Departemen Luar Negeri Amerika mengumumkan dalam sebuah pernyataan mendadak pada malam tanggal 7/8/2014, bahwa pilar-pilar kebijakan luar negeri Amerika telah pergi ke Jenewa untuk melakukan negosiasi bilateral dengan Iran. Dan ini yang ketiga kalinya Amerika melakukan negosiasi langsung dengan Iran dalam masalah nuklir, tanpa para sekutunya, Eropa, meski Departemen Luar Negeri Amerika bersikeras bahwa negosiasi ini berlangsung dalam kerangka upaya Kelompok 5+1, yang dipimpin oleh Catherine Ashton, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.
Surat kabar asy-Syarq al-Ausath mengutip dari para pejabat Amerika, yang mengatakan bahwa masalah ini sebagai “keberhasilan Obama yang paling menonjol pada tingkat internasional, lima tahun setelah ia menduduki Gedung Putih.” “Obama telah menempatkan sejumlah prioritas dalam kepemimpinannya pada tingkat luar negeri, yang paling menonjol adalah perang melawan terorisme, penempatan perdamaian di Timur Tengah, dan penyebaran kelompok-kelompok ekstremis.” Namun terkait semua ini, ia gagal. “Untuk itu, Obama melirik perundingan nuklir dengan Iran sebagai prioritas yang harus dilestarikan, dan keberhasilannya harus menjadi keberhasilan yang mengakhiri kelesuan dengan Teheran, yang bisa dibanggakan Obama sebelum berakhir masa jabatannya pada akhir tahun 2016.”
Ini berarti, bahwa keberhasilan terbesar pemerintahan Obama adalah menegaskan Iran sebagai antek Amerika secara terbuka. Sebab keberadaan rezim Iran yang baru sebagai antek Amerika dimulai sejak hari-hari awal revolusi. Oleh karena itu, ketika Amerika menekan Syah hingga lengser, dan diproklamirkan Republik Iran, kami melihat hubungan rezim baru ini dengan Amerika dalam beberapa insiden. Namun semua itu dibungkus secara rapi dengan slogan-slogan palsu, seperti “Matilah Amerika”. Padahal semua mengetahui bahwa para penguasa Iran telah menyatakan lebih dari sekali tentang kerja sama mereka dengan Amerika Serikat di Irak dan Afghanistan.
Kerja sama Iran dengan Amerika terlihat telanjang ketika mereka memerangi rakyat Suriah untuk melindungi antek Amerika, Basyar al-Assad. Oleh karena itu, para penguasa Iran tidak lagi malu menunjukkan bahwa mereka adalah antek Amerika. Iran telah melakukan pembantaian mengerikan bersama partainya (Hizbullah) di Lebanon, dan geng-gengnya yang berasal dari Irak dalam membantu rezim sekuler di Suriah. Iran telah memproklamirkan sebagai antek Amerika di bawah kedok perundingan program nuklir. Iran juga menyatakan kesiapannya untuk perang membantu Amerika di Irak, seperti yang dikemukakan Presiden Iran Hassan Rohani pada tanggal 14/6/2014, di depan seluruh rakyatnya melalui televisi Iran. Rohani mengatakan: “Iran tidak menolak untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat guna memulihkan keamanan Irak, jika Washington menghadapi kelompok-kelompok teroris di Irak dan di tempat lain.”
Dikatakan bahwa “ada koordinasi antara Iran dan Amerika, khususnya di tingkat Kementerian Luar Negeri”. Seperti yang dinyatakan Hashemi Rafsanjani, mantan Presiden Iran dan Ketua Badan Pengkaji Kebijakan Rezim kepada surat kabar Asahi Shimbun, yang juga dikutip oleh kantor berita AFP pada 9/7/2014, di mana ia mengatakan: “Kami terlibat dengan Amerika Serikat dalam berbagai masalah yang sama. Dan kami tidak menemukan hambatan dalam kerja sama kami. Kami akan terus bekerja sama, jika diperlukan.”
Iran dan partainya (Hizbullah) di Lebanon telah jatuh sekali lagi dengan jatuh yang bergema dalam agresi Yahudi terhadap rakyat Gaza. Mereka hanya berdiri menonton atas kejahatan Yahudi. Mereka sedang menunggu kehancuran Gaza di depan mata mereka. Padahal mereka mengklaim sebagai “fron perlawanan dan penentang”. Sementara, pada saat yang sama mereka memerangi rakyat Suriah, dan melakukan kejahatan yang paling keji terhadap mereka. Mereka jatuh kekuatannya ketika mereka melihat perlawanan rakyat Gaza, dan roket-roket yang diluncurkannya ke Tel Aviv, Yerusalem dan daerah-daerah lain yang diduduki Yahudi. Sebab mereka tidak berani melakukan semua itu, meski mereka menyebut diri mereka bagian “fron perlawanan dan penentang”. Dengan demikian, semakin membuktikan kebohongan dan penipuan mereka terhadap kaum Muslim. Mereka telah mengamankan perbatasan Yahudi dengan menerima keputusan Amerika di Dewan Keamanan, yang mengharuskan untuk menjamin keamanan entitas Yahudi dengan gencatan senjata, dan penempatan pasukan internasional di perbatasan dengan Lebanon.
Sementara rezim Suriah yang mengklaim sebagai rezim perlawanan dan penentang, tidak satupun mengeluarkan tembakan terhadap Yahudi selama empat puluh tahun, meski entitas Yahudi telah menyerang Suriah beberapa kali. Rezim ini justru disibukkan dengan memerangi rakyat Lebanon, yang Muslim, dan sebaliknya memperkuat kekuasaan umat Kristen, serta memelihara pengaruh Amerika di sana.
Rezim Iran juga tidak melepaskan tembakan kepada Yahudi, meski ia terus bernyanyi ingin menghapus (Israel). Sehingga jelas penipuannya, bahwa yang ia ingin hanya menghapus nama (Israel) saja. Sebab pada saat yang sama, ia justru ingin menjaga entitas Yahudi di Palestina, seperti perkataan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, di surat kabar “al-Alam al-Iraniyah”, pada tanggal 23/07/2014: “Sebagaimana perkataan Imam Khomeini, bahwa satu-satunya solusi adalah menghilangkan Israel, namun ini tidak berarti penghapusan orang Yahudi di sana. Sehingga untuk mencapai hal ini, ada mekanisme yang logis dan praktis, yang diberikan oleh Republik Islam Iran kepada forum internasional.” Ini berarti bahwa Iran ingin memperkuat entitas Yahudi dengan nama lain. Oleh karena itu, Iran tidak pernah melepas tembakan pada entitas Yahudi, dan tidak siap untuk melawan entitas ini. Sebab Iran ingin menjaga entitas ini dengan nama lain. Sebaliknya Iran bertekad untuk terus memerangi rakyat Suriah, yang telah menyatakan bahwa mereka ingin menggulingkan rezim sekuler, dan menggantinya dengan sistem Islam di sana, kemudian dari sana mereka akan pergi membebaskan Palestina, dan membersihkannya dari kotoran-kotoran Yahudi (kantor berita HT, 15/8/214).