Bukannya mengajak masyarakat melakukan koreksi kepada penguasa ataupun nahyi munkar, tokoh-tokoh tertentu malah mengamini kezaliman Jokowi dengan meredam kemarahan rakyat atas kezaliman pemerintah –yang menaikkan BBM dengan alasan bohong demi kepentingan asing penjajah. Apa saja yang mereka katakan dan bagaimana meluruskannya? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Mengapa HTI konsisten menolak penaikan harga BBM, bukan hanya ketika masih isu tetapi juga pasca pengumuman penaikan harga?
Kebijakan menaikkan harga BBM adalah sebuah kemungkaran dan kezaliman. Kita tidak boleh diam. Harus dilawan. Orang yang diam terhadap kezaliman dan kemungkaran seperti setan bisu.
Tapi bukankah pemerintah memiliki sepuluh alasan untuk menaikkan harga BBM. Dari kesepuluh alasan itu, di mana letak kezalimannya?
Itu alasan yang dibuat-buat. Kalau disebut bahwa bila BBM tidak dinaikkan APBN bakal jebol, kenyataannya meski RAPBN 2015 dalam hitungan mengalami defisit, tapi defisit ini sudah ditutup dengan utang. Khusus menyangkut BBM, memang ada defisit sebesar sekitar Rp 1,4 trilyun. Apakah masuk akal kalau dikatakan bahwa defisit sebesar itu mengakibatkan APBN jebol? Sementara untuk APBN 2014, malah diperkirakan akan ada sisa lebih dari Rp 80 trilyun. Anggaran tahun lalu tersisa sekitar Rp 20 trilyun.
Kemudian kalau dikatakan bahwa subsidi selama ini lebih banyak dinikmati oleh orang kaya, data Korlantas Mabes Polri menunjukkan dari sekitar 100 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, lebih dari 80 persen adalah kendaraan roda dua.
Itu artinya, BBM itu lebih banyak dipakai oleh kelompok menengah ke bawah. Hal ini diperkuat oleh hasil Sensus Ekonomi dan Sosial Nasional (Susenas) 2010 dan data BPH Migas (2013) yang menegaskan BBM memang lebih banyak dipakai oleh kalangan menengah ke bawah.
Pendek kata tidak ada alasan yang masuk akal yang bisa dipakai untuk landasan menaikkan harga BBM. Apalagi saat ini harga minyak dunia sedang terus turun. Karena itu, negara lain, seperti Cina dan Malaysia, berulang menurunkan harga BBM, kita malah menaikkan BBM.
Ada yang menyatakan “kita harus sabar” dengan kenaikan ini jangan emosi. Tanggapan Ustadz?
Kita memang harus sabar ketika menghadapi kesulitan atau tantangan, termasuk kesulitan ekonomi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM. Dalam situasi sulit seperti ini, kita tidak boleh mudah putus asa, harus tetap semangat dan optimis dalam melakukan segala ikhtiar guna menyelesaikan atau menghadapi kesulitan dan tantangan itu.
Tapi kita juga tidak boleh berhenti pada kata ‘sabar’. Kita wajib mengetahui mengapa pemerintah dan Jokowi yang belum genap 1 bulan menjadi presiden, ngotot sekali menaikkan harga BBM meski sudah diprotes banyak pihak karena tidak ada satupun alasan yang membenarkan.
Ada apa sebenarnya di balik itu?
Kita harus mencari tahu. Ternyata di balik itu semua terdapat program yang disebut oleh Menteri ESDM pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 Purnomo Yusgiantoro sebagai liberalisasi migas sektor hilir. Program itu bertujuan memberikan peluang bagi perusahaan migas asing untuk ikut jualan BBM di negeri ini dengan jalan menghapus apa yang disebut subsidi BBM.
Dengan jualan BBM di dalam negeri, perusahaan migas asing diperkirakan setiap tahun bakal meraih untung lebih dari Rp 140 trilyun. Bagaimana tidak, minyak mentahnya diambil dari bumi Indonesia, diolah di sini, lalu dijual kepada rakyat Indonesia dengan harga internasional. Karuan saja, mereka desak terus pemerintah Indonesia untuk segera menghilangkan subsidi.
Bila demikian halnya, maka ini jelas sebuah kemungkaran dan kezaliman yang amat besar.
Ada pula yang mengatakan “ini sudah takdir, ambil saja ibrahnya agar hidup bisa lebih hemat lagi”. Tanggapan Ustadz?
Semua hal buruk yang menimpa kita, termasuk yang dilakukan oleh penguasa terkait kenaikan harga BBM, pasti ada hikmahnya. Dan tentu saja hal itu terjadi juga tidak lepas dari qudrah dan iradah Allah. Menarik hikmah dari setiap kejadian sangat penting agar kita bisa mendapat pelajaran darinya. Tapi sekali lagi, tidak berarti lantas boleh membuat kita pasrah begitu saja, lantas membiarkan kemungkaran dan kezaliman itu terus terjadi di hadapan kita.
Ada juga yang berapi-api yang menyatakan “Yang menentukan harga Allah!” bukan Jokowi atau makhluk lainnya. Tanggapan Ustadz?
Dalam jual beli di pasar (market), harga komoditas dan jasa memang ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Kita sering menyebut itu sebagai mekanisme pasar. Dulu, ketika terjadi kenaikan harga barang-barang di masa Rasulullah, memang ada sahabat yang minta kepada Nabi sebagai kepala negara untuk menetapkan harga. Tapi Nabi menolak dengan menyatakan Allah lah yang “menetapkan harga”. Artinya, membela penjual sama pentingnya dengan membela pembeli.
Tapi ingat, hadits ini tidak bisa digunakan sebagai dalil dalam masalah penetapan harga BBM karena migas bukanlah komoditas bebas yang siapa saja bisa mendapatkan dengan leluasa. Ia memerlukan biaya besar dan teknologi tinggi. Dan yang pasti memerlukan izin dari penguasa. Karena itu, penetapan harga juga tidak bisa begitu saja didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah berperanan dalam menentukan harga komoditas semacam ini.
Dan faktanya, selama ini memang pemerintahlah yang menetapkan harga. Bila harga dibiarkan begitu saja mengikuti mekanisme pasar, pasti akan timbul kesengsaraan pada rakyat mengingat komoditas semacam ini adalah komoditas khusus yang dipasok oleh pihak terbatas.
Tidak sedikit pula yang menyatakan “kita rakyat kecil, tidak bisa apa-apa…”
Tidak betul itu. Rakyat bisa melakukan protes. Jadi, kita sebagai rakyat kecil, bukan tidak bisa apa-apa. Bila protes itu dilakukan secara serempak, jutaan orang turun ke jalan misalnya, sangat mungkin kebijakan itu akan dianulir, bahkan bukan tidak mungkin pemerintahan Jokowi bakal jatuh. Jadi persoalannya bukan bisa atau tidak, tapi mau atau tidak kita melawan kemungkaran dan kebijakan zalim itu.
Bahkan ada pula yang menyatakan “demo juga tidak didengar…”
Mungkin benar demo tidak digubris oleh pemerintah. Tapi andai tidak ada sama sekali rakyat yang protes, pasti pemerintah akan mengira bahwa rakyat menerima baik keputusan pemerintah menaikkan BBM itu. Karena itu, aksi protes harus tetap dilakukan. Dan bila demo itu dilakukan besar-besaran, pasti pemerintah tidak bisa mengabaikannya.
Ketika Jokowi nantinya menurunkan harga BBM, HTI tetap akan melakukan demonstrasi atau lainnya?
Andai benar Jokowi nanti menurunkan harga BBM, HTI tidak akan berhenti bergerak. Karena HTI bergerak dan berjuang bukan untuk sekadar menolak kenaikan harga BBM, tapi untuk tegaknya kehidupan Islam, melalui penerapan syariah secara kaffah dalam sistem khilafah. Dalam sistem Islam, BBM akan dikelola dengan cara yang benar, yakni dikelola sepenuhnya oleh negara bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.[sumber : mediaumat edisi 140 ]