HTI Press.Kediri. Walaupun minggu ini harga BBM jadi naik dari Rp 6.500,- menjadi Rp 8.500,-per liternya tetapi massa dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD Kota Kediri tetap menggelar aksi damai “Tolak Kenaikan BBM” di depan alun alun Kota Kediri, Sabtu (22/11/14) Siang.
Bahkan aksi damai seperti ini juga diadakan serentak di seluruh kota-kota di Indonesia oleh massa HTI, pungkas salah satu panitia aksi.
Massa yang jumlahnya ratusan itu berorasi dengan pengawalan ketat ratusan polisi, aksi damai tersebut mengecam Presiden Jokowi – JK sebagai kepanjangan tangan asing dan penganut paham neolib.
Dengan membentangkan spanduk dan penyebaran pamflet kepada pengguna jalan di perempatan Alun-alun, massa HTI memadati di depan alun alun Kota Kediri. Di kerumunan massa nampak juga “small agent” generasi penerus anak anak balita di bawah teriknya matahari sebagai bukti keras penolakan kebijakan penaikan harga BBM. Sehingga aksi ini menjadi perhatian para pengguna jalan yang melewati Jl.Panglima Sudirman Kota Kediri depan Masjid Agung Kota Kediri.
“Tindakan menaikkan BBM jelas merupakan kemungkaran. Terhadap kemungkaran kaum muslim tidak boleh diam, mereka wajib berusaha menghilangkan kemungkaran itu sesuai kemampuan dan sesuai tuntutan syariah,” kata Umar koordinator aksi dalam orasinya.
Para orator menyampaikan pandangannya, akibat kenaikan harga BBM ini semua rakyat kena dampak. Pengguna kendaraan bermotor yang jumlahnya 100 juta orang lebih adalah yang pertama terkena dampak,” Rakyat yang tak punya kendaraan juga terkena dampaknya. Pasalnya ongkos transportasi dan harga semua barang dan jasa ikut naik, terkena imbas kenaikan BBM” tambahnya.
Di akhir orasinya, DPD HTI Kota Kediri membuat sikap bahwa pencabutan subsidi BBM adalah kebijaksanaan yang didiktekan oleh IMF. Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya. Kedua tindakkan menaikkan harga BBM tidak lain untuk menyempurnakan liberalisasi sektor hilir, yakni sektor niaga dan distribusi setelah liberalisasi sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi) telah dikuasai oleh pihak swasta terutama swasta asing.
“Liberalisasi migas adalah pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada swasta (terutama asing) dan meminimalkan peran negara. Kebijakan ini jelas sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat yang nota bene adalah pemilik sejati sumber daya alam. Pemerintah jelas rezim neolib, karena tega menyengsarakan rakyatnya sendiri asal dapat menyenangkan “tuan-tuannya” yakni IMF, Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya. Tindakan menaikkan BBM juga mengandung unsur kebohongan, pengkhianatan dan kezaliman terhadap rakyat, apalagi dinaikkan saat harga BBM dunia sedang turun,” pungkas orator Erik. [] Sony Hermanto-MI Kediri