Arab Saudi Menjadi Tuan Rumah Pertemuan Tingkat Menteri Kelompok ‘Friends of Syria’
Sebagaimana diberitakan di Middle East Monitor (24/8), Arab Saudi mengumumkan Sabtu (23/8) bahwa mereka akan menjadi tuan rumah pada hari Minggu (24/8) bagi pertemuan Sahabat Suriah (Friends of Suriah) di Kota Jeddah. Pertemuan akan mencakup para menteri luar negeri Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Demikian lapor Kantor Berita Anadolu.
Saudi Press Agency, mengutip sumber resmi di Kementerian Luar Negeri Saudi, mengatakan bahwa “pertemuan itu akan membahas situasi keseluruhan di wilayah tersebut serta perkembangan terbaru di Suriah”.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Menteri Luar Negeri Sameh Shukri akan berpartisipasi dalam pertemuan Friends of Suriah yang dijadwalkan berlangsung di Arab Saudi.
Friends of Suriah adalah kelompok yang mendukung oposisi Suriah. Mereka mengadakan pertemuan pertama pada tanggal 24 Februari 2012 di Tunisia dengan partisipasi 114 negara. Pertemuan ini menghasilkan pembentukan kelompok kecil Friends of Suriah yang meliputi sebelas negara yakni Turki, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir dan Yordania.
Menurut statistik PBB, konflik Suriah yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun telah menyebabkan hampir sepuluh juta dari 22,5 juta penduduk Suriah mengungsi dan lebih dari 191 ribu lainnya terbunuh.
Sebagaimana diketahui, Suriah adalah bagian dari negeri Syam yang sudah lama diperintah oleh rezim diktator Bassar Assad, penerus diktator sebelumnya, Hafedz Assad. Persoalan yang dihadapi rakyat Suriah dulu maupun sekarang sesungguhnya sama; sama-sama bersumber dari pemerintahan otoriter dan diktator yang tidak menerapkan Islam. Rakyat yang sudah muak dengan pemimpin otoriter dan diktaor ini kemudian tak kuasa lagi untuk ditindas. Pada akhirnya, meletuslah ‘Revolusi Syam’ melengkapi rangkaian ‘Revolusi Arab’ yang terjadi sebelumnya.
Barat, terutama AS, tentu tak ingin begitu saja bonekanya, Bassar Assad, jatuh oleh rakyatnya sendiri tanpa ada penggantinya dengan bonekanya yang lain. Karena itu dukungan Barat, terutama AS, terhadap oposisi Suriah tidak lebih dari cara mereka untuk tetap mempertahankan hegemoninya di Suriah. Bassar Assad boleh saja jatuh dan habis kekuasaannya, tetapi Suriah harus tetap dalam genggaman kafir penjajah itu, siapapun penguasanya.
Pembentukan Friends of Suriah yang beranggotakan negara-negara Barat dan Arab setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama: Campur tangan yang nyata Barat, khususnya AS, untuk terus memaksakan kepentingannya di Suriah. Campur tangan ini juga terus dilakukan oleh Barat dan AS di Timur Tengah seperti Irak, Mesir, dan lain sebagainya. Kedua: Pengkhianatan para penguasa Arab yang terus mengikuti irama yang dimainkan Barat, khususnya AS. Ini sebetulnya wajar saja. Pasalnya, para penguasa Arab, termasuk penguasa Saudi yang menjadi tuan rumah pertemuan Friends of Suriah, adalah juga boneka AS dan Barat. Penguasa boneka atau antek tentu akan ikut saja apa yang disekenariokan oleh tuan besarnya, yakni AS.
Karena itu umat, khususnya rakyat Suriah, seharusnya segera menyadari: Pertama, bahwa campur tangan AS dan Barat tidaklah untuk masa depan dan kebaikan rakyat Suriah, tetapi demi mewujudkan kepentingan busuk mereka di Suriah. Kedua, bahwa penting untuk terus berjuang demi melenyapkan para penguasa antek Barat di Dunia Islam, khususnya di Suriah, karena merekalah yang menjadi perantara bagi terus bercokolnya dominasi AS dan Barat di negeri-negeri kaum Muslim, khususnya Suriah. Ketiga, bahwa perjuangan penegakan kembali Khilafah ar-Rasyidah bukan saja merupakan kewajiban syar’i yang tidak boleh ditolak, tetapi sekaligus kebutuhan mendesak karena merupakan satu-satunya solusi yang bisa menuntaskan ragam persoalan Dunia Islam, termasuk di Timur Tengah, khususnya Suriah yang masih terus menjadi korban kediktatoran penguasa mereka yang antek AS. [Arif B/Riza]