Korban tewas mencapai lebih dari 160 orang.
Pernyataan Israel bahwa mereka tidak mengincar warga sipil dalam serangannya terbukti bohong. Serangan Israel Sabtu lalu juga menghancurkan masjid dan bahkan panti penyandang cacat di Gaza.
Diberitakan New York Times, Minggu, 13 Juli 2014, Direktur Panti tersebut Jamila Elaiwa mengatakan bahwa serangan yang menghancurkan tempat yang dibangunnya 20 tahun lalu terjadi sebelum subuh, saat mereka sedang sahur. Roket menghantam atap panti sebelum akhirnya meledak.
Dua orang penghuni panti di utara Gaza itu tewas dan beberapa lainnya terluka. “Tidak ada yang membayangkan panti ini akan jadi target,” kata Elaiwa.
Serangan Israel lainnya hari itu mengincar sebuah masjid di Gaza. Sedikitnya empat orang tewas saat roket menghantam masjid itu sebelum salat subuh. Setidaknya ada dua masjid yang diroket Sabtu lalu.
Saat berusaha mengeluarkan seorang korban dari reruntuhan masjid, imam junior di masjid tersebut, Muhammad Hamad, 25, menemukan Alquran yang terbuka tepat di surat An-Naba yang salah satu ayatnya artinya, “Sesungguhnya orang-orang bertakwa mendapat kemenangan.”
Israel berdalih, masjid itu diserang karena menjadi tempat penyimpanan roket dan lokasi berkumpulnya pada militan. Namun Hamad membantahnya. “Tuduhan itu tidak berdasar. Ini adalah rumah Allah,” kata dia.
Serangan juga terjadi di rumah seorang komandan polisi, menewaskan 18 orang di dalamnya. Angka kematian ini adalah yang terbesar dari serangan tunggal. Hamas lalu melancarkan balasan dengan melontarkan roket ke Tel Aviv.
Jumlah korban tewas di Gaza masih simpang siur, namun diperkirakan mencapai lebih dari 160 orang. Puluhan dari mereka wanita dan anak-anak. Serangan di Gaza semakin menyusahkan warga yang sebelumnya telah terkungkung blokade Israel.
“Ramadan seharusnya membawa hal-hal baik. Perang di Gaza ini telah memicu ketakutan, stres dan ketegangan. Orang-orang takut keluar rumah sekarang,” kata Muhammad Ahmad, seorang penjual buah.
Ribuan warga Gaza mengungsi mencari tempat aman pada minggu kemarin. Mereka meninggalkan rumah seadanya, banyak anak-anak yang bertelanjang kaki. Di tengah perjalanan warga, Israel masih terus menggempur mereka.
“Bahkan saat kami mengungsi, mereka tetap menembaki kami. Kami tidak bisa membawa apa pun, anak-anak bahkan telanjang kaki. Kami ketakutan dan khawatir akan nyawa anak-anak kami. ini adalah perang total,” kata Samari al-Atar, dari permukiman Atatra.(viva.co.id, 14/7/2014)