HTI Press. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Malang ungkap kedzaliman seputar Jaminan Kesehatan Nasional, Senin (31/3) di ruang rapat redaksi Harian Surya Biro Malang.
Pertama, pemerintah menipu rakyat dengan istilah jaminan sosial. “Padahal sebenarnya adalah asuransi sosial,” ungkap Ketua HTI Malang Muhammad Abdurrahim.
Kedua, menyulap hak rakyat atas akses layanan publik di bidang kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Buktinya, rakyat diwajibkan membayar premi asuransi kesehatan.
Padahal, lanjut Abdurrahim, layanan kesehatan yang memadai adalah hak mutlak bagi rakyat yang dananya dapat diperoleh dari aset-aset rakyat berupa pertambangan yang sekarang banyak dikuasai oleh asing.
Ketiga, sanksi berupa denda, teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu bagi yang tidak ikut JKN seperti yang ditulis Pasal 17 ayat 2 UU BPJS.
Keempat, memberikan peluang untuk mangkir kepada Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Hal itu tersirat dalam Pasal 47 UU BPJS. Pasal tersebut menyebut BPJS tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan mengenai kepailitan.
Menurut delegasi, ini memberikan peluang besar bagi BPJS untuk mangkir dari kewajibannya membayar klaim nasabahnya. BPJS juga bisa menghindar atas kewajibannya membayar utang-utangnya kepada nasabah atau pihak ketiga. “Lucu, rakyat telat bayar bisa kena denda sedangkan bila BPJS mangkir dari kewajiban tidak dapat dipailitkan,” kritik Abdurrahim.
Kelima, UU BPJS juga menyimpan potensi merugikan rakyat dengan adanya bailout BPJS manakala merugi dalam berinvestasi sebab dalam pasal 11 ayat b tertulis BPJS berwenang untuk menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang.
“Investasi dalam bentuk surat berharga rentan terimbas krisis seperti yang terjadi di Eropa sekarang dan di dalam negeri ada juga perusahaan asuransi yang mati suri contohnya perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya,” ungkapnya.
Setelah menyimak pemaparan delegasi, staf redaksi Harian Surya Eko Supriyanto bertanya tentang cara HTI menerapkan syariah di tengah-tengah pengusaha besar non Muslim yang menguasai berbagai sektor usaha.
“Apakah mereka yang pengusaha-pengusaha non Muslim mau dengan syariah?” tanyanya. Pertanyaan ini dijawab oleh delegasi dengan menunjukkan bahwa perjuangan HTI domainnya mengusung syariah yang bersifat universal semisal syariah pengelolaan BBM.
Tentu bila menggunakan syariah, BBM bisa dijual sangat murah. “Pengusaha non Muslim akan ikut merasakan manfaatnya begitu pula dalam jaminan sosial. Jaminan sosial dalam syariah Islam benar-benar menjadi tanggung jawab negara sehingga pengusaha non Muslim tidak dibebani membiayai atau menarik premi dari para karyawan yang mereka perkerjakan,” tegas Abdurrahim.
Ia juga menyatakan jaminan kesehatan untuk rakyat dalam negara khilafah berlaku sama tidak dibedakan antara Muslim dan non Muslim. “Juga tidak mengenal kelas I, kelas II dan kelas III dalam pelayanan kesehatannya apalagi mewajibkan membayar premi,” pungkasnya. [] Warih Sutaryono/Joy
Terkutuklah yang merancang UU, melegalkan, memaksakan UU dzalim ini kepada ummat. Dosa sepenuh bumi dan langit karena kufur atas kesyirikan menandingi Alloh SWT dengan membuat hukum untuk mengatur manusia lain. Hentikanlah !