Rincian yang muncul pada tangga 6 Mei bahwa lebih banyak lagi anak perempuan yang telah diculik di Wilayah Borno Nigeria sehingga menambah jumlah anak perempuan yang diculik menjadi lebih dari 250 gadis dari sebuah sekolah di Chibok di daerah yang sama hampir sebulan lalu. Sebagian kaum sekularis telah mengeksploitasi kejadian memalukan ini yang bertentangan Islam untuk meniru pengkaitan yang sering diulang-ulang antara penerapan Shariah dan kurangnya pendidikan bagi kaum perempuan. Pada tanggal 2 Mei, Koran Guardian Inggris memuat artikel berjudul, “Gadis Nigeria Yang Diculik Menunjukkan Bahwa Kaum Konservatif Agama Membenci Pendidikan”, di mana sang wartawannya menulis, “bagi banyak gadis di seluruh dunia, masuk ke pintu sekolah bukanlah hal yang benar atau suatu asumsi : ini adalah kemenangan atas kaum fanatik konservatif”. Penulis itu melanjutkan dengan mengatakan, “Di permukaan, penculikan ini mengikuti tema yang telah kita lihat di seluruh dunia : kaum ekstremis agama tidak ingin melihat gadis-gadis untuk mendapatkan pendidikan yang akan memungkinkan mereka memasuki dunia kerja karena mereka benar memahami bahwa pendidikan menjadikan gadis-gadis itu berada di jalan menuju kemandirian ekonomi dan kemandirian diri”
Komentar :
Kaum Sekularis tersebut tampaknya telah nyaman dengan mengabaikan fakta-fakta bahwa adalah rezim sekuler dan rezim non – Islam di dunia Muslim yang telah gagal memberikan pendidikan yang memadai bagi jutaan gadis-gadis mereka. Nigeria sebagai contoh – sebuah negara kapitalis sekuler – dan ekonomi terbesar di Afrika, hanya menghabiskan 1,5 % dari PDB-nya untuk dunia pendidikan, suatu hal yang dengan mencerminkan kurang pentingnya nilai pendidikan bagi warganya, kenyataan itu tercermin di negara-negara sekuler di seluruh wilayah itu. Karena itu, tidaklah mengherankan di Nigeria terdapat 10,5 juta anak-anak yang tidak bersekolah (termasuk 6 juta anak perempuan) menurut David Archer of Action Aid. Selain itu, lebih dari dua pertiga kaum perempuan yang berusia 15-19 di utara Nigeria tidak dapat membaca dan hanya 3 % yang menyelesaikan sekolah menengah.
Kaum sekularis tersebut tampaknya juga mengabaikan dampak yang merusak dari kebijakan luar negeri pemerintahan sekuler ala Barat mereka sendiri yang tidak hanya merampok para gadis di dunia Muslim dari dunia pendidikan, tetapi juga kehidupan mereka. Perang melawan teror dan pendudukan Afghanistan sebagai contoh telah menewaskan ribuan kaum perempuan dan anak perempuan selama bertahun-tahun dan mengakibatkan iklim yang tidak aman, pelanggaran hukum, dan ketidakstabilan di Afghanistan dan Pakistan. Semua ini telah mencegah anak perempuan bersekolah karena takut atas hidup dan martabat mereka. Selain itu, utang yang besar yang dialami negara-negara berkembang karena bunga pinjaman yang berat dari badan-badan sekuler seperti IMF atau Bank Dunia, yang disertai dengan resep kebijakan ekonomi mereka yang beracun yang diberlakukan terhadap negara-negara yang telah membuat banyak pemerintah menghabiskan lebih pada pembayaran ulang hutang daripada pelayanan publik seperti pendidikan. IMF bahkan telah menekan negara-negara Afrika tertentu yang miskin seperti Malawi dan Mozambik untuk membekukan upah dan rekrutmen para guru untuk mengekang pengeluaran publik mereka.
Dan kaum sekuler itu, dengan ciri gaya kaum orientalis, mendukung gagasan Eurocentric bahwa menentang pendidikan Barat di negeri-negeri Muslim (yang digunakan untuk mengimpor budaya liberal ke sekolah-sekolah di wilayah itu) sama dengan penolakan pendidikan per sé untuk anak perempuan dan anak-anak. Namun, mereka harus ingat bahwa sementara kaum perempuan berada di bawah sistem sekuler Barat yang secara historis berjuang untuk mengamankan hak-hak dasar pendidikan, termasuk akses ke perguruan tinggi, Islam telah memberikan hak pendidikan sama pentingnya bagi kaum pria dan wanita ribuan tahun yang lalu. Inilah sebabnya mengapa kaum wanita di bawah penerapan Syariah dalam zaman Khilafah tidak hanya mendapatkan pendidikan di masjid-masjid paling bergengsi, akademi-akademi, dan universitas-universitas negara, melainkan mengajarkan mereka dan bahkan mengajarkan para pendiri mereka. Perguruan tinggi seperti Madrasah Saqlatuniya di Kairo didanai dan dikelola sepenuhnya oleh kaum perempuan; Fatima Al – Fihri didirikan pada tahun 859 di Qarawayyin, Maroko dan dianggap sebagai universitan yang memberikan gelar tertua di dunia; Universitas Al – Azhar di Kairo memberikan akses kepada mahasiswi dan dosen berabad-abad sebelum lembaga akademis di Barat melakukan hal yang sama. Sejarah Khilafah dibanjiri oleh banyaknya contoh dari ribuan ulama perempuan dalam Ilmu Agama Islam dan mata pelajaran lain seperti teknik, matematika, kedokteran, astronomi, dan kaligrafi. Rumah sakit-rumah sakit di zaman Khilafah juga dianggap di antara yang pertama yang mempekerjakan dokter perempuan, dimana yang paling terkenal di antaranya adalah dari keluarga Bani Zuhr pada abad ke-12 di zaman Khilifah Abu Yusuf Yaqub al- Mansur .
Aspirasi pendidikan perempuan di dunia Muslim terjamin dengan menjadikan Islam satu-satunya dasar negara. Ini adalah sebuah negara yang diperintah oleh Shariah yang tidak merangkul basis-basis pendidikan kapitalis Barat yang cacat yang memandang tujuan mendidik anak perempuan hanya untuk mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia kerja, dengan melihat mereka sebagai alat untuk memberi makan perekonomian. Ini adalah pandangan yang disengaja yang mengarah kepada rezim kapitalis yang gagal untuk berinvestasi dalam pendidikan anak perempuan jika mereka tidak melihat manfaat ekonomi bagi negara yang muncul darinya. Shariah dengan kontras memandang penyediaan pendidikan sebagai hak dasar setiap anak gadis dan anak laki-laki yang memberikan pemenuhan diri kepada individu, yang harus memberikan mereka cinta untuk memperoleh pengetahuan, dan memungkinkan mereka untuk menjadi kepribadian yang mewujudkan Islam. Shariah memandang pendidikan sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat agar mereka berfungsi secara efektif sebagai warga negara, memahami solusi Islam terhadap masalah-masalah hidup dan memberikan kontribusi bagi kemajuan masyarakat dan peningkatan kehidupan manusia. Oleh karena bukanlah mereka yang menyokong pemerintahan dengan Syariah di bawah Khilafah yang merupakan ancaman bagi mimpi pendidikan anak perempuan di dunia Muslim, melainkan orang-orang yang memperdebatkan untuk mempertahankan status quo sekuler dan sistim non -Islam di wilayah ini dan kebutuhan Barat untuk terus campur tangan dalam urusan tersebut.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir Oleh
Dr Nazreen Nawaz
Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir