HTI Press. Ajakan Menteri Perdagangan M. Lutfi kepada negara-negara ASEAN untuk menolak prakarsa AS dalam bidang investasi, diantaranya penyamaan investor swasta dan BUMN dalam pengadaan barang Pemerintah, menarik dicermati.
Seperti yang diwartakan Tempo online (26/8), Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyerukan negara-negara ASEAN agar menolak prakarsa investasi Amerika Serikat. Sikap ini disampaikannya dalam pertemuan ASEAN Investment Area Council yang merupakan bagian dari pertemuan menteri-menteri ekonomi ASEAN ke-46, pada 25-28 Agustus 2014
Ia mengatakan ada beberapa permintaan Amerika Serikat yang sulit dipenuhi lantaran terlalu sensitif bagi Indonesia. “Misalnya mereka minta supaya investasinya disamakan dengan badan usaha milik negara, sehingga boleh untuk pengadaan pemerintah,” kata Lutfi seusai pertemuan, Senin malam, 25 Agustus 2014
Selama ini AS memandang negara-negara di kawasan ASEAN sebagai salah satu mitra strategis untuk mengukuhkan dominasinya di kawasan Asia Pasifik, baik dalam bidang politik dan keamanan, ekonomi dan sosial budaya.
Oleh karena itu, AS terus merancang berbagai kerangka kerja perjanjian kerjasama agar negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, terlibat dalam liberalisasi ekonomi dengan negara tersebut baik melalui Free Trade Aggrement yang telah disepakati oleh Singapura, Trans-Pacific Partnership (TPP) serta berbagai kesepakatan lainnya seperti dalam Trade and Investment Framework Agreement (TIFA).
Apalagi saat ini perekonomian AS masih mengalami goncangan hebat sehingga membutuhkan penopang, terutama dari negara-negara yang menjadi mitranya, untuk menyelamatkan negara tersebut dari keterpurukan. Tidak heran jika berbagai negosiasi dan bahkan mungkin tekanan akan terus dilancarkan kepada negara-negara yang menjadi mitranya untuk menerima klausul-klausul yang menguntungkan perekonomian negara itu.
Padahal selama ini, AS sendiri atas restu pemerintah Indonesia yang dipayungi oleh sejumlah regulasi, telah lama menghisap perekonomian Indonesia, sehingga membuat kekayaan dan kedaulatan negara ini terampas. ini sekaligus menunjukkan kerakusan negara kapitalis terbesar tersebut untuk menguasai negeri ini.
Oleh karena itu, Pemerintah dituntut untuk tidak hanya menolak klausus yang bersifat teknis tersebut, namun yang paling utama adalah menolak dan membatalkan segala bentuk perjanjian kerjasama dengan AS, yang sedang berjalan maupun yang telah disahkan, baik dalam bidang ekonomi, politik. Keamanan, dan sebagainya. Pasalnya, selain status AS adalah muhariban fi’lan, perjanjian tersebut juga bertentangan dengan Islam. Termasuk pula, berbagai perjanjian yang mengarah pada liberalisasi ekonomi seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN sendiri.[]Muhammad Ishak/ Lajnah Mashlahiyah DPP HTI