Dukungan terhadap Khilafah Islam menjadi perhatian media Barat. BBC Indonesia online (27/10/2014) mengangkat laporan dengan judul Mengapa Kekhilafahan Islam Didukung ? . BBC mengutip survei yang dilakukan Gallup pada tahun 2006. Dalam survey itu disebutkan 2/3 responden di Mesir, Maroko, Indonesia, dan Pakistan mendukung tujuan “menyatukan semua negara Islam” dalam sebuah khalifah baru.
Khalifah yang berasal dari kata Arab berarti wakil atau pengganti dan di al-Quran hal ini dikaitkan dengan pemerintahan yang adil.Dan bagi warga Islam Sunni saat ini, yang kebanyakan hidup di bawah rezim otokratis, ide sebuah kekhalifahan berdasarkan prinsip pemerintahan tanpa paksaan, kemungkinan besar sangat menarik.
Dalam pandangan BBC , sebagian penganut Islam juga tertarik dengan kekhalifahan karena hal ini membangkitkan kebesaran Islam.Sepeninggal Nabi Muhammad, kepemimpinan diteruskan bergantian oleh empat Khalifah yang dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin –kekhalifahan yang memperoleh petunjuk yang benar. Sesudahnya, memerintah kekhalifahan Bani Umayyah, lalu Bani Abbasiyah.
Masa Keemasan Islam juga ditandai dengan kebesaran pemikiran dan kreativitas kebudayaan.Istana Abbasiyah di Baghdad menganggap penting sastra dan musik, di samping kemajuan bidang kedokteran, ilmu pengetahuan dan matematika.
BBC dalam hal ini benar, keinginan umat Islamuntuk menegakkan Khilafah sudah sangat kuat. Namun hal ini bukan karena didorong semata-mata dari keinginan lepas dari rezim otoriter atau kembali kepada sejarah keemasan Khilafah. Perkara yang paling mendasar adalah karena dorongan keimanan. Karena kewajiban penegakan Khilafah merupakan kewajiban syariah Islam yang didasarkan kepada keimanan.
Para Imam Madzhab, Ulama besar sepakat tentang kewajiban penegakan Khilafah ini. Al-Imam an-Nawawi (w. 676 H), mazhab Syafii, mengatakan:
أَجْمَعُوْا عَلىَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلىَ الْمُسْلِمِيْنَ نَصْبُ خَلِيْفَةٍ
“Imam Nawawi (w. 676 H) berkata,”Mereka [para shahabat] telah sepakat bahwa wajib atas kaum muslimin mengangkat seorang Khalifah.” (Lihat, an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz XII/hal. 205).
Hal yang sama ditegaskan Imam al Qurthubi. Al-Imam al-Quthubi (w. 671 H), mazhab Maliki, mengatakan:
وَلاَ خِلَافَ فِيْ وُجُوْبِ ذَلِكَ بَيْنَ الْأُمَّةِ وَلاَ بَيْنَ الْأَئِمَّةِ، إِلاَّ مَا رُوِيَ عَنِ الْأَصَمِّ، حَيْثُ كَانَ عَنِ الشَّرِيْعَةِ أَصَمُّ. وَكَذَلِكَ كُلُّ مَنْ قَالَ بِقَوْلِهِ وَاتَّبَعَهُ عَلىَ رَأْيِهِ وَمَذْهَبِهِ ).
“Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya hal itu (mengangkat Khalifah) di antara umat dan para imam [mazhab], kecuali apa yang diriwayatkan dari Al Asham, yang dia itu memang ‘asham’ (tuli) dari Syariat. Demikian pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta mengikutinya dalam pendapat dan mazhabnya.” (Lihat, al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur`an, Juz I/264).
Karena itu merupakan kewajiban syariah Islam yang didasarkan keimanan, maka tidak ada siapapun yang akan bisa membendung keinginan umat untuk menjalankan kewajiban. Sebagaimana tidak ada yang bisa membendung umat untuk melaksanakan kewajiban sholat lima waktu, shaum di bulan ramadhan , atau menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Apapun usaha mereka untuk membendungnya tidak akan berhasil.
Hal ini ditegaskan Amir Hizbut Tahrir al ‘alim Atho Abu Rasytha dalam masalah ini: “Atas izin Allah, cepat atau lambat, sekarang atau nanti, Khilafah pasti tegak kembali. Sehingga siapa saja yang menolong dan membantunya, maka ia termasuk di antara orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah. Sebaliknya siapa saja menghalanginya, maka sedikitpun tidak membahayakan (apa yang dijanjikan) Allah, justru ia akan ditimpa kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Semua (upaya untuk menghalanginya) itu, sedikitpun tidak akan menunda tegaknya dan kembalinya Khilafah … “Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”(TQS. Ath-Thalaq [65] : 3)”. Allahu Akbar (Farid Wadjdi)