RUSIA berada di tengah-tengah krisis mata uang. Pada tanggal 15 Desember mata uangnya kehilangan 10% dari nilainya, uang telah kehilangan nilainya sekitar 40% tahun ini. Bank Sentral menaikkan suku bunga secara tajam, tapi bukannya menenangkan pasar, kenaikan suku bunga itu malah dipandang sebagai pertanda putus asa. Pada hari berikutnya rubel turun lagi satu poin sebesar 20% (dan berakhir 10% lebih rendah). Bank sentral menganggap bahwa PDB bisa turun 5% pada tahun 2015. Inflasi saat ini sebesar 10%, tetapi diperkirakan dapat segera cepat melesat. Penduduk Rusia melakukan pembelian dolar karena panik; bank-bank kehabisan dolar. Apa yang salah dengan ekonomi Rusia?
Masalah yang lama terjadi lagi. Rusia sangat tergantung pada pendapatan minyak (hidrokarbon berkontribusi lebih dari setengah anggaran federal dan dua pertiga dari ekspor) dan selama dekade terakhir Rusia telah gagal melakukan diversifikasi ekonominya. Yang mengerikan adalah korupsi, lembaga-lembaga yang lemah dan tidak ada hak milik yang nyata. Kremlin mendistribusikan uang dari pendapatan minyak melalui bank-bank pemerintah kepada perusahaan dan proyek-proyek yang dipilih atas dasar kepentingan politik dan sikap mereka yang pro-Putin, dan tidak mempercayai pasar untuk mengalokasikan modal untuk perusahaan-perusahaan yang paling efisien. Jika Anda melihat dari segi kekayaan, Rusia adalah negara kedua yang pendapatannya paling tidak setara di dunia. Penduduk dengan usia kerja menyusut dengan cepat.
Sanksi-sanksi Barat yang diberlakukan untuk menanggapi campur tangan Rusia di Ukraina telah menjadi pukulan telak bagi perekonomian. Namun penyebab langsung dari gejolak ekonomi dalam beberapa hari terakhir ini adalah kekhawatiran tentang sektor korporasi Rusia. Selama tahun 2015, perusahaan-perusahaan Rusia harus membayar $ 100 milyar yang senilai dengan utang luar negeri. Tapi saat rubel jatuh, membayar kembali dalam bentuk dolar menjadi lebih sulit. Raksasa energi seperti Gazprom dan Lukoil berada dalam keadaan yang jauh lebih buruk daripada yang disadari orang. Rosneft, perusahaan minyak, telah bersandar pada Kremlin untuk pembiayaan. Awal tahun ini perusahaan itu meminta dana talangan $ 44 miliar dari Kremlin; pada tanggal 12 Desember bank sentral membantu dengan dana talangan sebesar $ 700 juta rubel dalam bentuk obligasi. Yang terakhir adalah kesepakatan mencetak rubel untuk membeli dolar-cara yang pasti-tapi semakin melemahkan mata uang rubel lebih lanjut.
Ada risiko nyata saat ini bahwa krisis mata uang Rusia bisa berkembang menjadi krisis perbankan yang jauh lebih besar. Penduduk dapat mulai menyerbu bank-bank. Kelalaian perusahaan-perusahaan yang mengalami kebangkrutan bisa menjadikan Kremlin tersudut untuk membayar sebagian besar utang mereka. Tidak ada kepercayaan yang disediakan oleh cadangan devisa Kremlin, yang nilai resminya adalah $ 370 milyar tetapi dalam prakteknya jauh lebih rendah, dan berkurang. Kremlin berharap adanya kenaikan harga minyak, tetapi pada saat yang tampaknya ini tidak mungkin terjadi. Rusia bisa memberlakukan moratorium pembayaran utang luar negeri, tapi hal itu akan membuatnya dijauhi di mata para investor asing. Rusia bisa mencoba untuk memaksakan kontrol modal, untuk mencegah uang meninggalkan negara itu; tetapi prospek dari langkah tersebut berisiko memiliki efek yang sebaliknya, dan malah mempercepat pelarian modal. Kecuali Rusia siap untuk menunjukkan komitmennya yang serius untuk mewujudkan reformasi-dan bergerak untuk melakukan hal yang menenangkan di Ukraina-gejolak ekonomi diperkirakan akan terus berlanjut. (economist.com, 16/12/2014)