68 Kota lain di Indonesia Gelar Acara Konferensi Islam dan Peradaban
HTI Press, Medan. Pekik takbir menggema di Gedung Selecta Medan. Ribuan bendera Islam berwarna putih (al liwa) dan hitam (ar rayah) terus berkibar menyemarakkan acara Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) yang digagas Hizbut Tahrir Indonesia wilayah Sumatera Utara.
Lebih dari 2.000 orang yang terdiri dari para alim ulama, tokoh serta masyarakat, khidmat mendengarkan orasi para pembicara yang diselingi dengan tayangan film dakwah. Pada kesempatan lain, panitia memunculkan tayangan tentang penderitaan umat Islam di seluruh penjuru dunia yang terzalimi tidak hanya oleh kalangan musuh Islam tetapi juga oleh penguasa yang notabene beragama Islam tetapi menjadi antek-antek kapitalis.
“Penerapan demokrasi dan sistem ekonomi liberal nyata-nyata menjadi penyebab rusaknya negeri-negeri muslim. Maka saatnya Khilafah menggantikan sistem kufur,” ucap pemandu acara itu “membakar” semangat peserta, Minggu (1/6) di Balroom Selecta Jl Listrik Medan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HTI Sumut, Irwan Said Batubara dalam sambutannya mengatakan, meski Indonesia adalah negeri yang kuat dan kaya akan sumber daya alam, namun setelah berhasil melepaskan diri dari penjajahan Belanda pada tahun 1945, justru Indonesia tidak pernah berhasil meraih kemandirian, kebebasan dan kemerdekaan yang hakiki. “Sekalipun secara fisik tidak lagi terjajah namun secara politik, ekonomi dan kebudayaan , kita semua masih belum bebas sepenuhnya dari dominasi negara-negara Barat Imperialis,” ucapnya.
Hadir pada acara itu, Wakil Gubernur Sumatera Utara, HT. Erry Nuradi, Ketua Pengadilan Agama Sumut H. Sofyan , perwakilan Ormas Islam , pimpinan pondok pesantren, sejumlah pengusaha dan tokoh masyarakat di Sumatera Utara.
Hizbut Tahrir di Indonesia, paparnya, sudah sejak awal, di tahun 80 an menjelaskan bahwa penjajahan masih terjadi di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia. Suatu pandangan yang terasa sulit diterima ketika itu, mengingat sebagian besar rakyat Indonesia memahami bahwa Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945, demikianlah isi kepala rakyat Indonesia di masa orde baru.
Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia, bisa dikatakan saat ini bahwa fakta Indonesia masih terjajah semakin jelas di mata rakyat. HTI pun pernah mengopinikan secara massif tentang penguasaan asing terhadap kekayaan alam Indonesia.
Bukti-bukti penguasaan kekayaan alam oleh asing sudah sangat kasat mata, namun penguasa di Indonesia bertingkah seperti layaknya kaki tangan mereka. Berdiri tegak hanya untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan asing tersebut sekalipun harus mengorbankan rakyat sendiri.
“Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari rezim penguasa, walaupun telah berganti berkali-kali namun sikap dan polah dari setiap rezim tidak ada yang berubah, menjual kekayaan alam Indonesia dan membiarkan penjajah asing menjarah sejengkal demi sejengkal tanah negeri ini,” ucap Irwan Said.
Kejahatan persekutuan penguasa dan pengusaha inilah yang disoroti dalam Konferensi Islam dan Peradaban 1435 H. Sebuah kejahatan yang teramat sangat besar karena korbannya adalah rakyat Indonesia, kejahatan itu bernama “Kejahatan Negara Korporasi”.
Kejahatan Negara Korporasi lahir karena dua kondisi yang pertama adalah karena sistem pemerintahannya demokrasi dan kedua karena sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem Ekonomi Liberal. “Keduanya adalah akar masalah yang menghancurkan negeri Indonesia tercinta,” ucap Irwan Said disambut teriakan penerapan syariat Islam.
Pembicara pertama pada acara itu, M. Fatih al Malawy menyebutkan demokrasi sejatinya adalah alat penjajahan. Itu terindikasi kuat dari pernyataan Presiden AS ketika itu, George W. Bush yang mengatakan “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”.
”Kesimpulannya, Demokrasi itu modalnya berasal dari korporasi, berkuasa bersama korporasi dan menghasilkan produk, UU, kebijakan untuk kepentingan korporasi,” ucap Fatih.
Dia mengibaratkan negara yang menganut sistem demokrasi itu ibarat sebuah pabrik minuman keras yang didalamnya banyak mengandung kemaksiatan. Seharusnya, katanya pabrik minuman keras itu ditutup diganti dengan pabrik susu yang memberi kemaslahatan, yakni mengubah sistem demokrasi menjadi sistem Islam.
Sementara pembicara kedua Musa Abdul Gani yang mengambil tema “Sistem Ekonomi Liberal, Sistem Rusak Menghasilkan Kerusakan dan Kesengsaraan”, memaparkan tentang peta pengelolaan kekayaan alam minyak dan gas serta batubara di Indonesia yang ternyata didominasi dan dikuasai perusahaan-perusahaan asing kapitalis.
“Ini adalah kejahatan terhadap rakyat Indonesia yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh Negara korporasi,” sebutnya. Ustadz itu juga mengkritisi tentang kebijakan pemerintah yang seakan lari dari tanggung jawabnya terhadap rakyat, antara lain kebijakan jaminan kesehatan nasional yang menyebabkan rakyat harus menanggung sendiri biaya kesehatannya.
Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Farid Wadjdi yang menjadi pembicara berikutnya mengajak seluruh umat untuk meninggalkan sistem kufur karena nyata-nyata telah menyebabkan kerusakan di muka bumi.
“Menegakkan Islam harus kaffah. Kita berhaji menggunakan cara Islam, kita shalat menurut Islam tetapi kita berpolitik tidak menurut Islam, berekonomi tidak menurut Islam. Ini tidak boleh, ini bertentangan dengan Islam,” paparnya.
Penegakan khilafah, katanya merupakan kewajiban dan tidak ada ikhtilaf dalam pelaksanaannya. Hal ini juga sudah menjadi kesepakatan para imam mazhab.
“Khilafah bukan mimpi, khilafah bukan utopis. Khilafah adalah janji Allah. Janji Allah adalah pasti. Jika kita meragukan tegaknya khilafah, maka keimanan kita jadi dipertanyakan,” ucapnya.
Dilaksanakan di 68 Kota Besar
Pelaksanaan Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) 1435 H ini dilaksanakan serentak di 68 Kota di Indonesia sejak tanggal 25 Mei hingga 1 Juni 2014. Antara lain, Banyumas, Bali, Tasikmalaya, Makassar, Cirebon, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor dan beberapa kota besar lainnya.
Humas HTI Sumut, Irwan Said mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian dan kontribusi HTI terhadapi negara muslim terbesar di dunia ini agar menjadi negara yang besar di bawah naungan keridhaan Allah SWT. []MI HTI Sumut