HTI Press,Semarang. Indonesia semakin sekuler radikal,? Ya karena Indonesia memang sudah sekuler. Namun di era Jokowi-JK, tampak kuat keinginan untuk lebih menyekulerkan lagi Indonesia secara lebih ekstrim dan vulgar. Ini tampak dari gagasan-gagasan pejabat-pejabat Jokowi atau lingkaran dekatnya. Seperti penghapusan kolom agama, doa bukan berdasarkan agama tertentu (apalagi kalau bukan yang dimaksud adalah Islam). Menghalalkan pemakaian atribut Natal dengan alasan tradisi dan bisnis. Daftar berikutnya sepertinya akan menyusul: pelegalan nikah beda agama, pelegalan aliran sesat seperti Baha’i dan Ahmadiyah, penghapusan UU yang mengatur penodaan agama, rivisi UU Perkawinan dan lain-lain.Demikian ungkapan Farid Fadjdi pada saat jadi pembicara pada HIP yang diadakan oleh DPD l Jawa Tengah Ahad 14/12/2014.
HIP dihadiri dari Akademisi,Anggota DPD RI Jateng, Ulama, dan Tokoh Masyarakta kota Semarang dan sekitarnya.Peserta memenuhi ruangan yang di sediakan panitia. HIP Edisi Desember ini mengambil Tema:Refleksi Akhir Tahun 2014 INDONESIA DIJUAL.Sebagai pembicara :1.M.Choirul Anam S.Si.,M.Si (Akademisi),2.H. Soetjipto (Wakil Ketua PDP P Jateng ),3.Sunu Andhy Purwanto (Produser Eksekutif Pro TV ),4.Farid Wadjdi ( DPP Hizbut Tahrir Indonesia )
Farid Fadjdi mengatakan Memang berapa gagasan tersebut kemudian ‘dilembutkan’ atau diklarifikasi. Itupun setelah terjadi penolakan kuat dari tokoh-tokoh umat dan ormas Islam. Bayangkan kalau tidak ada penolakan itu,bukan tidak mungkin gagasan ‘gila’ tersebut akan diwujudkan. Lepas dari itu, semua gagasan itu memang dipengaruhi paradigma sekuler dengan nilai-nilai pentingnya seperti demokrasi, pluralisme, dan liberalisme.
Di bidang ekonomi lebih jelas lagi. Apa yang merupakan poin penting dari Konsensus Washington benar-benar telah diwujudkan, bahkan hampir menuju liberalisme ‘kaffah’ (totalitas). Seperti penghapusan subsidi, perdagangan bebas, privatisasi BUMN, liberalisasi sektor keuangan dan deregulasi kebijakan yang dianggap menghambat liberalisme.
Bahayanyapun sudah ‘dinikmati’ dan akan semakin besar lagi. Beberapa diantaranya, pertama, exploitation risk. Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia menjadi obyek eksploitasi perusahaan swasta, baik lokal maupun asing. Indonesia cenderung menjadi pemasok bahan mentah dan energi murah bagi industrialisasi negara-negara maju. Pasar Indonesia juga menjadi target besar mengingat penduduk Indonesia mencapai 250 juta.
Yang paling berbahaya adalah yang kedua, political risk. Liberalisasi membuat Indonesia benar-benar terjajah dan didominasi asing. Ketergantungan kepada asing sangat tinggi. Bukti-bukti tentang ini sangat banyak di depan mata dari setiap rezim liberal.
Yang mengerikan semua bahaya ini dilegalisasi undang-undang produk sistem demokrasi. Seperti UU Migas, UU Perbankan, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan dan lain-lain. UU ini sarat dengan intervensi asing dan untuk kepentingan asing. Kenaikan BBM yang merupakan implementasi dari liberaliasi migas dari hulu hingga hilir dilegalkan UU Migas no 22 tahun 2001. UU ini membolehkan pemain asing masuk dengan menggunakan istilah badan usaha swasta. Berbagai peraturan diarahkan ke liberalisasi total dengan istilah harga perekonomian atau rasionalisasi harga mengikuti harga internasional.
Dari UU no 25/2007 tentang Penanaman Modal sangat jelas merupakan hasil kolusi dengan kepentingan asing. Dalam Bab V tentang perlakuan terhadap penanaman modal jelas-jelas disebutkan negara akan memberikan perlakuan yang sama. Lebih liberal dari negara liberal sekalipun karena tidak disertai escape clause sebagai langkah pengamanan kepentingan dalam negeri. UU ini pun mempersulit nasionalisasi. Kalaupun dilakukan, pemerintah memberikan kompensasi dengan harga pasar. Kalau tidak tercapai penyelesaian dilakukan melalui arbitrase.Bukankah ini jelas untuk kepentingan asing?
Sementara Choirul Anam lebih menyoroti terkait pendidikan indonesia.Indonesia bingung menentukan arah pendidikan, sehingga yang terjadi pendidikan kita hanya berputar putar di tempat gak pernah maju,contohnya terkait kebingungan menentukan kurikulum pendidikan.
Pers dan Rakyat dari berbagai elemen harus bersatu menjadi kontrol kebijakan pemerintah, kita di rampok dengan legal oleh negara melalui konstitusi.Demikian ungkapan Sunu Andhy Purwanto.Kita harus ada di setiap tempat untuk melawan kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat.
Pembicara ketiga sebagai wakil dari partai pemenang pemilu,Soetjipto berterima kasih atas acara HIP yang di adakan oleh HTI yang tentu semakin membuat rakyat cerdas kritis terhadap kebijakan yang di lakukan pemerintah Jokowi-Jk.beliau juga mengajak pada DPR yang pada saat itu juga hadir untuk secara serius memperhatikan dan mengganti uu yang tidak relevan lagi dan menyesengsarakan rakyat.
Di akhir acara farid fadjdi mengajak semua peserta untuk berjuang bersama hizbut tahrir menegakkan syariah dan khilafah,karena hanya dengan syariah dan khilafahlah sebagai solusi dan membebaskan indonesia dari segala bentuk penjajahan.[]MI HTI Jateng