Gaza City, Kamis – Memasuki hari ke-13 serangan Israel ke Jalur Gaza, konflik pejuang bersenjata Hamas dan Israel dikhawatirkan meluas. Empat roket meluncur ke Nahariya, Israel utara, dari Lebanon, Kamis (8/1). Israel membalas dengan artileri. Hamas dan Lebanon mengaku ikut terlibat.
Pasukan penjaga perdamaian PBB, termasuk Pasukan Garuda dari Indonesia yang bertugas di Lebanon selatan, segera bersiaga untuk mengantisipasi konflik yang lebih parah. Warga sipil setempat mulai mengungsi ke lokasi yang lebih aman, khawatir serangan roket ke arah Israel bagian utara ini akan mengundang konflik baru.
Militer Israel menuding, keempat roket itu ditembakkan kelompok bersenjata Palestina berhaluan keras yang berada di Lebanon selatan. Tudingan lain diarahkan ke Hamas, tetapi Hamas membantah tudingan ini.
”Kami tak menyalahkan faksi Palestina dan kami tidak tahu siapa pelakunya. Hamas sedang berperang di wilayah Palestina. Pada prinsipnya, kami tak akan menggunakan tanah di negara Arab yang lain untuk melawan pendudukan. Itu sikap kami,” kata juru bicara Hamas di Lebanon, Raafat Morra.
Pemerintah Lebanon menegaskan tidak tahu-menahu dengan tembakan roket itu. Militer Lebanon bersama pasukan perdamaian PBB segera menyelidiki insiden itu. Menteri Penerangan Lebanon Tareq Mitri menegaskan, Hezbollah bukan pelakunya. ”Hezbollah telah berkomitmen menjaga stabilitas keamanan Lebanon dengan mematuhi Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB,” kata asisten Mitri, Toufic Yannieh. Resolusi itu mengakhiri perang selama 34 hari Hezbollah-Israel tahun 2006.
Kekalahan pejuang Hamas dari Israel memperbesar risiko konflik lain di Timur Tengah, yakni antara gerilyawan Hezbollah di Lebanon dan Israel. Seperti halnya Hamas, Hezbollah yang mendapat dukungan Iran juga merasa harus melawan Israel jika Hamas benar-benar kalah. Pengamat politik Lebanon, Rafik Nasrallah, yakin Israel akan memanfaatkan momen itu untuk mencoba mengalahkan Hezbollah.
Kolumnis Suleiman Taqieddin di harian As-Safir menyebutkan, melemahnya kekuatan Hamas di Gaza akan dianggap sebagai kekalahan besar bagi Iran, Suriah, dan Hezbollah. ”Jika perjuangan perlawanan tumbang, kita akan menghadapi situasi regional baru. Ini berbahaya,” ujarnya.
Solidaritas tinggi dari Hezbollah dan Iran, menurut pengamat dari lembaga kajian Herzliya Interdisciplinary Centre di Tel Aviv, Jonathan Spyer, semata-mata karena keduanya sama-sama menganggap Hamas sebagai ”adik kecil” di dalam aliansi regional. Jika Hamas kalah, Hezbollah pasti segera menyerang Israel.
Oussama Safa dari Pusat Studi Kebijakan Lebanon mengatakan, pertikaian sengit di Gaza sebenarnya adalah ”duel” antara Iran dan Israel. ”Iran tidak mungkin akan diam begitu saja. Mereka pasti akan berbuat sesuatu,” ujarnya.
Ketegangan di Gaza telah mendorong kesiagaan di sepanjang wilayah perbatasan Israel dan Lebanon. Kedua belah pihak siaga menghadapi kemungkinan serangan. Pemimpin Hezbollah, Sayyed Nasrallah, telah menyiagakan anak buahnya menghadapi berbagai kemungkinan.
Hezbollah sejauh ini masih menahan diri tidak lagi terlibat konflik dengan Israel. Meski demikian, berbagai pihak khawatir ada kelompok bersenjata lain di Lebanon yang justru akan memicu konflik dengan Israel. ”Saya sangat khawatir. Saya tahu persis Hezbollah tidak ingin terlibat perang lagi. Namun, di Lebanon masih banyak kelompok bersenjata yang dapat memicu konfrontasi,” kata pengamat politik di Lebanon, Sateh Noureddin.
Terowongan digempur
Di Jalur Gaza, militer Israel terus gencar menggempur perbatasan Gaza-Mesir yang dicurigai menjadi lokasi ratusan terowongan yang menjadi jalan penyelundupan senjata dan roket ke Jalur Gaza. Sebelumnya, pesawat tempur Israel menyebarkan brosur ke Rafah di perbatasan Mesir, mengingatkan warga agar meninggalkan rumah.
Menurut Israel, sedikitnya 500 terowongan di Rafah digunakan untuk menyelundupkan kebutuhan sehari-hari dan senjata dari Mesir ke Gaza. Puluhan tank dan beberapa helikopter masuk ke Gaza melalui perbatasan Kisufim dan mengarah ke kota Khan Yunis. Serangan Israel sejak 27 Desember lalu sudah menewaskan 763 orang dan melukai 3.100 orang.
Kabinet Israel, kemarin, menyetujui rencana serangan yang lebih keras. Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak diberi ”lampu hijau” oleh kabinet untuk masuk lebih dalam ke kota-kota di Jalur Gaza guna menghentikan roket Hamas. Presiden Israel Shimon Peres mengingatkan Gaza untuk tidak menjadi ”satelit Iran”. ”Tujuan kami jelas. Kami tidak mau Gaza menjadi satelit Iran. Kami bukan hanya mau gencatan senjata, tetapi juga dihentikannya teror. Hamas harus stop tembakan roketnya,” kata Peres kepada harian La Repubblica.
Terkait dengan serangan Israel, harian The Times menyebutkan, Israel ternyata memakai fosfor putih (WP) di Gaza. Itu dibuktikan dengan foto-foto yang diambil dari gudang persediaan artileri di perbatasan Gaza, pekan lalu. Dari hasil foto itu teridentifikasi stok amunisi warna biru pucat dengan kode M825A1 buatan Amerika Serikat. Fosfor putih itu terbakar setelah terkena oksigen.
Harian itu menyebutkan, WP dipakai militer Israel untuk menciptakan tabir asap guna mempermudah serangan darat. Akibat WP, banyak warga Palestina yang mengalami luka bakar. ”Penggunaan WP pada warga sipil dilarang hukum internasional,” sebut harian itu.
Juru bicara militer Israel menegaskan, M825A1 yang dianggap sebagai WP itu bukan WP, tetapi hanya selongsong kosong. ”Kami memakai selongsong itu untuk menandai target sebelum melancarkan serangan yang sebenarnya. Sama sekali tidak berbahaya,” ujarnya. (Kompas, Jumat 9 Januari 2009)