Peran Parpol dalam Islam
Partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. (Miriam Budiardjo, 1992). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai.
Beragam parpol dapat dikelompokkan dalam berbagai cara. Jika dilihat dari segi komposisi dan sifat keanggotannya maka ada partai
Memang, parpol memiliki fungsi dan tujuan tertentu serta memiliki beragam komposisi dan sifat keanggotannya. Lebih dari itu, jika dicermati secara intens, dalam Islam, peran dan tugas parpol sangat luas. Pertama: Parpol wajib mengoreksi penguasa. Keberadaan parpol dalam Islam memiliki tugas atau kewajiban sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah Swt., yakni mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar (lihat: QS Ali Imran [3]: 104). Di tangan penguasalah puncak kemakrufan atau kemungkaran. Karena itu, fungsi utama amar makruf dan nahi mungkar bersentuhan langsung dengan pihak penguasa. Rasullah saw. bersabda:
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ اْلمُطَالِبِ وَرَجُلٌ قَامَ عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
Pemuka para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zalim untuk melakukan amar makruf nahi mungkar kepadanya, lalu penguasa tersebut membunuhnya. (HR al-Hakim).
Hadis ini menunjukkan bahwa tugas parpol adalah melakukan koreksi terhadap penguasa. Jika dalam perjalanan kekuasaannya penguasa melakukan penyimpangan maka tugas dan kewajiban parpol Islam untuk meluruskannya agar sesuai dengan sistem (hukum) Islam. Fungsi perbaikan (ishlâh) hanya dapat dipahami dalam konteks penguasa memang diangkat berdasarkan sistem (hukum) Islam dan dalam rangka menerapkan hukum Allah Swt. Namun, jika penguasa diangkat berdasarkan sistem (hukum) kufur yang mengatur masyarakatnya maka yang dilakukan parpol Islam adalah perubahan total (taghyîr).
Pada masa Rasulullah saw., seluruh langkah parpol Islam di
Kedua: Parpol dalam Islam harus membina kesadaran politik masyarakat. Setiap peristiwa di tengah masyarakat tidak selalu murni tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa boleh jadi by design kelompok tertentu dan untuk kepentingan politik tertentu pula. Dalam ungkapan Benjamin Disraeli, “The world is governed by far different personages from what is imagined by those who are not behind the scenes.” (Dikutip dari Luthfi Hidayat, 2007).
Pada hakikatnya, situasi politik lokal, regional, dan internasional terjadi mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan politik. Umat harus mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut pandang Islam. Inilah yang disebut dengan kesadaran politik Islam.
Pada masa lalu, Rasulullah saw. melakukan aktivitas membangun struktur kelompok terpilih yang beranggotakan para Sahabat. Rasulullah saw. membina mereka secara langsung sehingga mereka memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Mereka dipersiapkan sebagai pilar-pilar yang akan menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam (Khilafah) terbentuk. Di samping itu, pembinaan secara umum kepada masyarakat dilakukan dengan melontarkan opini umum tentang ajaran Islam, merespon berbagai persoalan kemasyarakatan, membongkar persekongkolan dan rekayasa jahat orang-orang kafir terhadap ajaran Islam dan kaum Muslim, dan sebagainya. Semua itu adalah bagian dari tahapan dan proses yang dijalin oleh Rasulullah saw. dengan tuntunan wahyu Allah SWT.
Ketiga: Parpol berupaya mewujudkan dan menjaga tegaknya Islam. Sudah saatnya parpol Islam tidak lagi terbuai dengan wacana demokrasi dan Pemilu yang terbukti hanya fatamorgana. Parpol Islam tidak seharusnya menampilkan simbol-simbol partai, jargon-jargon kosong, retorika tanpa makna yang cenderung melenakan umat, atau pidato agitatif yang membius euforia dan histeria
Pada masa lalu, Rasulullah saw. dan para Sahabat mendakwahkah Islam, sekaligus melakukan aktivitas politik yang bertujuan mendirikan Daulah Islam. Dengan aktivitas politik sistematis yang ditempuh Rasulullah saw. dan para Sahabat, akhirnya berdiri Daulah Islam di
Dalam konteks kekinian, aturan Islam tidak lagi diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Akibatnya, kaum Muslim mendapatkan kemadaratan dan jauh dari kemaslahatan. Saat ini, umat Islam tidak ada lagi memiliki institusi politik Islam (Khilafah) yang bisa menjaga kemuliaan mereka. Ketiadaan Khilafah mengakibatkan umat Islam mengalami penderitaan, kemiskinan, kezaliman, pembantaian, dan lain-lain. Negara-negara kafir penjajah menjarah dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri-negeri kaum Muslim tanpa ada yang mampu menghadapinya.
Dalam kondisi semacam ini, upaya mewujudkan kembali Khilafah Islamiyah yang akan menjadi institusi politik pemersatu kaum Muslim di seluruh dunia adalah kewajiban. Dengan adanya negara Khilafah Islamiyahlah kaum Muslim mampu menghadapi rintangan-rintangan tersebut. Tegaknya Khilafah hanya dapat diwujudkan melalui parpol Islam yang berjuang mengikuti metode Rasulullah saw. dan memperoleh dukungan secara langsung dari kaum Muslim.
Konstruksi Parpol Islam
Partai merupakan sekumpulan ide dan orang yang meyakininya berjuang agar ide-ide tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, parpol Islam merupakan sekumpulan ide Islam dan orang-orang yang meyakininya berjuang agar ide-ide Islam itu diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Ide-ide Islam yang hendak diwujudkan itu adalah ide-ide Islam yang meliputi sekumpulan konsep dan metode implementasinya. Ide Islam inilah yang seharusnya diperjuangkan oleh parpol Islam.
Untuk merealisasikan ide-ide Islam tersebut, parpol Islam harus memiliki bangunan yang jelas dan terarah. Pertama: Parpol Islam dibangun di atas dasar ideologi. Sebenarnya, parpol Islam adalah parpol yang mengusung ideologi Islam, yakni Islam sebagai sistem hidup, sistem hukum, dan sistem pemerintahan. Dengan kata lain, mereka mengemban Islam yang bersifat ideologis dan politis. Islam harus menjadi jatidiri dan rahasia keberlangsungan hidup parpol serta keberlangsungan hidup kaum Muslim.
Aktivitas parpol tersebut seluruhnya terikat dengan panduan hukum-hukum Islam yang menjadi mercusuarnya. Parpol Islam harus bersifat universal; tidak berasaskan kesukuan, kelompok, kebangsaan, atau mazhab tertentu. Ini sesuai dengan universalitas Islam yang tidak mengistimewakan orang Arab maupun ‘ajam (non-Arab). Tentu saja prinsip ini berakibat pada tidak adanya lagi sekat-sekat yang membatasi lapangan politiknya dengan batas-batas geografis yang mengerat-ngerat negeri Islam. Di samping itu, berjuang untuk menegakkan Islam dan untuk kemaslahatan kaum Muslim tidak dibatasi hanya untuk satu negeri tertentu saja, seraya melupakan negeri-negeri Islam lainnya. Jika ini yang terjadi, berarti parpol Islam tersebut mendasarkan aktivitasnya pada nasionalisme/kebangsaan (‘ashabiyyah); satu perkara yang dibenci oleh Rasulullah saw.
Kedua: Parpol Islam memiliki fikrah dan tharîqah yang jelas. Jika suatu parpol Islam telah dibangun di atas dasar ideologi Islam maka parpol tersebut memiliki orientasi dan perjuangan yang jelas dan terarah. Dengan demikian, keberadaan parpol Islam sudah dianggap memenuhi fungsinya untuk memperjuangkan Islam dan menjaga kemaslahatan kaum Muslim.
Tiga Unsur Penting Parpol Islam
Pertama: ide dasar (fikrah) maupun metode (tharîqah)-nya bersifat ideologis, jelas, dan tegas hingga ke bagian-bagian yang terkecilnya. Tidak ada kesamaran sedikitpun di dalamnya. Prinsip-prinsip ini tidak dapat ditoleransi dan ditawar-tawar lagi. Suatu ketika Rasulullah saw. dibujuk rayu dan diancam oleh kaum musyrik
وَاللهِ لَوْ وَضَعُوْا الشَّمْسَ فِى يَمِيْنِي وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى اَنْ أَتْرُكَ هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى يُظْهِرَهُ اللهُ اَوْ أَهْلَكَ دُوْنَهُ مَا تَرَكْتُهُ
Demi Allah, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku menanggalkan perkara (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya hingga agama ini tegak atau aku mati karena (membela jalan)-nya. (HR Ibnu Hisyam).
Metode perjuangan parpol haruslah mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. sebagai pencerminan dari firman Allah Swt.:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa saja yang diberikan Rasul kepada kalian, terimalah; apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah; dan bertakwalah kalian kepada Allah. (QS al-Hasyr [59]: 7).
Parpol Islam manapun yang menyimpang, meskipun hanya sedikit, dari metode (yang pernah dijalankan) Rasulullah saw. pasti akan tersungkur dan akhirnya terjebak dalam lingkaran sistem kufur. Salah satu metode yang ditentukan oleh Rasulullah saw. adalah perjuangan untuk menegakkan Islam serta untuk menjaga kemaslahatan kaum Muslim hanya melalui langkah-langkah politik dengan cara berjuang untuk membangun Daulah Islamiyah. Sebab, sebagian besar hukum-hukum Islam bersandar pada keberadaan Daulah Islamiyah. Karena itu, parpol Islam yang berjuang untuk menegakkan Islam wajib menerapkan sistem (hukum) Islam secara total dan menjaga kemaslahatan kaum Muslim di seluruh dunia. Perjuangan parpol Islam yang tidak mengikuti metode yang ditentukan oleh Rasulullah saw. yang bertujuan mendirikan Daulah Islamiyah bagaikan ‘melukis di permukaan air.’
Rasulullah Saw. dan para Sabahat sangat gigih berpegang dengan prinsip dan jalan ini meskipun Rasulullah saw. menghadapi tekanan, konspirasi,dan perburuan (hidup-mati). Orang-orang kafir mengetahui metode Rasulullah ini akan memusnahkan seluruh sistem (hidup, hukum, adat istiadat, dan sebagainya) kufur yang ada.
Kedua: bertumpu pada orang-orang yang memiliki kesadaran politik yang benar, berniat hanya untuk memperjuangkan Islam dan kaum Muslim, serta hanya mencari keridhaan Allah saja. Rasa takutnya hanya kepada Allah semata, bukan terhadap makhluk-makhluk-Nya. Tentu saja, dengan catatan sebuah parpol Islam harus mengedepankan kepemimpinan ideologis (qiyâdah fikriyyah)-nya dan berupaya jangan sampai muncul benih-benih figuritas atau paternalistik yang bisa menghancurkan parpol itu sendiri serta akan merusak kemurnian ide maupun metode.
Ketiga: ikatan yang menjalin anggota parpol, simpatisan, maupun para pendukungnya adalah ikatan (akidah) Islam. Hubungan mereka dilandasi ukhuwah islamiyah; satu dengan yang lainnya laksana saudara (lihat: QS al-Hujurat [49]: 10).
Dari sini pula, ia memahami musuh bersama dan utama kaum Muslim di seluruh dunia adalah orang-orang dan negara-negara kafir, seperti AS, Inggris, Prancis, Israel, Rusia yang secara terang-terangan melakukan permusuhan, peperangan, dan mengeksploitasi kekayaan negeri-negeri kaum Muslim. (lihat: QS an-Nisa’ [4]: 101).
Parpol Islam harus memposisikan dirinya berhadap-hadapan dengan kekafiran dan negara-negara kafir, sekaligus membongkar rekayasa dan konspirasi jahat mereka terhadap Islam dan negeri-negeri kaum Muslim; bukan sebaliknya, berangkulan dengan institusi dan negara-negara kafir tersebut, sementara dengan sesama saudara sendiri malah saling bermusuhan. Parpol Islam harus melakukan mutâba‘ah (pengamatan) atas setiap perkara yang berhubungan dengan pernyataan, manuver, maupun reaksi politik yang dilakukan negara-negara kafir tersebut; terutama yang berkaitan dengan Islam dan negeri-negeri kaum Muslim.
Ketiga: Parpol Islam memiliki kemampuan SDM yang handal dan tangguh. Kemampuan para aktivis parpol Islam yang handal dan tangguh terbentuk karena parpol Islam itu bersifat ideologis. Parpol Islam yang ideologis harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Memiliki pemahaman yang paripurna tentang ideologi Islam, yang terdiri dari fikrah (konsep/ide) dan tharîqah (implementasi)nya.
2. Keahlian (kapabilitas) para aktivis partai, khususnya pimpinan partai. Pimpinan partai haruslah orang yang paling memahami dan menyadari fikrah yang diperjuangkan partai dan tharîqah untuk mewujudkannya, paling memahami realitas buruk mayarakat dan paling menyadari pentingnya perubahan terhadap realitas buruk itu.
3. Memiliki keterikatan dengan asas partai seperti: (a) keimanan, keikhlasan, dan pemahaman terhadap ideologi partai dan tujuannya; (b) kesanggupan untuk melaksanakan dan mengemban tugas-tugas partai sekalipun bersifat minimal.
4. Memiliki pemahaman dan kesadaran politik terhadap dunia dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. (Ahmad Athiyah, 1996).
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
Ketika Perang Dunia meletus di tahun 1918, dimana kekhilafahan Turki bersekutu dengan Jerman, Austria-Hungaria, dan Bulgaria dalam Poros Tengah melawan sekutu yang terdiri dari AS, Rusia, Italia, Perancis, Inggris, dan Kanada, tidak banyak kalangan yang mempersoalkan persekutuan Khilafah Utsmani di Turki. Padahal jika ditilik, penyebab terjadinya Perang Dunia tersebut sama sekali tak terkait dengan kepentingan umat Islam, yaitu disebabkan peristiwa terbunuhnya Pangeran Ferdinand dari Austria oleh sekelompok teroris Serbia di Sarajevo.
Sejarah mencatat bahwa PD I mengakibatkan korban meninggal dengan jumlahnya yang sungguh sangat dahsyat. Kekhilafahan Turki sendiri harus membayar 1 juta nyawa tentara muslimnya yang menjadi korban peperangan. Sementara total korban perang dari kedua belah pihak, baik dari kalangan sipil ataupun tentara, mencapai 9 juta jiwa. Kekalahan Poros Tengah dimana Turki masuk didalamnya bersama Jerman, memang menjadi detik-detik akhir kedigdayaan khilafah Islam yang berpusat di Turki. Hingga pada tahun 1924 kekhilafahan Islam dijatuhkan oleh makar seorang pemikir sekuler Kemal Attaturk dengan dukungan kekuatan-kekuatan berideolagi di luar Islam. Fakta di atas tidak banyak dikupas oleh kalangan umum, termasuk kelompok Islam yang getol mengkampanyekan khilafah.
Baca selengkapnya di http://rhisy.blogsome.com
Realitas yang ada di Indonesia menunjukkan belum adanya (saat ini) partai Islam yg mengemban tugas dan peran ideal spt yg diuraikan penulis dalam artikel ini. Kalaupun ada satu atau dua PARPOL yg mengaku-ngaku berideologikan Islam, kenyataannya mereka memperjuangkan islam di parlemen hanya dengan setengah hati, atau malah lebih suka mencitrakan dirinya sbg partai “islam-nasionalis/ kebangsaan” (penyakit ashabiyah), bahkan lebih parah lagi Open Party dgn tujuan semata-mata menarik dukungan dari kaum nasionalis-muslim atau non-muslim.
Definisi partai dalam islam seharusnya tidak dibatasi dengan pengertian partai modern seperti yg ada saat ini. Esensi dari Partai Islam adalah, seperti yg diuraikan penulis, yakni kumpulan orang2 (MUSLIM, tentunya) yg punya komitmen kuat untuk memperjuangkan penerapan ideologi Islam secara nyata dalam kehidupan dengan konsep dan metode yg juga diambil dari Islam itu sendiri (BUKAN mengambil konsep dan metodologi dari ideologi kufur yg ditempeli label “Islam” sehingga terkesan se-olah2 islami & agar bisa diterima oleh kaum muslim yg pemahaman Islam-nya masih kurang). Dgn pengertian seperti ini, suatu partai Islam memang seharusnya eksklusif, karena ia hanya beranggotakan orang2 yg commit terhadap perjuangan membela kepentingan Islam (bukan kepentingan bangsa atau mazhab tertentu). Partai Islam yg ideal seharusnya mengambil bentuk sebagai partai kader, bukan partai massa. Dia tidak mementingkan jumlah anggota, tapi lebih kepada pembinaan kader. Kelak, kader2 yg terbina baik inilah (walaupun jumlahnya sedikit, tapi kualitasnya “super”) yg menjadi “mesiu” untuk menghancurkan suatu sistem yg non-Islami. Persis seperti pembinaan yg dilakukan oleh Rasulullah kepada generasi muslim awal.
Masalah lain yg juga penting: sangat minimnya kemampuan kaum muslim dalam mengidentifikasi mana problem2 ummat yg termasuk kategori masalah2 utama, dan mana yg bukan masalah utama. Masalah2 utama ummat (contoh penegakan khilafah dan penerapan syariat islam) seharusnya disikapi sebagai masalah utama. Kaum muslim harus secara ber-sama2 menyelesaikan masalah utama ini secara total dgn taruhan hidup dan mati (bukan dgn SETENGAH HATI). Rasulullah & generasi Islam awal sukses dalam perjuangannya karena mereka mampu mengidentifikasi masalah utama sebagai masalah utama dan menghadapinya dgn taruhan hidup-mati.
Mudah2an penggiat “partai islam” di negeri ini segera sadar akan kekeliruannya dan segera berubah. Sebagai muslim (baca: ummat terbaik), kita tentu tidak ingin terus-menerus dijajah oleh kaum kufr, secara fisik atau non-fisik.