#IndonesiaMilikAllah | Ramadhan: Teguhkan Ketaatan, Wujudkan Ketakwaan, Raih Keberkahan

[Al-Islam edisi 712, 29 Sya’ban 1435 H – 27 Juni 2014 M]

Satu atau dua hari lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1435 H. Ramadhan tentu harus disambut dengan sukacita. Ramadhan harus diisi dengan memperbanyak ibadah dan ketaatan. Alangkah baiknya jika Ramadhan kali ini kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan perubahan dan kehidupan islami.

Ramadhan dalam Ujian Kesempitan Hidup

Selama ini entah sudah berapa puluh kali Ramadhan kita jalani. Namun, kondisi kehidupan kita tidak mengalami perubahan berarti ke arah kehidupan islami.

Ramadhan sekarang pun demikian. Kondisi kehidupan umat masih terus didera oleh berbagai kesempitan hidup. Seolah menjadi rutinitas, menjelang Ramadhan harga-harga berbagai kebutuhan ramai-ramai naik secara bersamaan. Kejadian seperti itu selalu terjadi setiap tahun. Jika hal yang sama terus terjadi setiap tahun, berarti problem yang ada tidak hanya bersifat sederhana, melainkan bersifat sistemik dan berpangkal pada sistem yang ada. Lonjakan harga-harga secara rutin ini menandakan kegagalan sistem yang ada dalam mengelola produksi maupun distribusi.

Selain kenaikan harga-harga, memasuki Ramadhan kali ini umat juga diberi “kado pahit” berupa kenaikan tarif listrik. Pemerintah kembali menaikkan tarif listrik untuk 6 golongan yang mencakup instansi pemerintah, rumah tangga maupun industri. Kenaikan tersebut diberlakukan mulai 1 Juli 2014.Alasan Pemerintah, jika tarif listrik tidak dinaikkan, anggaran subsidi listrik akan terus membengkak.

Kenaikan tarif listrik sebenarnya bukan baru kali ini. Selama dua tahun terakhir kenaikan tarif listrik sudah dilakukan secara berkala tiap tiga bulan. Alasan Pemerintah selalu sama: subsidi listrik membengkak. Penyebab mahalnya biaya produksi listrik itu sudah diketahui oleh semua pihak, yaitu PLN terpaksa menggunakan BBM. Padahal pembangkit-pembangkit listrik PLN didesain bisa menggunakan gas dan batubara yang harganya secara internasional jauh lebih murah dari BBM.

Namun, sudah menjadi rahasia umum, PLN selama ini terus mengalami kesulitan untuk mendapat pasokan gas dan batubara. Bahkan jika PLN membeli dengan harga internasional sekalipun tetap saja sulit. Pasalnya, batubara dan terutama gas kita lebih “diutamakan” untuk dijual murah ke luar negeri melalui kontrak jangka panjang. Selama ini gas dijual murah ke Cina, Korea, Jepang dan AS. Hal ini membuat industri mereka terus berjalan termasuk dalam penyediaan energi listrik mereka.

Sebaliknya, selama itu pula, Pemerintah yang sejatinya memiliki kekuasaan atas pengelolaan migas tidak segera mengalokasikan gas dan batubara untuk PLN. PLN dibiarkan mencari batubara dan gas sendiri. Akibat tidak mendapat pasokan batubara dan gas, PLN harus menggunakan BBM, sementara BBM harganya jauh lebih mahal.

Kondisi ini lalu dijadikan alasan oleh Pemerintah untuk menaikkan tarif listrik karena subsidi membengkak. Walhasil, rakyat negara asing bisa menikmati energi “gas dan batubara” dengan harga murah, sementara rakyat negeri ini yang menjadi penghasil gas dan batubara itu harus menggunakan BBM dengan harga yang lebih tinggi. Ironis! Secara tak langsung rakyat negara asing terus disubsidi oleh Pemerintah, sementara rakyat sendiri dihalangi dari subsidi.

Semua itu adalah akibat dari liberalisasi migas. Liberalisasi migas adalah bagian dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Sistem ini dilembagakan melalui undang-undang yang konon dirancang dan disiapkan paling tidak dengan supervisi dari pihak asing. Lalu undang-undang itu disahkan melalui mekanisme demokrasi berdasarkan kesepakatan Pemerintah dan para wakil rakyat di DPR.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal itu pada akhirnya melahirkan ragam kesempitan hidup bagi rakyat dan ragam persoalan bagi bangsa ini seperti: lemahnya nilai rupiah; besarnya ketergantungan pada impor; pertumbuhan yang diiringi makin tingginya ketimpangan; jumlah penduduk miskin dan hampir miskin yang totalnya lebih dari seratus juta orang; penguasaan sebagian besar kekayaan alam oleh swasta dan pihak asing; dll. Selama sistem ini terus diadopsi dan diterapkan maka semua akibat buruk dan kesempitan hidup itu akan terus mendera rakyat negeri ini.

Pertanyaannya: Apakah sistem ekonomi kapitalisme liberal yang disahkan oleh sistem demokrasi itu akan terus dipertahankan? Harus diingat, mempertahankan sistem kepitalisme liberal dan demokrasi sama artinya dengan mempertahankan segala kesempitan hidup yang selama ini mendera kita.

Mohonlah Ampunan, Wujudkan Perubahan

Semua kesempitan hidup yang mendera kita tidak lain karena kita meninggalkan petunjuk dan aturan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

﴿ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا…﴾

Jika datang kepada kalian petunjuk dari Aku, maka siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dirinya penghidupan yang sempit… (TQS Thaha [20]: 123-124).

Imam Ibn Katsir menjelaskan, “Siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Ibn Abbas berkata, ‘Tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.’ Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, yakni menyalahi perintah (ketentuan)-Ku dan apa yang telah Aku turunkan kepada Rasul-Ku, lalu ia berpaling dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai petunjuknya, maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit, yakni di dunia…”

Ragam kesempitan hidup yang mendera semua rakyat adalah akibat penerapan sistem demokrasi dan kapitalisme liberal dengan meninggalkan aturan Allah SWT yang dibawa oleh Rasul saw. Itu jelas merupakan kemaksiatan kepada Allah SWT. Meski yang menjalankan itu Pemerintah, yakni sebagian dari penduduk negeri ini, akibatnya menimpa semua orang. Rasul saw. telah mengingatkan:

« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوُا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلاَ يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ »

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan orang-orang tertentu, kecuali jika mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, sementara mereka mampu mengingkarinya, tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka melakukan demikian, Allah mengazab orang-orang tertentu dan masyarakat secara umum (HR Ahmad).

 

Dengan demikian, berbagai keburukan yang terjadi itu harus segera diakhiri. Untuk itu kita harus segera memohon ampunan kepada Allah SWT. Pasalnya, semua ini terus terjadi minimal karena sikap diam kita.

Namun, memohon ampunan Allah SWT saja tentu tidak cukup. Harus ada upaya aktif untuk merealisasi perubahan. Momentum pemilihan kepala negara yang kebetulan dilakukan pada Ramadhan nanti mestinya menjadi kesempatan baik untuk mewujudkan perubahan itu.

Untuk mewujudkan perubahan itu diperlukan pemimpin yang baik, amanah dan memiliki visi perubahan. Namun, itu harus disertai dengan perubahan sistem aturan dari demokrasi kapitalisme menjadi syariah Islam. Namun sayang, hingga saat ini tidak terdengar satu pun ucapan apalagi janji dari para calon pemimpin negeri ini, bahwa mereka akan memimpin umat negeri ini untuk mewujudkan perubahan ke arah yang dikehendaki oleh Allah SWT dengan menerapkan syariah-Nya. Justru para calon pemimpin yang ada menegaskan komitmennya untuk melanjutkan sistem demokrasi dan kapitalisme yang telah menjadi pangkal berbagai problem dan kesempitan hidup yang diderita rakyat.

Layakkah rakyat negeri yang mayoritas Muslim ini memberikan mandat kepada para calon pemimpin yang akan melanjutkan penyimpangan dari petunjuk Allah SWT dan memperpanjang berbagai kesempitan hidup yang mereka alami? Layakkah rakyat negeri ini melakukan itu, di bulan Ramadhan ini, yang seharusnya diisi dengan seruan ketaatan dan ketakwaan?

 

Wujudkan Ketakwaan, Raih Keberkahan

Tentu kita semua telah mafhum, puasa Ramadhan yang akan kita jalani ini diwajibkan oleh Allah SWT agar kita meraih takwa. Orang yang shaum dengan penuh keikhlasan dan hanya mengharapkan ridha Allah SWT akan mewujudkan ketakwaan bukan hanya dalam dirinya, melainkan juga dalam masyarakatnya. Orang yang shaum untuk meraih ketakwaan pribadi niscaya akan mendapatkan keberkahan Ramadhan, apalagi dibarengi dengan upaya membentuk masyarakat bertakwa dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah.

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾

Jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan itu (TQS al-A’raf [7]: 96).

 

Ketakwaan bersama di tengah masyarakat hanya mungkin diwujudkan dengan segera mencampakkan sistem demokrasi dan kapitalisme, lalu menerapkan syariah Allah SWT secara kaffah di bawah naungan Khilafah ar-Rasyidah. Hanya dengan itulah Ramadhan akan penuh makna dan berdampak besar membawa perubahan ke arah kehidupan islami yang penuh berkah. []

 

Komentar al-Islam:

 

Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan. Bahkan saat ini nilai tukar rupiah mendekati Rp 12.000 perdolar AS (Kompas.com, 24/6).

 

  1. Itu terjadi karena sistem moneter kita menggunakan sistem uang kertas (fiat money) sebagaimana doktrin sistem ekonomi kapitalisme.
  2. Nilai tukar mata uang akan kuat hanya jika sistem moneter menggunakan sistem mata uang berbasis emas (dinar) dan perak (dirham) yang diterapkan dalam sistem ekonomi Islam.
  3. Hanya dengan kembali pada sistem mata uang dan sistem ekonomi Islam, kesejahteraan bisa dinikmati oleh semua rakyat, Muslim maupun non-Muslim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*