Dunia Internasional Meragukan Pemilu Mesir Yang Kontroversial

pemilu-mesirOleh Samira Shackle

Pada tanggal 26 dan 27 Mei, rakyat Mesir akan pergi ke tempat pemungutan suara untuk memilih dalam pemilihan presiden yang kontroversial. Hanya ada dua kandidat : mantan perwira militer Abdel Fatah Al – Sisi dan kandidat liberal underdog, Hamdeen Sabahi.

Al – Sisi, yang meninggalkan jabatannya sebagai KASAB pada bulan Maret agar bisa ikut mencalonkan diri sebagai calon sipil, melakukan kudeta yang menggulingkan Mohamed Mursi pada bulan Juli 2013. Dia secara resmi didukung oleh tentara dan secara luas diperkirakan akan mengalahkan saingannya. Sementara sebagian besar penduduk benar-benar antusias dan mendukung calon presiden, namunada kekhawatiran akan pembatasan lingkungan politik di mana pemilu ini sedang berlangsung.

Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam asal Mursi, telah dilarang dan dinyatakan sebagai kelompok teroris. Ratusan pendukungnya telah tewas, ditangkap, atau dihukum mati. Dan tindakan keras tidak terbatas hanya kepada kelompok Islam. Para pemrotes dari kelompok sekuler, termasuk banyak dari mereka yang terlibat dalam demonstrasi massa yang menyebabkan turunnya Morsi, juga telah ditangkap dan ditahan. Kebebasan media juga telah dibatasi secara ketat, dimana lebih dari 20 wartawan Al Jazeera saat ini diadili dengan tuduhan yang mencakup mulai dari memperburuk reputasi Mesir hingga mendukung terorisme.

Pukulan lebih lanjut atas kredibilitas pemilu ini datang dari berita bahwa berbagai badan pengawasan internasional menimbang kembali operasi mereka selama periode pemilu atau – dalam beberapa kasus – tidak akan hadir sama sekali. Salah satu contohnya adalah Carter Centre yang berbasis di AS, yang mengamati pemilu parlemen tahun 2011 dan tahun 2012 di Mesir. Pekan lalu, mereka mengumumkan akan mengerahkan misi pakar kecil yang berfokus pada konteks hukum dan politik yang lebih luas daripada mencoba mengamati prosedur aktual pada hari pemungutan suara. Dalam sebuah pernyataan, lembaga itu menyatakan keprihatinannya atas “konteks politik dan hukum yang ketat yang mengelilingi proses pemilihan Mesir”, dengan mengutip kurangnya “lingkungan kampanye yang benar-benar kompetitif ” dan polarisasi politik yang menghambat transisi menuju demokrasi.

Yang mungkin merupakan pukulan terbesar bagi kredibilitas pemilu ini adalah bahwa baru-baru disarankan bahwa Uni Eropa akan mengikutinya dengan tidak mengirimkan tim pemantau penuh. Selama akhir pekan, koran Belgia, Le Soir melaporkan bahwa para pejabat di Brussels mengatakan bahwa situasi HAM di Mesir “tidak sejalan dengan kriteria minimum yang dapat diterima” untuk dilakukan pemilihan umum”. Koran itu mengutip sebuah laporan rahasia Uni Eropa yang memperingatkan : “Mengerahkan seorang misi pengamat Uni Eropa akan mempertanyakan kredibilitas misi Uni Eropa di masa depan dan peran misi ini di kawasan itu dan di tempat lain.” Hal ini kemudian secara luas dilaporkan bahwa misi pengamat Uni Eropa yang lama direncanakan yang terdiri dari 140 anggota akan dibatalkan karena kesulitan membawa peralatan komunikasi vital dan peralatan keamanan ke negara itu .

Hari ini,terlihat sesuatu yang merupakan kebalikannya, dimana Mario David, anggota Parlemen Eropa dan kepala pengamat, mengumumkan bahwa misi akan tetap pergi ke sana. Hal ini mengingat fakta walaupun para pengamat belum dikerahkan di seluruh negeri sebelum waktunya, seperti yang telah direncanakan. Sambi menyangkal bahwa Mesir telah menghambat misi itu melanjutkan rencanya, dia berkata : “Berkat upaya bersama dan keterlibatan konstruktif dari pemerintah Mesir, saya senang mengumumkan bahwa [misi pengamat] mampu terus mengawasi pemilihan presiden di Mesir seluas mungkin di seluruh negeri.”

Ini akan menjadi hal yang menguntungkan bagi pihak berwenang Mesir, yang ingin menggunakan pemilu ini untuk mengakhiri isolasi internasional negara saat ini dan menunjukkan bahwa Mesir berada di jalan kembali kepada demokrasi. Sesuai dengan tujuannya, para pejabat pemerintahan transisi – yang diangkat oleh Al – Sisi – memiliki lisensi atas 79 organisasi dalam negeri dan 5 organisasi internasional untuk memantau suara. Tapi banyak dari kelompok ini – yang meliputi Carter Center dan Transparency International – terus meragukan konteks dimana pemilu ini berlangsung.
Keputusan Uni Eropa untuk tetap melanjutkan rencanya dengan misi pemantauan akan mengecewakan para pembangkang Mesir. Banyak lawan-lawan Al – Sisi, termasuk anggota Gerakan 6 April yang memimpin revolusi 2011 yang menggulingkan Hosni Mubarak, telah menekan para diplomat Eropa untuk membatalkan misi pemantauan ini. Hal karena kehadiran Uni Eropa akan memberikan kredibilitas internasional bagi lingkungan politik yang terpolarisasi dan represif di Mesir – yang, tentu saja, merupakan hal yang diinginkan pemerintah.

Pemungutan suara minggu depan akan tetap dilakukan apakah pengamat internasional akan datang atau atau tidak. Tetapi masih tetap ada pertanyaan tentang bagaimana demokrasi dapat tetap ada saat para pembangkang secara rutin ditangkap dan dilecehkan. (middleeastmonitor.com, 19/5/2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*