Tokoh Umat Nasional Serukan Khilafah

Seruan untuk kembali lagi pada syariah Islam dan Khilafah sebagai solusi fundamental atas problem yang sedang dihadapi oleh bangsa ini terus meluas. Seruan ini sudah menjadi agenda bersama umat Islam ke depan. Kondisi ini tergambar jelas dalam acara Halal Bi Halal Forum Umat Islam (FUI) pada hari Jumat siang (16/10/2007). Sejumlah tokoh Islam dari berbagai ormas Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) berkumpul di Aula al-Azhar, Jakarta. Mereka memperbincangkan apakah masa depan kepemimpinan umat itu Khilafah ala manhaj ar-Rasul atau sekularisme ala Amerika.

Tokoh Islam yang menjadi pembicara adalah Ust. Rusdy Hamka (YPI Al-Azhar), H Nazri Adlani (Ketua Umum DPP Al Ittihadiyah), KH Amrullah Ahmad (Ketua DPP Syarikat Islam), Ust. Abu Bakar Basyir (Amir MMI), Ust. Ahmad Soemargono (Ketua Gerakan Persaudaran Muslim Indonesia), KH A Cholil Ridwan (Ketua MUI), Ust. Ismail Yusanto (Jubir HTI), Ust. Mashadi (Ketua FUI) dan Host KH M. Al-Khaththat (Sekjen FUI). Selian itu, hadir pula KH Muhammad Makmun (Pesantren Darul Dalah, Pandeglang), KH Amin Noer (Pesantren Attaqwa), Ust. Abu Jibril (MMI), Ust. Ja’far Shodiq (FPI), Dr. Bambang Setyo (Masyarakat Peduli Syariah), Ust. Zaaf Fadzlan al-Garamatan (Dai Papua), Alfian Tanjung dan masih banyak lagi tokoh Islam lainnya.

Seluruh pembicara menyerukan kembali diterapkannya syariah Islam dan menjadikan kepemimpinan di negeri ini berdasarkan manhaj Kenabian, bukan sekularisme ala Amerika. Ust. Rusdy Hamka dalam paparannya mengatakan bahwa keberadaan partai Islam saat itu adalah untuk memperjuangkan agar negara ini diatur dengan syariah Islam. Sayang, kata putra Buya Hamka ini, di era Soeharto tidak dibicarakan lagi negara Islam itu oleh partai Islam.

Sekarang, meski ada partai Islam, ternyata kebanyakan dari mereka tidak tegas untuk mendirikan negara Islam. “Lalu untuk apa keberadaan mereka itu?” ujarnya.

fui-460.jpg

Sementara itu, H Nazri Adlani, menyeru umat Islam untuk bersatu dan tidak berpecah-belah. Itu pula yang dilakukan para Sahabat sesaat setelah wafatnya Rasululullah saw. Mereka saat itu bukannya segera memakamkan jenazah Rasulullah saw., namun justru bermusyarah untuk menunjuk siapa pengganti Rasulullah. Akhirnya, Abu Bakarlah yang terpilih sebagai khalifah saat itu. Berangkat dari riwayat tersebut, maka umat Islam memang harus memiliki Khalifah atau pemimpin. “Sekarang juga kepemimpinan itu harus ada,” tegasnya.

Kepemimpinan yang dimaksud tentu adalah kepemimpinan yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni yang menjalankan syariah Islam. “Taat kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus menjadi prasyarat bagi ulil amri,” ujar Ustadz Abu Bakar Baasyir.

Haram hukumnya, lanjut pimpinan Ponpes Ngruki ini, jika umat Islam tidak memiliki ulil amri seperti itu. Karena itu, saat ini umat Islam harus berusaha untuk hidup di bawah ulil amri, yaitu dalam Daulah Islam untuk lokal dan Khilafah untuk internasional. “Karena itulah Indonesia ini harus diubah sistemnya menjadi negara Islam, karena ini adalah perintah Allah,” tegasnya.

Dengan adanya negara yang menjalankan syariah Islam, kata Ustadz Abu Bakar Baasyir, ada tiga manfaat yang dirasakan umat Islam. Pertama: Allah akan memantapkan kedudukan Islam sehingga tidak diobok-obok musuh-musuh Islam. Kedua: umat Islam menjadi aman dan tenteram. Ketiga: umat Islam itu i murni tauhidnya sehingga tidak ada kemusyrikan. Sekarang ini karena tidak diterapkannya syariah, ada 1001 kesyirikan yang berkembang di negeri ini.

Hal senada juga disampaikan Ahmad Sumargono. Menurut ketua Gerakan Persaudaran Muslim Indonesia ini, kita memang memerlukan kekuasaan atau Kekhilafahan. Namun, untuk menuju kesana perlu ada top manajemennya.


Demokrasi Inheren dengan Sekularisme

Ketua umum Syarikat Islam KH Amrullah Ahmad menjelaskan, bahwa sekarang ini mayoritas umat manusia di bumi meyakini demokrasi sebagai sistem yang terbaik. Dengan demokrasi itulah mereka menolak syariah Islam. Demokrasi itu inheren dengan sekularisme. “Jika umat Islam mengikuti demokrasi maka kita pasti akan tersesat,” ujarnya.

KH Kholid Ridwan setuju jika sistem demokrasi itu diganti dengan sistem Islam. “Saya sangat setuju,” tegasnya.


Gencarkan Sosialisasi

Mengubah sistem bukan Islam dengan sistem Islam itu, menurut Ust. Ahmad Sumargono, bisa dilakukan dengan cara revolusi damai atau reformasi.

Ust. Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia, menjelaskan bahwa sosialisasi itu perlu dilakukan oleh semua pihak. “Kita harus sebarkan terus ide Khilafah ini,” ujarnya.

Selain itu, Ust. Ismail juga menyampaikan bahwa perjuangan menegakkan syariah Islam dan Khilafah adalah perjuangan politik. Karena itu, dibutuhkan adanya partai politik dengan tujuannya untuk meraih kekuasaan dan mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam.

Namun, kata Ismail, karena ini perubahan sistem maka mutlak harus dilakukan dengan revolusi. “Namun, revolusi itu akan terjadi kalau kita punya kekuatan umat,” ujarnya.

Jalan kedua memang bisa melalui parlemen. Tapi, tugas partai masuk ke parlemen adalah untuk menghentikan sekularisme dan berjuang menegakkan syariah. “Bukan sebaliknya, malah mengokohkan sekularisme, karena itu adalah kemungkaran terbesar.”

Ust. Ismail Yusanto juga menegaskan, dengan tegaknya sistem Khilafah maka syariah Islam akan tegak, karena syariah Islam adalah satu-satunya pilihan. [Kantor Jubir HTI, Jakarta]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*