Bila dilihat dari sisi konteksnya, Revrisond Baswir menyatakan siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wapres pada pemilu 2014 akan terpasung. “Presiden dan wapres terpilih akan terpasung dengan hubungan-hubungan finansial para sponsornya,” ungkap pengamat ekonomi UGM tersebut seperti dilansir tabloid Media Umat Edisi 129: Prabowo atau Jokowi? Jum’at (6-19 Juni).
Secara konteks, kedua capres-cawapres itu merupakan produk dari pileg 9 April lalu. “Semua orang mengakui pileg 2014 menjadi pileg yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Kalau titik tolaknya sudah seperti itu, bagaimana mungkin kita berharap akan tersaring capres-cawapres yang bertolak belakang dengan parpol pengusungnya? Artinya, pileg yang buruk itu akan menjadi beban capres-cawapres terpilih,” ujarnya.
Karena Pileg yang buruk itu kan persoalannya panjang, bukan hanya money politic, tetapi di balik money politic itu ada kekuatan kapital yang bekerja. Kan sudah sangat tidak rasional seorang caleg bisa sampai habiskan puluhan milyar, tapi kenyataannya ada. Kalau dilihat dari penghasilan legalnya selama lima tahun menjabat nanti kan tidak akan balik lagi itu uang yang sudah dikeluarkan.
Menurut Revrisond, dengan besarnya proses peranan duit dalam pileg, bisa dibayangkan, apa kualitas mereka. Kualitas buruk tapi terpilih karena dalam kampanye menghamburkan banyak duit. “Jadi ketika menjabat, apa yang ada dalam fikirannya? Ya mengembalikan modalnya dulu kan. Maka dalam proses legislasi, ini akan menjadi ajang korupsi yang luar biasa. Sementara presiden kalau mau menyusun legislasi mau tidak mau harus bekerja sama dengan DPR,” tegasnya.
Nah, kekuatan kapital ini akan bekerja terus, lebih keras lagi, untuk pilpres 9 Juli mendatang. Jadi siapa pun yang terpilih, satu, akan bekerja sama dengan parlemen dari pileg terburuk ini. Dan kekuatan kapital ini akan terus mengawal agar capres-cawapres, para kekuatan kapital inilah yang menjadi sponsor. Dan hubungan itu akan terus dijaga sampai pembuatan legislasi dsb.
Menurut Revrisond, bila variabel internasional dimasukkan presiden terpilih tambah terkungkung. “Belum lagi, dimasukan variabel internasional. Karena, sudah lama sekali, dalam bahasa saya itu, kita berada di dalam kungkungan neokolonialisme,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo