HT Australia : Konflik di Irak Dorong Retorika Berlebihan Islamofobia ‘Perang Melawan Teror’

Media mainstream dan para politisi telah menyebar komentar Islamofobia yang sensasional dan menebar ketakutan setelah peristiwa baru-baru di Irak. Kali ini ‘negara Islam Irak dan  e(ISIS) adalah obyek utama  dengan menggambarkan kaum Muslim, Islam dan cita-cita Islam seperti Jihad dan Khilafah sedang sebagai kejahatan dan diserang.

Berkaitan dengan hal ini , Hizbut Tahrir Australia menyoroti beberapa hal penting :

1. Episode ini tidak lebih dari taktik neo-kolonial yang biasa dilakukan untuk membentuk alasan mendasar sebagai pembenaran  berlanjutnya intervensi di negeri-negeri Muslim. Sebuah pemberontakan terhadap rezim yang menindas dengan sistimatis, yang di-install- oleh Amerika dengan dukungan rezim Maliki digambarkan sebagai pengambilalihan oleh ‘kelompok teroris’ untuk membenarkan serangan politik dan, jika perlu, serangan militer, dan intervensi dimana kepentingan dan kekuatan Barat akan terlindungi dan terus ada.

2. ISIS digambarkan, dengan gaya fantastis gaya Hollywood, sebagai sebuah inkarnasi kejahatan di bumi, mengambil alih peran al-Qaeda yang sebelumnya memenuhi peran hantu ini. Dalam cerita ini, sebagaimana al-Qaeda yang sebelumnya tidak memiliki rasa kemanusiaan atau moralitas sedikitpun, kini tampaknya mereka menemukan kompas moral dimana mereka menganggap kelompok lain sebagai terlalu ekstrim!

3. Meskipun ISIS adalah salah satu pemain dalam koalisi kelompok yang bangkit melawan rezim Irak, mereka secara tidak jujur digambarkan sebagai pemain dominan bahkan pemain satu-satunya yang mendorong gagasan ‘pengambilalihan wilayah oleh teroris’. Pada saat yang sama, perpecahan sektarian dan etnis sedang ditekan dan didorong. Para pemimpin Barat membebaskan kebijakan luar negeri mereka dari masalah yang dihadapi oleh Irak, dan malah mendorong fantasi ketegangan sektarian kaum Orientalis yang tidak terdamaikan dalam Islam. Rupanya, Sunni, Syiah, dan Kurdi akan selamanya berada di leher masing-masing kecuali mereka dipaksa dijinakkan oleh para tiran atau dilakukan intervensi oleh barat yang ‘beradab’.

4. Sifat ‘terorisme’ yang dipolitisir sangat jelas di sini. Jika ‘terorisme’ adalah penggunaan kekerasan untuk tujuan-tujuan ideologis atau politik, dunia telah melihat tidak ada teroris yang lebih besar daripada negara-negara Barat yang telah meletakkan seluruh negara untuk dibuang melalui invasi selama satu dekade dan perang.

Namun, mereka ditampilkan sebagai penyelamat kemanusiaan sementara tindakan kelompok-kelompok yang relatif tidak berdaya yang bereaksi terhadap kondisi yang menindas dihilangkan. Pada saat yang sama, umat Islam di barat yang melakukan pengorbanan dengan pergi ke luar negeri untuk melawan tiran dan membantu kaum tertindas digambarkan sebagai ‘ekstremis’ dan ‘teroris’. Ini adalah suatu kasus yang menggambarkan bahkan seorang Muslim yang baik sebagai orang buruk dan sebuah negara penindas barat sebagai adil!

5. Sebagian sensasionalisme ini dicapai dengan cara memberitakan dugaan serangan oleh kelompok-kelompok seperti ISIS. Setiap detail deskripsi peristiwa disebutkan. Sebaliknya, ketika bom ekstra-yudisial oleh AS terhadap warga negaranya sendiri seperti Sheikh Anwar al-Awlaki dan putranya berusia 16 tahun di Yaman membunuhnya dengan berkeping-keping, atau membom anak-anak kecil saat mereka tidur atau bermain di Pakistan dengan drone, kita tidak diberikan rincian deskriptif. Orang-orang itu hanya dianggap sebagai ‘jaminan’, hanya suatu statistik yang bukan manusia.

 

Kita juga tidak melihat keributan seperti di tahun-tahun terjadinya pemerkosaan sistematis oleh rezim Maliki, penyiksaan dan pembunuhan terhadap kaum Sunni di Irak. Semua ini menunjukkan bahwa masalah bagi Barat bukanlah kekerasan tapi ‘kepentingan Barat’ –suatu eufimistis untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan politik yang diperoleh melalui eksploitasi negara-negara yang lebih lemah.

6. Kami menyarankan komunitas Muslim dan masyarakat luas untuk tidak terjebak dalam histeria dan kebohongan. Suatu kebohongan adalah tetap kebohongan, tidak peduli berapa kali hal itu diulang. Kita telah melihat semua ini sebelumnya di Irak, Afghanistan dan di tempat-tempat lain. Kita harus menanggapi kebohongan ini dengan kebenaran: kebenaran bahwa masalah sebenarnya, akar masalahnya, adalah kekerasan barat, yang memunculkan kekerasan dari setiap individu atau kelompok berkali-kali dan pada kenyataannya menyebabkan penindasan yang memaksa orang untuk bereaksi.

7. Perdana Menteri Tony Abbott telah tampil kedepan mengutuk Islam dan kaum Muslim. Kemarin dia menyerang dan mengancam kaum Muslim yang pergi ke luar negeri untuk berperang sementara pada saat yang sama mengucapkan selamat kepada rezim diktator sekuler al-Sisi. Kami mengingatkan Perdana Menteri, yang sekali lagi mengorbankan tentara Australia di altar kebijakan luar negeri AS, bahwa Australia tidak memiliki urusan untuk melakukan campur tangan di dunia Muslim. Kami mengingatkan dia bahwa Australia membuat kesalahan dengan pergi ke Irak, dan jika dia melakukannya lagi, pemerintah dan mereka yang mendukung langkahnya tersebut akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi.

Kantor Media
Hizbut Tahrir Australia
24 Juni 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*