Krisis Ekonomi: Bunuh Diri karena Bangkrut

Krisis keuangan semakin banyak menelan korban. Ada yang tiba-tiba menjadi penganggur, ada yang terpaksa merelakan rumahnya disita, ada investor surat berharga yang gigit jari karena nilai investasi menurun drastis, bahkan ada pula yang sampai nekat menghabisi nyawa sendiri.

Setelah kematian manajer investasi asal Perancis, Thierry de la Villehuchet, pada bulan lalu karena kerugian satu miliar dollar AS lebih, kisah kematian terkait krisis masih berlanjut. Jumlah kekayaan tidak mampu menangkal kegundahan akibat terpaan krisis global yang merambah ke mana-mana.

Pebisnis kaya-raya Jerman, Adolf Merckle, menabrakkan diri ke kereta api yang sedang melaju di Blaubeuren di barat daya Jerman, Selasa (6/1). Kinerja kerajaan bisnis Merckle memburuk terkena krisis global. Masalah ditambah lagi dengan kerugian sangat besar pada investasi di perdagangan saham Volkswagen AG.

Bisnis Merckle termasuk produsen obat-obatan generik Ratiopharm International GmbH dan produsen semen HeidelbergCement AG.

Dalam pernyataan tertulis, keluarga Merckle menyatakan kekacauan perusahaan disebabkan krisis finansial dan terkait dengan ketidakpastian dalam beberapa bulan terakhir. Kesulitan datang bertubi-tubi sampai pada titik tidak ada lagi jalan keluar.

Pejabat setempat menemukan pesan bunuh diri, tetapi tidak memberikan rincian mengenai pesan yang ditinggalkan itu. Kematian Merckle membuat lebih panjang lagi daftar orang yang mengakhiri hidupnya karena krisis.

Di Chichago, AS, pemimpin dari salah satu pelelangan properti ditemukan tewas dengan luka tembak. Dari fakta yang ada di lapangan, diperkirakan Steven Good (52) menembak kepalanya sendiri.

Mobil Good ditemukan diparkir di sebuah hutan lindung dekat Chicago, Senin (5/1). Tidak ada pesan yang ditemukan di Jaguar merahnya untuk menemukan apa motif bunuh diri tersebut, tetapi ada dugaan terkait dengan pekerjaan.

Bulan lalu, dalam salah satu acara, dia mengatakan kondisi real estat komersial sangat sulit. Aktivitas investasi melemah karena ketatnya kredit serta kontraksi yang terjadi pada pasar tenaga kerja.

Good merupakan pimpinan dari Sheldon Good & Company Auctions International. Presiden perusahaan itu, Alan Kravests, memuji Good sebagai salah satu yang paling brilian dan salah satu pengusaha sukses.

Pada September lalu, Kirk Stephenson dari Olivant, perusahaan penghimpun dana dari nasabah besar, melompat ke depan sebuah kereta api yang melaju kencang di London barat. Lelaki berusia 47 tahun dan ayah dari seorang anak kecil itu langsung tewas. Petugas di kamar jenazah bulan lalu menyatakan Stephenson bunuh diri walau tak ada pesan ditinggalkannya.

Krisis juga telah membuat orang kebanyakan tertekan dan memilih mengakhiri hidupnya. Di Jepang, lebih dari 30.000 orang bunuh diri setiap tahun. Angka bunuh diri di Jepang merupakan yang tertinggi di dunia, yakni rata-rata 24 orang dari setiap 100.000 orang. Adapun rata-rata dunia hanya 16 dari 100.000 orang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Akan meningkat

Angka ini dikhawatirkan akan meningkat seiring dengan semakin beratnya tekanan ekonomi akibat krisis yang berkepanjangan. Tingkat bunuh diri di Jepang meningkat tajam pada tahun 1990-an ketika terjadi pecahnya gelembung perekonomian Jepang. Saat ini, perekonomian terbesar di Asia itu juga terkena dampak krisis karena tingkat ekspor yang menurun. Permintaan dari AS dan Eropa, pasar utama Jepang, melemah drastis karena daya beli masyarakat di sana sudah jauh berkurang.

Sebuah layanan konsultasi pencegah bunuh diri di Jepang yang diselenggarakan oleh Inochi no Denwa menyatakan tidak dapat lagi menangani panggilan telepon yang mencapai 700.000 setahun. Padahal, mereka sudah memiliki 7.000 sukarelawan.

Pemimpin layanan tersebut, Yukio Saito, mengatakan sangat khawatir tingkat bunuh diri di Jepang akan semakin tinggi pada masa krisis ini.

Selain tekanan ekonomi, tingginya angka bunuh diri di Jepang sering dikaitkan dengan tiadanya larangan religius terhadap tindakan bunuh diri dan kurangnya perhatian atas orang yang sedang dilanda depresi. (Kompas, Kamis, 8 Januari 2008)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*