Memformat ulang karakter masyarakat dan memberikan sanksi yang setimpal, menurut pengamat sosial Iwan Januar, merupakan dua cara yang dapat dilakukan untuk menekan angka kekerasan di negeri yang mayoritas berpenduduk muslim ini.
“Memformat ulang karakter masyarakat sehingga memiliki pribadi yang sabar dan panjang akal, tak gampang marah,” ungkapnya menyebutkan cara yang pertama kepada mediaumat.com, Jum’at (2/4) melalui surat elektronik.
Untuk itu, lanjut Iwan, harus dilandaskan kepada akidah Islam atau keimanan. Format masyarakat sekarang adalah masyarakat liberal dengan prinsip survival of the fittest atau the might is right. Kekuatan menjadi ukuran kebenaran. Orang tak lagi berpikir jangka panjang akan ancaman kekerasan pada masyarakat.
Sementara Islam mengajarkan agar orang bertindak sesuai dengan hukum syara’. Marah pun harus sesuai dengan hukum syara’. Ada amarah yang boleh dilepaskan seperti menghukum anak atau istri yang berbuat maksiat, marah kepada pelaku kemungkaran, dsb. Tapi ada juga amarah yang wajib untuk ditahan. “Islam mengajarkan bahwa bersabar dalam menahan amarah akan menciptakan ketentraman di masyarakat dan menuai kemenangan di sisi Allah kelak,” jelasnya.
Kedua, memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan yang setimpal. Dalam sistem hukum sekarang sanksi yang ada tidak preventif. Karena tidak memberikan efek jera, tidak menakutkan. Perlu ada sanksi yang layak ditakuti. Itu hanya ada dalam sistem pidana Islam. “Ada sanksi qishash bagi pelaku pembunuhan dan penganiayaan, juga ada denda (diyat) yang besar nilainya bagi pelaku kekerasan,” bebernya.
Mengingat kekerasan yang sudah menjalar ke berbagai lapisan, sudah mendesak untuk melakukan perubahan secara masif di tengah masyarakat, menurut Iwan, bangsa ini membutuhkan perubahan peradaban karena keadaan sekarang amat jauh dari peradaban kalaulah tidak dikatakan biadab.
“Satu-satunya pilihan peradaban yang terbaik dan manusiawi hanyalah Islam. Sejarah sudah membuktikannya,” pungkasnya. (mediaumat.com, 2/5/2014)