[Al-Islam edisi 729, 14 Muharram 1436 H-7 November 2014 M]
Kembalinya Khilafah Rasyidah merupakan janji Allah SWT dan bisyarah Rasulullah saw. yang pasti. Ini ditegaskan dengan begitu kuat dalam firman-Nya (QS an-Nur [24]: 55) dan lisan Nabi-Nya (HR Ahmad dari an-Nu’man bin Basyir). Keberadaan Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam tidak bisa dibantah oleh siapapun. Bahkan Imam al-Ghazali menyebut Khilafah sebagai penjaga (hârisun); menegakkan Khilafah adalah wajib. Kewajiban ini disepakati oleh seluruh ulama Sunni, Syiah, Muktazilah ataupun Khawarij (dari kalangan mazhab akidah) maupun ulama Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali (dari kalangan mazhab fikih). Bahkan para ulama menyebut Khilafah sebagai kewajiban paling agung.
Sejak Khilafah terakhir runtuh, tanggal 3 Maret 1924 di Turki, nyaris suara untuk memperjuangkan tegaknya kembali institusi kaum Muslim yang sangat vital ini tak terdengar. Lalu muncullah Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (w. 1977 M). Beliau adalah orang yang mula-mula menyuarakan kembalinya Khilafah. Beliau adalah seorang ulama besar, mujtahid mutlak, cucu Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Yusuf an-Nabhani (w. M), guru Hadhratus Syaikh Hasyim al-Asy’ari.
Ide untuk mengembalikan Khilafah awalnya dianggap mimpi, bahkan pengusungnya dianggap gila. Namun, dengan izin dan pertolongan Allah, berkat perjuangan beliau dengan Hizbut Tahrir dan kaum Muslim, ide ini kini telah diterima luas oleh berbagai kalangan. Tentu saja, karena Khilafah merupakan ajaran Islam, yang telah lama diabaikan oleh kaum Muslim.
Kini istilah khilafah nyaring terdengar setiap saat. Gambaran Khilafah pun dengan jelas diketahui dan dipahami oleh kaum Muslim. Karena itu ketika ada upaya memalsukan Khilafah, umat Islam segera menyadari. Beberapa tahun lalu Presiden Libanon, misalnya, pernah mengumumkan dirinya sebagai khalifah. Namun, seketika umat Islam menolak klaimnya karena dia tidak memenuhi syarat sebagai khalifah. Saat Robbert Haddad, dari Universitas Kristen Beirut, menyatakan konsep ‘khilafah nasional’, serta-merta gagasan itu pun ditolak. Bahkan contoh mutakhir, ketika ISIS memproklamirkan Khilafah, umat Islam di seluruh dunia pun tak terpengaruh.
Semua ini menjadi bukti, bahwa umat Islam telah paham konsep Khilafah. Mereka paham mana Khilafah sungguhan (asli) dan mana yang tidak (palsu). Karena itu umat Islam saat ini tak bisa lagi ditipu dengan berbagai klaim khilafah, termasuk seseorang yang diklaim sebagai ‘khalifah nasional’.
Menggugat Nation State
Nation state (negara-bangsa) adalah negara yang dibatasi oleh wilayah terirorital yang permanen. Sebenarnya batas wilayah terirorital merupakan masalah politik, bisa bertambah dan berkurang. Wilayah Indonesia, pada zaman Soeharto, bertambah meliputi Timor Timur setelah wilayah ini diintegrasikan ke Indonesia. Namun, pada era Habibie, wilayah ini pun lepas melalui referendum yang dimotori kaum Kristen, dengan dukungan negara-negara penjajah Barat. Inilah bukti bahwa batas wilayah terirorital yang permanen itu sesungguhnya tidak ada.
Bukti lain, negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa, meski secara fisik batas teritorialnya tetap ada, secara non-fisik sekat teritorial itu pun diabaikan. Setelah tergabung dalam Uni Eropa, negara-negara Eropa telah menjelma menyerupai negara federasi, sebagaimana Amerika Serikat. Mereka harus meleburkan diri dalam negara federasi baru ini untuk menghadapi penjajahan Amerika. Mereka sadar, mereka tidak bisa melawan Amerika sendiri, kecuali dengan bersatu dalam satu negara. Ini bukti bahwa konsep “batas wilayah terirorital permanen” itu sebenarnya telah ditinggalkan oleh Barat. Mereka bahkan mengakui itu sebagai bentuk kelemahan mendasar yang membuat mereka tidak lepas dari dominasi Amerika.
Islam juga tidak mengenal konsep “batas wilayah terirorital permanen”. Selain fakta normatif, fakta historis Negara Khilafah membuktikan itu. Saat Nabi saw. mendirikan Negara Islam di Madinah, wilayahnya sangat terbatas. Namun, dalam waktu 10 tahun, wilayahnya telah meliputi seluruh Jazirah Arab; meliputi Arab Saudi, Yaman, Oman, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Setelah itu Irak, termasuk Iran, tunduk di bawah pemerintahan Islam. Wilayah Syam (yang meliputi Palestina, Yordania, Libanon dan Suriah) juga tunduk di bawah pemerintahan Islam. Begitu seterusnya. Akhirnya, sebagian Eropa dan Asia tunduk di bawah pemerintahan Islam. Wilayah Negara Islam yang semula kecil, akhirnya berkembang hingga meliputi hampir 2/3 dunia. Negara Khilafah pun menjadi negara adidaya selama 10 abad dan tetap bisa bertahan hingga 14 abad. Sayang, akhirnya Khilafah dihancurkan oleh negara kafir penjajah, melalui berbagai gerakan separatisme (pemisahan diri) di sejumlah wilayah serta serangan militer negara penjajah Barat di wilayah-wilayah tersebut.
Karena itu ide khilafah ‘nation state’ dan ‘khalifah nasional’ bukan ajaran Islam. Khilafah Islam bukanlah negara yang menganut batas wilayah teritorial permanen. Andai Khilafah Islam menganut batas wilayah teritorial permanen, tentu Khilafah tidak akan pernah menjadi negara adidaya selama 10 abad dengan wilayah kekuasaan yang terus berkembang hingga mencapai 2/3 dunia.
Justru karena itulah kaum kafir penjajah paham betul, untuk mengkerdilkan umat Islam, dan agar umat yang mulia ini tetap bisa dijajah, maka paham kesukuan (kebangsaan) yang menjadi basis nation state ini terus disebarkan di tengah umat. Sejarah telah menunjukkan, bagaimana Inggris menggunakan sentimen kesukuan (kebangsaan) untuk menghancurkan Khilafah Utsmani. Sentimen ini juga yang terus mendatangkan ancaman disintegrasi/separatisme (pemisahan diri) bagi negeri ini.
Sentimen kesukuan (kebangsaan) ini sangat berbahaya; bisa menghancurkan kaum Muslim. Sentimen itulah yang telah meluluhlantakkan persatuan kaum Aus dan Khazraj sekaligus menyeret mereka dalam peperangan puluhan tahun lamanya. Namun kemudian, Islam berhasil mengikis sentimen kesukuan (kebangsaan) itu di antara kaum Aus dan Khazraj.
Karena itu sentimen ini tidak boleh tumbuh dan berkembang. Begitu muncul, Nabi saw. pun segera memadamkannya, seraya bersabda:
«مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ؟» فقال: «دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ»
“Bagaimana mungkin seruan-seruan Jahiliyah itu bisa muncul?” Lalu, Nabi bersabda, “Tinggalkanlah seruan-seruan (kesukuan) itu. Sesungguhnya itu merupakan perkara yang busuk.” (HR Bukhari dan Muslim).
Khilafah Pasti Kembali!
Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah adalah bentuk final negara kaum Muslim di seluruh dunia. Inilah yang ditetapkan oleh wahyu. Istilah Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah digunakan dalam Hadis Nabi saw. dengan makna yang khas. Khilafah bukan kerajaan, republik, federasi, kekaisaran, atau negara demokrasi. Khilafah adalah negara kesatuan dengan sistem pemerintahannya yang khas.
Istilah khilafah merupakan istilah yang digunakan oleh nash syariah dengan makna syar’i. Kata khilafah adalah seperti kata shalat, shaum, zakat, haji, jihad dan sebagainya. Selain mempunyai substansi, istilah-istilah itu juga mempunyai bentuk amaliyah yang khas. Karena ini merupakan bagian dari hukum syariah, maka tidak mungkin seorang Muslim disebut telah melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji dan jihad jika hanya mengambil substansinya, sementara amaliyahnya yang khas ditinggalkan. Begitu juga dengan istilah khilafah.
Karena itulah umat Islam menolak Presiden Libanon saat memproklamirkan dirinya sebagai khalifah. Mereka juga menolak ketika Robbet Haddad menyebarkan ide khilafah nation state. Mereka pun menolak Khilafah yang diproklamirkan oleh ISIS. Semua itu karena umat Islam dan para ulamanya paham, bahwa Khilafah bukan hanya substansi, tetapi mempunyai syarat dan amaliyah yang khas, yang memang layak disebut Khilafah.
Setelah kesadaran umat tentang Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah begitu kuat, kaum kafir penjajah berupaya mengaburkan hingga menghentikan kembalinya Khilafah, termasuk melalui kaum Muslim sendiri. Melalui berbagai dalih dan penyesatan, kaum kafir penjajah berhasil menyihir sebagian umat Islam untuk memuluskan rencana mereka; mulai dari isu War on Terorism,invasi ke Irak dan Afganistan hingga Perang Melawan ISIS. Namun, Allah SWT menegaskan:
﴿وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيُثْبِتُوْكَ، أَوْ يَقْتُلُوْكَ أَوْ يُخْرِجُوْكَ، وَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُ اللهُ، وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ﴾
Ingatlah (Muhammad) saat orang-orang kafir itu melakukan makar jahat kepada kamu untuk menangkap dirimu, membunuh kamu, atau mengusir kamu. Mereka merancang makar jahat, tetapi Allah membalas makar (mereka). Allah adalah Zat Yang Maha Menggagalkan makar (QS al-Anfal [8]: 30).
Ayat ini mengingatkan Nabi saw., bahwa apapun makar jahat yang dirancang kaum kafir untuk menggagalkan perjuangan beliau pasti gagal. Terbukti, Nabi saw. pun berhasil mendapatkan nushrah penduduk Madinah. Ke sanalah Nabi saw. hijrah dan mendirikan Negara Islam yang pertama. Dari sana pula Islam kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Hal yang sama kini terulang kembali. Makin kencang upaya kaum kafir memerangi Khilafah, makin kuat pula keingintahuan dan kerinduan umat pada Khilafah. Bahkan upaya menyerang nash-nash syariah yang menyatakan kembalinya Khilafah pun tidak bisa menggoyahkan keyakinan umat. Alih-alih menjadi hujjah yang mendukung serangan mereka, justru upaya ini melemahkan mereka sendiri.
Wahai Kaum Muslim:
Kembalinya Khilafah adalah pasti karena ini merupakan janji Allah SWT dan bisyarah Nabi-Nya. Maka dari itu, yang terbaik bagi kita semua adalah berjuang bersama-sama demi tegaknya kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah itu sehingga kita akan beruntung di dunia dan akhirat.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:
Pemerintah meningkatkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 mendatang. Jika pada tahun ini pertumbuhan ekonomi diprediksi akan mencapai 5,5 persen, maka tahun depan pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,8 persen. (Kompas.com, 4/11).
- Selama ini pertumbuhan tinggi juga disertai dengan kesenjangan yang makin tinggi. Itulah bukti bahwa distribusi kekayaan secara adil tidak diperhatikan.
- Mengejar pertumbuhan adalah doktrin ekonomi kapitalis yang sudah terbukti gagal mengatasi problem ekonomi, termasuk di negeri ini.
- Solusi problem ekonomi serta distribusi kekayaan secara adil dan merata, yang diiringi pertumbuhan ekonomi yang menyejahterakan, hanya bisa diwujudkan dengan sistem ekonomi Islam di bawah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.