TV Channel Amerika “Alhurra” mempublikasikan hasil wawancara dengan Perdana Menteri Libya, Abdullah Al-Thinni, pada tanggal 8/8/2014, di mana ia menyatakan bahwa ia bertemu dengan para pejabat Amerika selama partisipasinya dalam KTT Afrika-Amerika di Washington, bahkan ia berdiskusi dengan mereka tentang “cara-cara untuk keperluan melibatkan Amerika di Libya”, yakni intervensi Amerika di Libya. Namun ia tidak mendapatkan respon yang baik. Ia berkata: “Negara-negara besar tidak ingin melakukan intervensi militer terkait urusan Timur Tengah manapun setelah apa yang terjadi di Suriah dan Irak.” Ia menyatakan bahwa dirinya “meminta Washington agar menekan negara-negara yang mendukung milisi, dan memerintahkannya untuk tidak mencampuri urusan Libya, karena cara ini akan memutus pasokan terhadap semua kelompok ini, dan akibatnya akan memperkuat struktur negara.” Sementara itu, ia tidak menutup kemungkinan intervensi Mesir di Libya, meski pemerintah Libya tidak memintanya. Namun ia menunjukkan bahwa “setiap kejadian akan ada pembicaraan, jika masalahnya sampai ke tahap runtuhnya negara, sebab ketika itu pertimbangan dan penilaian bermacam-macam.”
Para penguasa baru Libya tidak berbeda dari mentalitas para pendahulunya yang terus memberikan loyalitasnya kepada kaum kafir. Mereka menyatakan pengkhianatannya secara telanjang, dengan meminta kekuatan kaum kafir penjajah untuk campur tangan di negaranya, untuk mengokohkan takhtanya dan rezimnya yang korup. Namun yang mereka dapati bahwa Amerika tidak siap untuk campur tangan, karena ada konsekuensi berat yang telah menantinya ketika itu dilakukan, dan Amerika melihat bahwa campur tangan ini tidak akan mencapai tujuannya. Untuk itu, Amerika tidak campur tangan di Suriah, karena hal itu akan menjatuhkan anteknya Basyar al-Assad sebelum dapat membuat penggantinya. Begitu juga, jika Amerika campur tangan di Libya sekarang, maka Amerika tidak akan dapat membuat anteknya, terutama selama berbulan-bulan anteknya, Jendral Khalifa Haftar berperang di sana, namun tidak juga mampu mencapai apa yang diinginkan dan direncanakan Amerika, justru ia menderita kekalahan dan kerugian meskipun Amerika mendukungnya. Sehingga Amerika yakin bahwa campur tangannya tidak akan menambahkan sesuatu yang baru, selain membuka skandal anteknya, Haftar dan yang lainnya, yang akan mengobarkan perasaan benci rakyat Libya terhadap para anteknya ini, akibatnya perlawanan terhadap mereka semakin meningkat, dan jika ini yang terjadi, maka Amerika akan mengalami kerugian besar (kantor berita HT, 15/8/214).