Surat kabar Irak al-Masyriq, edisi Ahad 18/5/2014 mempublikasikan berita berjudul: “Teheran memediasi untuk menenangkan para pesaing Syiah”. Dalam berita itu disebutkan “sebuah sumber di Aliansi Nasional menegaskan bahwa Iran sedang mempertimbangkan untuk melakukan rekonsiliasi sejati antara al-Maliki dan saingannya dari kekuatan Syiah lainnya, dalam rangka untuk mengatasi masalah pembentukan pemerintah—baru—berdasarkan massa yang lebih besar dari Aliansi Nasional, daripada perginya setengah Syiah ke peta nasional!”
Disebutkan bahwa “pertemuan akan diadakan di Teheran dengan dihadiri oleh semua pihak, dimana dalam pertemuan itu kepemimpinan Iran akan melakukan tekanan yang nyata pada kedua sisi: al-Maliki dan saingannya (al-Hakim) dan (al-Shadar) yang menentang Maliki kembali memimpin pemerintahan untuk masa jabatan ketiga. Sebab Iran takut akan perpecahan pada Aliansi Nasional, jika runtuhnya dinding kesatuan internal yang terjadi tidak segera dihentikan. Mengingat, apabila aliansi ini berakhir, maka itu berarti akhir dari kekuatan Syiah yang membentuk parlemen dan pemerintah. Dan Teheran sangat tidak diinginkan bahwa itu terjadi pada Syiah Irak sekarang, dalam konstitusi dan kekuatan lainnya.”
*** *** ***
Iran tidak menyembunyikan perhatiannya yang berlebihan terhadap Irak dengan dalih menyatukan “kepentingan bersama” di antara mereka. Bahkan Iran menjadi penguasa de facto di Irak setelah pendudukan Irak. Sehingga ada yang mengatakan bahwa Amerika memberikan Irak pada Iran “di atas piring dari emas”. Sebelumnya, mantan presiden Iran (Ahmadinejad) menawarkan pelayanannya untuk mengisi kekosongan setelah penarikan pasukan kaum kafir, dan hampir tidak terputus kunjungan antara kedua belah pihak untuk meyakinkan tetangga (negeri-negeri Islam) bahwa itu dilakukan untuk kepentingan rakyat Irak yang menderita akibat para penguasanya dan mereka yang menisbatkan diri—dengan zalim dan palsu—pada ilmu syariah melalui simbol-simbol “referensi agama” pada semua pihak.
Orang yang mencermati urusan politik di kawasan Timur Tengah dapat meletakkan tangan pada satu paket penyebab di balik intervensi terang-terangan yang membuat Irak menjadi wilayah atau provinsi bagi Iran. Sehingga Iran dapat berbuat sekehendaknya, dan tidak seorang pun yang bisa menolaknya. Itulah garis merah. Dan di antara sebabnya adalah:
Pertama, menjamin bahwa pengelolaan urusan Irak sesuai dengan kebijakan Amerika yang tercermin pada konstitusi Yahudi (Noah Feldman), dan kesepakatan kerangka kerja strategis (Strategic Framework Agreement) yang memperketat cengkeramannya pada semua aspek, politik, ekonomi, pemikiran dan budaya … dengan mempertahankan loyalitas para politisi baru pada Amerika yang mencetak mereka dan mengharuskan mereka menjadi penguasa sepanjang hidup di bawah slogan “demokrasi” palsu dan “peralihan damai” yang diklaim pemerintah.
Kedua, agar Irak tetap—meski untuk saat ini—menjadi pihak yang membantu rezim kriminal Basyar melalui wilayahnya, dengan bantuan ekonomi dan militer yang diberikan Irak dan Iran, dengan harapan rezim kriminal tetap bertahan atau menunda kejatuhannya. Sebab Basyar dan ayahnya yang telah dikubur itu adalah pemimpin yang melayani kepentingan Amerika, dan penjaga keamanan Yahudi.
Ketiga, melanjutkan percepatan laju penghancuran Irak dengan memecah kesatuan wilayahnya melalui “regionalisasi”, menghancurkan infrastrukturnya, dan merobohkan perekonomiannya dengan mencuri minyaknya yang dikendalikan Iran dan dengan sepengetahuan Amerika, merekayasa terbakarnya pusat-pusat perdagangan dan ekonomi, bahkan membakar kebun-kebun yang produktif sejak puluhan tahun, membiarkan pabrik-pabriknya yang tidak berproduksi sejak pendudukan, serta memenjarakan dan membunuh para generasi Irak atas dorongan kebencian sektarian dengan dalih memerangi terorisme, atau dengan mengirim kekuatan milisi bersenjata Iran, dan dengan penjagaan pasukan keamanannya. Semua itu dilakukan agar Irak tetap menjadi negara gagal, yang hanya melayani untuk tujuan busuk negara-negara kafir Barat.
Begitulah, bahwa kaum Muslim di Irak dan negeri-negeri Muslim lainnya, tidak akan pernah sembuh dari lukanya hingga mereka menyadari besarnya kejahatan berhukum dengan sistem buatan manusia yang banyak kekurangan dan ketidakadilannya. Bahkan itu yang menjadi penyebab kesengsaraan mereka. Untuk itu singkirkan dari mereka debu kegelapan dan kemalasan, tempatkan ideologi kufur dan sistemnya di bawah kaki mereka, dan jangan biarkan mereka beraspirasi dengan angan-angan kosong, sehingga mereka akan bangkit dengan berserah diri kepada Tuhan mereka, Allah SWT, dan dengan mengembang agama mereka, Islam sebagai ideologi dan konstitusi, serta landasan pemikiran dalam semua urusan mereka, juga berjuang bersama dengan para pejuang yang mukhlis—insya Allah—untuk merealisasikan pengabdian yang sebenarnya hanya kepada Tuhan mereka saja, memulai kembali kehidupan Islam dengan mendirikan negara mereka yang merupakan rahasia kemuliaan dan kekuatannya, yaitu negara Khilafah Rasyidah kedua yang tegak di atas cara kenabian yang diberkati, untuk menegakkan qishash (hukuman yang setimpal) terhadap para musuhnya, dan membawa penduduk bumi keluar dari kegelapan ideologi jahiliyah menuju cahaya syariah yang memberikan kedamaian dan kasih sayang. Sehingga mereka diridhai oleh penduduk langit dan bumi.
﴿وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ * بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ﴾
“Dan di hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Penyayang.” (QS. Ar-Rum [30] : 4-5). [Abu Zaid]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 22/05/2014.