Nilai penting dari ibadah haji adalah ketaatan, pengorbanan dan persatuan. Namun anehnya, setiap tahun jamaah haji semakin banyak tetapi semakin banyak pula penderitaan kaum Muslimin di berbagai negara tidak terselesaikan. Mengapa? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Rokhmat S Labib. Berikut petikannya.
Menurut Ustadz, apa nilai penting dari ibadah haji?
Banyak sekali. Di antara yang amat penting adalah ketaatanterhadap syariah dan persatuan umat.
Bisa dijelaskan tentang nilai ketaatan?
Sebagai sebuah ibadah, haji terdapat tatacaranya. Detail dan rinciannya dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda: Khudzû ‘annî manâsikakum, ambillah dariku manasik haji kalian. Perintah ini mewajibkan umat Islam mencontoh beliau dalam melaksanakan haji.
Terhadap tatacara tersebut, tidak ada yang membantah. Misalnya, mengapa harus mengenakan pakaian ihram, wuquf di Arafah,melempar jumrah, menginap di Muzdalifah,dan lain-lain. Tidak ada yang protes! Semuanya taat dan patuh terhadap ketentuan syariah.
Bahkan, seandainya ada orang yang mengubah tata caranya, pasti akan ditolak, pelakunya dikatakan sesat. Kalau ada yang mengatakan bahwa wukuf di Arafah tidak perlu dikerjakan, atau wuquf bisa dilakukan di tempat lain, pasti akan disebut sesat.
Itulah ketaatan dalam ibadah haji. Semestinya, ketaatan itu tidak hanya dipraktekkan di dalam ibadah haji, namun juga dalam semua hukum syariah lainnya.
Kan dalilnya tadi hanya untuk manasik haji?
Hadits tadi memang untuk haji. Untuk perkara lainnya dijelaskan dalam banyak dalil lainnya. Sepert firman Allah SWT: Wamâ âtakumu al-Rasûl fakhudzûhu wa mâ nahâkum ‘anhu fanthû, QS al-Hasyr ayat 7. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Lafadz mâatau “segala sesuatu” dalam ayat ini bermakna umum, meliputi semuanya. Tidak terbatas hanya dalam haji.
Berarti ketaatan itu harus total?
Ya. Jika dalam haji harus menaati ketentuan syara’nya, demikian pula dalam urusan lainnya. Kalau dalam haji taat memakai baju putih tak berjahit, di luar haji juga tak berani memakai baju yang membuka aurat.
Jika dalam haji tidak berani mengubah tempat wuquf, semestinya juga tidak berani mengubah hukuman potong tangan bagi pencuri menjadi hukuman penjara.
Jika dalam ibadah haji tidak berani mengubah urutan tatacaranya, semestinya juga tidak berani mengubah sistem pemerintahan khilafah yang ditetapkan syara’ menjadi sistem demokrasi, monarki, atau lainnya.
Demikian juga berbagai hukum dalam sistempemerintahan, ekonomi, pendidikan, pergaulan, sanksi hukum, politik luar negeri, dan lain-lain.
Sungguh aneh jika ada seorang Muslim yang hanya mau menaati ketentuan syara’ dalam haji, namun dalam hukum lainnyamenolak. Bukankah semua hukum itu datang dari Dzat yang sama, yakni Allah SWT; dibawa oleh rasul yang sama, yakni Nabi Muhammad SAW? Lalu atas dasar apa ada sebagian hukum yang ditaati, sementara sebagian lainnya ditolak?
Dalam khutbah haji wada’, Rasulullah SAWtelah memerintahkan umatnya untuk berpegang tegung kepada Alquran.
Bagaimana pesan Rasulullah SAW dalam haji wada?
Rasulullah SAWbersabda: Wa innî qad taraktu fîkum mâ lan tadhillûba’dahu in [i]’tashamtum bih Kitâbal-Lâh. Dan sungguh telah aku tinggalkan di tengah kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat setelahnya apabila berpegang teguh kepadanya, yakni Kitabullah.
Jadi, siapa pun yang tidak ingin tersesat, maka harus berpegang tegung kepadaAlquran. Mengerjakan dan menerapkan semua yang ada di dalamnya, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam negara.
Kalau dalam bernegara lebih memilih demokrasi bagaimana?
Ya jelas tersesat. Karena demokrasi mengharuskan manusia berpegang teguh kepada hukum buatan manusia. Bukan berpegang kepada Alquran dan Sunnah.Kalaupunada hukum Allah yang diterapkan, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan parlemen. Jika ditolak parlemen, tidak boleh diterapkan.
Dalam khutbah wada’, Rasulullah SAWjuga bersabda: Alâ kullu amr al-jâhiliyyah tahta qadamiy mawdhû’, ingatlah semua urusan jahiliyyah telah diletakkan di bawah telapak kakiku. Dikatakan Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Nawâwî ‘alâ Muslim, hadits ini membatalkan semua perbuatan jahiliyah.
Termasuk dalam amr al-jâhiliyyahadalah hukum jahilyah. Menurut al-Hasan sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya, barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT, itulah adalah hukum jahiliyah.
Kalau nilai persatuan dalam haji?
Dalam ibadah haji, seluruh jamaah dari berbagai suku bangsaberkumpul di tempat yang sama, beribadah kepada Tuhan yang sama, dengan tatacarayang sama, menghadap ke kiblat yang sama, bergerak ke arah yang sama, bahkan pakaiannya pun sama. Terlihat jelas mereka adalah umat yang satu. Umat yang memiliki akidah dan syariah yang sama.Persatuan umat ini semestinya juga diwujudkan dalam kehidupan. Bukan hanya dalam haji saja.
Apakah nilai itu sudah direalisasikan dalam kehidupan?
Masih jauh sekali. Lihatlah nasib umat Islam di Palestina, Suriah, Irak, Afrika Tengah, Rohingya di Myanmar, Uighur di Xinjiang, dan lain-lain. Ketika darah mereka ditumpahkan, tak ada pembelaan dan perlindungan dari kaum Muslim lainnya.
Demikian juga ketika Gaza dibombardir tentara zionis dengan berbagai senjata pemusnah massal. Tidak ada satu pun penguasa negeri Islam yang mengirimkan tentara membela umat Islam di sana. Bahkan, Presiden Mesir al-Sisi justru menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Anehnya ketika Amerika mengajak para penguasa itu bergabung dalam koalisi memerangi negeri Muslim lainnya, penguasa Saudi, Bahrain, Qatar, Yordan, dan Uni Emirat segera menyetujui. Mereka mengirimkan tentaranya di bawah komando Amerika.
Mengapa begitu?
Karena umat ini tidak berada dalam satu negara dan satu kepemimpinan. Umat terpisah-pisah dalam banyak negara bangsa, masing-masing memiliki kepala negara sendiri-sendiri.
Padahal, persatuan umat ini wajib diwujudkan dalam bentuk kesatuan pemimpin dan negara. Umat Islam hanya boleh memiliki satu khalifah. Seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW, siapa pun yang mencoba-coba memecah belah umat Islam, dengan mengangkat khalifah baru sementara khalifah yang sah masih ada, diancam dengan hukuman yang keras, yakni bunuh.
Jadi mutlak tidak boleh umat tidak bersatu dalam negara dan kepemimpinan?
Ya, tidak boleh. Dalam level negara, umat Islam hanya boleh memilikisatu khalifah. Menurut Imam al-Nawawi para ulama telah sepakat tidak boleh diangkat dua orang khalifah dalam satu masa.
Berarti nilai penting haji hanya bisa direalisasikan secara sempurna jika ada khilafah?
Benar. Umat Islam hanya bisa menjalankan ketaatan terhadap syariah secara sempurna jika ada khilafah. Sebab khilafah adalah institusi pelaksana syariah.
Persatuan umat hanya bisa diwujudkan secara sempurna ketika berada dalam satu daulah khilafah. Sebab, khilafah adalah institusi pemersatu umat.[]
Sumber: Tabloid MediaUmat Edisi 136