Perang di Gaza direncanakan dan diatur oleh Israel, Saudi dan Mesir, sebuah laporan oleh DEBKA-Net-Weekly mengatakan kemarin.
“Raja Arab Saudi Abdullah, Presiden Mesir Fatah Al-Sisi dan Netanyahu …melakukan komunikasi terus-menerus mengenai kemajuan perang dan merundingkan langkah-langkah berikutnya. Sumber-sumber kami mengungkapkan pembicaraan setiap hari, bahkan kadang-kadang lebih, antara Raja Abdullah dan Presiden Sisi melalui saluran telepon yang aman,” kata newsletter itu.
DEBKA, yang diduga memiliki hubungan dekat dengan badan-badan intelijen Israel, mengatakan para pemimpin dunia berusaha keras untuk memastikan aliansi mereka tetap tidak terungkap “mengingat sensitivitas politik dan agama dari hubungan mereka”. Takut bila telepon aman mereka disadap, mereka lebih memilih untuk mengirim misi rahasia untuk berkunjung satu sama lain dan mendiskusikan konflik yang sedang berlangsung.
“Israel memarkir terus sebuah pesawat khusus di bandara militer Kairo yang siap untuk lepas landas setiap kali pesan rahasia antara Sisi dan Netanyahu perlu disampaikan lewat perantara langsung. Jarak antara Kairo dan Tel Aviv bisa dicapai dalam waktu kurang dari satu setengah jam,” DEBKA menjelaskan.
Sejak awal operasi Israel yang mereka namakan operasi “Protective Edge” telah membunuh 808 warga Palestina, dan melukai lebih dari 5.000, orang lainnya yang sebagian besar adalah perempuan, anak-anak dan orang tua, menurut Departemen Kesehatan Palestina.
Sumber-sumber Israel mengatakan bahwa operasi itu telah mengakibatkan terbunuhnya 32 tentara Israel dan tiga warga sipil, sementara 435 orang terluka, yang sebagian besar karena panik akan serangan, selain 90 tentara terluka.
Menurut DEBKA, kerjasama tiga arah itu telah membangun suatu pedoman berikut bagi operasi di Gaza:
1. Israel dan IDF akan berperang untuk menghancurkan kekuatan militer Hamas dan menurunkan pengaruh politiknya.
2. Operasi militer hanya akan berakhir hanya ketika semua tujuannya tercapai.
3. Ketiga pemimpin itu tidak akan mengizinkan masuknya pihak luar manapun, termasuk Amerika Serikat, untuk campur tangan dalam arah perang mereka.
4. Kerajaan Saudi yang kaya minyak akan menutupi sebagian biaya perang yang dikeluarkan oleh Israel.
5. Ketika perang berakhir, Arab Saudi dan beberapa negara emirat di Teluk, yang dipimpin oleh UEA dan Kuwait, akan membayar untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh perang di Jalur Gaza itu.
6. Arab Saudi, Mesir dan Israel memiliki pikiran yang sama tentang perlunya secara mutlak untuk melucuti kekuatan militer Hamas, termasuk arsenal roket dan jaringan serangan bunkernya.
7. Setelah IDF menghancurkan Hamas sebagai kekuatan teroris, Mesir, Arab Saudi dan Otoritas Palestina akan turun tangan untuk menempatkan suatu pemerintahan dan mekanisme keamanan yang baru di Kota Gaza untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan karena kekalahan Hamas. (middleeastmonitor.com, 25/7/2014)