi.
Namun, yang membuat pemerintah Inggris benar-benar paranoid adalah hasil temuan Begg usai investigasi di Suriah yang menyebut Inggris dan Amerika terlibat penyiksaan para pejuang Islam di sana. Dalam berbagai kesempatan seminar, ia sampaikan temuan itu. Maka, pada Selasa, 25 Februari 2014 di rumahnya, atau dua bulan sekembalinya dari Suriah, Begg ditangkap aparat dengan delik terlibat tindak terorisme di luar negeri.
Tuduhan itu dinilai kaum Muslim Inggris sengaja dibuat-buat oleh pemerintah. Penahanan ini memicu protes Muslim Inggris pada Ahad 2 Maret 2014. Ratusan Muslim berunjuk rasa dengan tema “Apakah sebuah kejahatan, menentang ketidakadilan?” di depan kantor Kementerian Dalam Negeri di London.
Sama dengan Amerika
Ini adalah pertama kalinya bagi lelaki kelahiran 1968 di Birmingham, Inggris menghadapi tuduhan terlibat tindak teroris, meski pernah ditahan di kamp penjara AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
Selama tiga tahun, antara 2002 dan 2005, ia dipenjara dan disiksa di Bagram dan Guantanamo, setelah dirinya ditangkap oleh dinas rahasia di Pakistan dan diserahkan kepada Amerika di Afghanistan.
Selama berada di penjara Bagram, Begg berulangkali ditekan inlelijen militer CIA dan Amerika untuk bekerja sama. Bila tidak, dirinya akan dikirim ke penjara yang lebih mengerikan di Mesir atau Suriah.
Di tempat yang sama, Begg ditemui pula oleh agen intelijen Inggris M15 dan M16. Ia pun mengadukan perlakuan agen Amerika itu, namun betapa terkejutnya Begg ketika mendengar jawaban dari agen Inggris. “Tanggapan mereka adalah bahwa saya harus bekerja sama dengan rekan-rekan mereka di AS,” ungkapnya yang menyimpulkan ternyata Inggris sama saja dengan Amerika.
Ketika Begg kembali ke Inggris bersama dengan tiga warga negara Inggris lainnya, ia menerima surat dari Kementerian Dalam Negeri yang mengatakan bahwa usaha dirinya untuk mengajukan permohonan paspor telah dibatasi di bawah kekuasaan Royal Prerogative.
Setelah kembali dari tiga tahun berpisah dengan orang-orang yang dicintai, dan menghabiskan sebagian besar waktu di sel isolasi dan setelah mengalami penderitaan atas pelanggaran HAM yang menjadi hal yang biasa terjadi, ia tidak segera menentang keputusan itu.
“Sebaliknya, saya mencoba membangun kembali hubungan saya yang hilang dengan keluarga yang merasa trauma, termasuk seorang anak laki-laki saya yang belum pernah saya lihat,” ungkap ayah dari empat anak ini.
Inggris Terlibat Penyiksaan
Namun, karena menjadi bagian dari pekerjaannya di CagePrisoners, Begg segera mulai berkampanye untuk pembebasan para tahanan yang ditahan di Guantanamo dan tempat penahan rahasia lainnya atau yang menghilang setelah mereka diserahkan kepada negara-negara seperti Libya, Mesir, dan Suriah.
Begg dan lembaganya melakukan berbagai penyelidikan terhadap banyaknya laporan yang berulang tentang penyiksaan ekstrim yang dilakukan oleh rezim Suriah dan menemukan keterlibatan pemerintah AS, Kanada, Prancis, Swedia, Jerman, Denmark dan Inggris.
“Saya juga terus-menerus diundang untuk berbicara di seluruh dunia tentang isu-isu yang berkaitan dengan Guantanamo, penyiksaan, aturan hukum dan teror dalam perang. Dengan demikian, tahun 2009 saya mendapatkan tantangan yang sukses untuk mendapatkan kembali paspor saya,” ujarnya.
Meski ia menyanggupi hadir dalam setiap seminar yang diselenggarakan di luar negeri, namun pada praktiknya tak jarang dirinya batal berangkat lantaran di bandara Inggris mendapatkan intimidasi dan interograsi di bawah Bab 7 UU Terorisme tahun 2000.
Hal ini terjadi bahkan pada saat kunjungan ke Brussels, saat dirinya diundang untuk berbicara di Parlemen Eropa oleh para anggota parlemen Inggris serta perjalanan ke Malaysia—negara boneka Inggris. “Seringkali polisi Inggris menginterogasi saya apakah saya pergi ke tempat-tempat itu untuk mengklaim keterlibatan Inggris dalam penyiksaan?” ujarnya.
Mengunjungi Suriah
Setelah Arab Spring, ia bisa melakukan beberapa kunjungan ke dunia Arab dan menindaklanjuti kasus-kasus rendisi, termasuk kasus yang mengejutkan dari seorang pria yang disiksa karena kesaksian palsu yang digunakan sebagai pembenaran oleh AS dan Inggris untuk menyerang Irak.
Pada Juli 2012, Begg mengunjungi Suriah dan bertemu dengan banyak mantan tahanan yang ditahan oleh rezim Assad serta beberapa korban rendisi AS dan Inggris. Salah seorang dari mereka, seorang Libya yang tinggal di Suriah. Ia diserahkan kepada pemerintah Libya setelah teleponnya dengan seorang pembangkang Libya-Inggris disadap oleh MI5 dan isinya diperlihatkan kepada mukhabarat (badan intelijen) rezim Bashar Assad di Suriah.
Dokumen-dokumen itu ditemukan di markas Mukhabarat Gaddafi setelah jatuhnya Tripoli yang jelas membuktikan keterlibatan Inggris. Ia pun mempublikasikannya dalam sebuah artikel yang dimuat situs CagePrisoners www.cageuk.com.
Usai membaca tulisan itu, tepatnya pada Oktober 2012, seorang perwira M15 memanggil Begg dan menginterogasinya. “Saya mengatakan kepada mereka (M15, red) bahwa mereka harus sadar bahwa saya sedang menyelidiki beberapa hal yang menjurus keterlibatan Inggris dan Amerika dalam rendisi dan penyiksaan di Suriah,” ujar Begg.
Setelah diyakinkan bahwa warga Inggris yang ke Suriah itu tidak akan menjadi ancaman nasional Inggris, maka M15 menyatakan Begg diizinkan untuk kembali ke Suriah meneruskan kembali tugasnya sebagai advokat korban rendesi. Selanjutnya, ia melakukan perjalanan ke Suriah tanpa insiden.
Akhir 2013, Begg kembali ke rumah tanpa halangan. Namun, pada saat akan terbang ke Turki –untuk menghadiri konferensi yang membahas pemenjaraan massal dan penyiksaan yang terjadi di Mesir setelah kudeta—ia ditangkap dan diinterogasi polisi dengan dalih Bagian 7 UU Terorisme.
Polisi Inggris mengatakan bahwa Begg mungkin akan pergi ke Suriah, meskipun Begg menunjukkan kepada mereka rincian jadwal penerbangan dan kembali pada akhir pekan berikutnya. Mereka membuat Begg ketinggalan pesawat sehingga tidak bisa menghadiri konferensi.
Penangkapan kembali terjadi usai perjalanan ke Afrika Selatan—untuk berbicara panjang lebar tentang keterlibatan pemerintah Inggris dalam rendisi dan penyiksaan—di Bandara Heathrow Inggris. Paspornya ditahan dengan dalih Royal Prerogative lantaran Begg dianggap ketika di Suriah terlibat dalam tindak terorisme.
“Saya yakin bahwa satu-satunya alasan saya terus-menerus diganggu—suatu hal yang telah terjadi jauh sebelum tiap kunjungan saya ke Suriah – adalah karena CagePrisoners dan saya berada di garis depan penyelidikan dan pernyataan-pernyataan yang berdasarkan bukti kuat bahwa pemerintah Inggris, baik dulu maupun sekarang, telah sengaja terlibat dalam penyiksaan,” ungkapnya dalam memoarnya yang diunggah www.cageuk.com.
Beberapa pekan kemudian, Begg bersama tiga warga Inggris lainnya yang pernah ke Suriah dijebloskan ke penjara oleh pemerintah yang mengklaim sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi HAM.[] joko prasetyo dari berbagai sumber