Refleksi 2014 dan Optimisme Kebangkitan Islam

khilafah is the answer HT AusiOleh: Farhan Akbar Muttaqi, Kajian Islam Mahasiswa UPI Bandung

Sekitar dua dekade lalu, Intelektual Barat heboh membincangkan jurnal yang berjudul The Clash of Civilization and The Remaking of World Order karya dari salah seorang Guru Besar Ilmu Politik Harvard University, Samuel P. Huntington yang terbit di Foreign Affairs. Dalam jurnal yang kemudian dibukukan tersebut, Huntington membuat tesis yang menantang tesis intelektual-intelektual lain pada masanya.

Ketika sebagian intelektual berpendapat bahwa runtuhnya Uni Soviet dengan Sosialismenya (timur) adalah kemenangan puncak bagi barat, yang dengannya barat akan dengan mudah menjadikan budayanya sebagai budaya dunia tanpa hambatan, Huntington justru berkata lain. Menurutnya, keruntuhan Uni Soviet adalah titik yang justru memicu kemunculan benturan dalam bentuk yang lain.

Manusia-manusia di belahan bumi, menurutnya, akan berbondong-bondong melakukan proses identifikasi akan jati dirinya. Sehingga dengan identitasnya tersebut, mereka membangun budayanya masing-masing. Pada akhirnya, budaya Barat justru akan sulit masuk karena harus bersaing dengan budaya-budaya tersebut. Tak terkecuali, kesulitan itu akan Barat dapatkan ketika bersinggungan dengan umat Islam. Islam bahkan bukan hanya akan bertahan dengan melakukan proses resistensi, tapi juga bangkit menampilkan dirinya sebagai kekuatan utama di muka bumi.

Refleksi dan Optimisme

Membaca tren selama 2014, tesis Huntington sesungguhnya semakin menemukan titik temunya. Meskipun kerusakan akibat masih diterapkannya Ideologi Kapitalisme dan derivatnya di tengah umat masih nampak, Kita tak bisa menampik, bahwa adalah sebuah kenyataan bahwa kini semakin banyak juga diantara umat Islam terus menerus melakukan proses identifikasi akan jatidirinya. Di tengah-tengah mereka, kesadaran bahwa identitas Islam menuntut konsekuensi berbudaya Islam semakin meningkat.

Lihatlah di sekitar kita, semakin banyak wanita muslimah yang menyadari bahwa berjilbab adalah kewajiban yang mesti dilakukannya sebagai seorang pemeluk Islam. Secara umum, baik muslim dan muslimah, semakin mengerti juga bagaimana mereka mengatur tingkah lakunya. Para remaja semakin banyak yang sadar dan tobat berhenti pacaran. Mereka berbondong-bondong ikut kajian-kajian keislaman. Tak ketinggalan, yang sudah berumurpun demikian. Tabligh akbar, kajian perkantoran, diskusi keislaman, training-training islami, semakin menjamur tak tertahankan. Akun-akun sosial media milik para dai-pun kini semakin banyak dibanjiri. Status atau tweet yang mencerminkan pemikiran Islam dari mereka dinanti banyak orang. Hal ini tentunya adalah kondisi yang mencerminkan keingintahuan umat Islam akan solusi yang Islam tawarkan atas masalah mereka.

Hal-hal di atas pun akhirnya memicu kompromi dari pihak-pihak yang punya pengaruh kuat. Diantaranya dapat disaksikan pada dunia jurnalistik. Sebagian media swasta kini nampaknya mulai berkompromi dengan realitas. Mereka seperti memotret tren yang terjadi di tengah umat Islam. Pada akhirnya, kini semakin banyak siaran-siaran yang berbau keislaman. Acara pengajian di televisi kini tak hanya ada sebelum fajar menyingsing. Bahkan, di waktu-waktu yang terbilang prime time-pun ada. Tak hanya itu, Portal-portal berita Islam juga semakin menjamur. Mereka menjadi penyeimbang atas wacana-wacana yang diangkat oleh media mainstream. Kaum muslimin pun semakin banyak yang menjadikannya sebagai rujukan alternatif dalam memahami situasi yang berkembang.

Sesungguhnya berbagai hal tersebut menunjukkan bahwa adanya tren yang positif. Umat Islam sedang bergerak menemukan identitasnya. Sehingga antara ajaran Islam dan orang Islam tak lagi menjadi sesuatu yang terpisah lagi. Semakin banyak yang mengerti bahwa identitas Islam adalah identitas yang berbuah konsekuensi. Menganut Islam berarti menjadi Islam sebagai budaya yang mengatur segala tindak-tanduknya.

Beriringan dengan berbagai hal tersebut, resistensi terhadap kebudayaan Barat dan berbagai hal yang datang darinya semakin nyata adanya di tengah kaum Muslimin. Penolakan terhadap sistem Demokrasi semakin menguat. Kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang menjadi sumber kesengsaraan semakin banyak disadari. Budaya liberal yang merusak tingkah laku juga sama.

Lihatlah, betapa kini umat semakin sensitif dengan wacana kebijakan publik yang menyinggung agamanya. Ketika kolom agama hendak dihapus, ketika doa di awal belajar anak sekolah hendak ditiadakan, ketika seorang non-muslim menjadi Gubernur di Ibukota, ketika Calon Presiden mereka keislamannya nampak meragukan, ketika Pabrik Miras hendak didirikan di Ibukota, ketika itu semua terjadi, umat Islam ramai membincang isu-isu tersebut dan menyatakan sikap yang selaras dengan prinsip Islam. Hingga ini semua menarik perhatian para pemegang kebijakan publik tersebut. Hingga kemudian Islam kini mulai tampil juga sebagai lanskap dalam berbagai diskusi politik.

Dalam dunia penyiaran, KPI juga kini nampaknya semakin sibuk menampung komplain umat Islam. Berbagai tayangan yang mengajarkan pornografi dan pornoaksi semakin banyak menuai gugatan. Umat semakin tau bahwa efek yang ditimbulkan dari budaya liberalisme barat adalah racun yang dapat menghancurkan potensi generasinya. Demikian halnya dengan film-film yang memojokkan Islam. Baik dengan melakukan distorsi terhadap sejarah Islam, maupun memberikan labeling buruk terhadap Islam. Sebuah sikap yang menandakan bahwa mereka tak hanya ingin menerapkan Islam, tapi juga keinginan menjaga eksistensi Islam.

Semua fenomena yang ada sesungguhnya tak bisa dibaca dengan pemaknaan yang sekedarnya. Apa yang terjadi bisa dipahami juga sebagai kebenaran apa yang dikatakan oleh Huntington dalam tesisnya. Bahwa umat Islam kini sedang bergerak menuju kebangkitan. Menemukan kembali apa yang semestinya mereka gunakan dalam kehidupan. Hingga pada gilirannya mampu tampil sebagai kekuatan utama dunia yang bahkan bisa menghancurkan dominasi Barat.

Menyongsong Janji Allah

Huntington sesungguhnya hanyalah manusia biasa. Ia tak lebih tahu ketimbang Allah Swt, Pencipta Bumi serta isinya. Dalam konteks yang sedang diperbincangkan dalam tulisan ini, sesungguhnya tesis Huntington adalah tesis yang usang. Karena jauh sebelumnya, Allah Swt melalui Rasul Saw sudah menjanjikan bahwa Islam memang akan kembali tegak di penghujung zaman. Percis ketika dunia sedang dalam kerusakan yang teramat parah, Islam untuk keduakalinya akan kembali tampil ke muka dunia. Menampilkan kekuatan dan kegemilangannya.

“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR Ahmad)

Maka sesungguhnya, apa yang Kita lihat kini hanyalah bagian dari pergerakan masa yang telah Allah SWT gariskan. Cepat atau lambat, dengan atau tanpa Kita ambil bagian dalam perjuangannya, Islam pasti akan bangkit. Hanya saja, dalam upaya menyongsong janji Allah SWT, ada peran yang tak boleh disepelekan oleh para Ideolog Muslim dan Partai Ideologis Islam. Sebagai individu dan partai yang memahami fikrah dan thariqah Islam secara utuh, keberadaannya sangat penting untuk senantiasa mengontrol dan mengarahkan tren positif ini hingga kemudian bersama umat mereka dapat menyongsong janji Allah Swt yang pasti terwujud tersebut.Wallahualam.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*