Revolusi Umat Islam di Beberapa Negara Arab dan Tuntutan Penegakan Khilafah

Pengantar Al Waie: Menanggapi Revolusi Umat Islam di Beberapa Negara Arab dan Tuntutan Penegakan Khilafah: Aliansi Tentara Salib Baru Untuk Mencegah Tegaknya Khilafah dan Penghancuran Dakwah Kepadanya

HT-Tunisia-Arab-Spring-Demo-17-12-13

﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾

Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (TQS. Yusuf [12] : 21).

Pada bulan September 2014, kami telah menyaksikan percepatan yang signifikan terkait berbagai pernyataan, serta konferensi internasional dan regional, juga berbagai upaya dan aliansi internasional untuk menghadapi apa yang disebut “Negara Islam di Irak dan Syam”, dan semua jenis terorisme pemikiran, politik dan militer—berdasarkan klaim mereka—yang dijalankan dengan cara yang sama. Sementara di antara berbagai konferensi, upaya dan pernyataan yang paling menonjol adalah:

1. Konferensi NATO di daerah (Wales, di Inggris). Dalam konferensi yang diselenggarakan pada hari Jum’at (7/9/2014), terdapat beberapa pernyataan yang memancarkan asap perang terhadap umat Islam. Di antara pernyataan-pernyataan yang beracun dan berbau makar ini, adalah pernyataan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry yang mengatakan: “Kami memiliki kemampuan untuk menghancurkan ISIS. Dan untuk itu, mungkin akan memakan waktu satu atau dua tahun, atau mungkin akan memakan waktu hingga tiga tahun. Namun tekad kami dalam masalah ini sangat serius.” Obama, Presiden Amerika Serikat, mengatakan di sela-sela konferensi: “Para pemimpin NATO sepakat pada pertemuan puncak yang diselenggarakan di Wales, bahwa para pejuang militan Sunni menimbulkan bahaya besar bagi Barat, dan mendukung tindakan AS di Irak.” Obama menambahkan: “Setelah menteri sepuluh negara bertemu di sela-sela pertemuan NATO untuk membentuk apa yang disebut Washington dengan ‘Koalisi Utama’, bahwa para sekutu kunci dalam NATO benar-benar siap untuk menghadapi ancaman teroris ini, melalui operasi militer dan intelijen, penegakan hukum, juga upaya-upaya diplomatik.

Perdana Menteri Inggris, David Cameron dalam konferensi Wales mengatakan: “Organisasi yang dikenal sebagai “Negara Islam di Irak dan Syam (ISIS)” muncul dengan cepat, dan mulai menimbulkan ancaman yang jelas bagi dunia.” Sehingga ia menekankan petingnya untuk sesegera mungkin menghilangkan organisasi ini. Dikatakan bahwa konflik di PBB justru akan memperpanjang generasi-generasi berikutnya dalam melawan ekstremisme Islam. Bahkan ia menggambarkan situasi saat ini sebagai yang terburuk dalam penyebaran ekstremisme.

2. Konferensi Jeddah, yang diadakan di Arab Saudi (11/9/2014), di mana para peserta pertemuan yang terdiri dari negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk, Arab Saudi dan Amerika Serikat memfokuskan untuk melawan terorisme, sesuai klaim mereka. Dalam konferensi ini, Menteri Luar Negeri Amerika, Kerry mengatakan: “Pertemuan telah mencapai kemajuan, dan koalisi melawan terorisme akan berkembang.” Ketika menjawab pertanyaan tentang peran yang diperlukan dari negara-negara Arab dalam masalah ini, Kerry mengatakan: “Untuk masing-masing negara yang berpartisipasi dalam pertemuan ini wajib berperan dalam menghadapi terorisme, seperti memberi dukungan materi dan militer, serta mencegah masuknya dana dan para teroris ke ISIS.” Kerry juga menegaskan kurangnya bantuan kekuatan darat oleh negara manapun dalam memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Ia mengatakan: “Tentara Irak dan oposisi Suriah yang akan melakukan tugas ini. Sedang negaranya akan fokus pada serangan udara, sesuai dengan strategi yang telah diumumkan oleh Presiden AS Barack Obama.” Adapun Saud al-Faisal, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, mengatakan: “Negara-negara yang ikut dalam pertemuan itu memiliki komitmen bersama untuk bersatu padu melawan ancaman terorisme di kawasan Timur Tengah dan dunia, termasuk apa yang dikenal sebagai organisasi Negara Islam di Irak dan Syam.” Ia menambahkan: “Pertemuan itu bertekad untuk mengeluarkan pandangan yang sama dalam memerangi terorisme militer, keamanan, politik, ekonomi dan pemikiran.

3. Konferensi Kairo yang diselenggarakan di Mesir sebagai penyempurna Konferensi Jeddah, yang dihadiri oleh beberapa Syeikh Al Azhar. Kerry mengatakan dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Mesir, Samih Syukri: “Mesir berdiri di garis depan dalam perang melawan terorisme, khususnya yang berkaitan dengan perang melawan kelompok-kelompok ekstrimis di Sinai.” Ia menambahkan: “Setelah kami mendapatkan dukungan dari sepuluh pemerintah Arab, minggu ini, maka Washington berusaha mendapatkan kerja sama Mesir dan lembaga-lembaganya dalam serangan ini.” Ia mengatakan: “Mesir sebagai ibukota pemikiran dan budaya dunia Islam, maka Mesir memiliki peran penting untuk bermain dalam deklarasi pembersihan ideologi yang disebarkan oleh ISIS.

Samih Syukri, Menteri Luar Negeri Mesir saat konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, di Kairo (13/9) menyatakan lebih lanjut: “Bahwa ia dan Kerry telah membicarakan semua masalah di kawasan Timur Tengah, khususnya isu terorisme.” Menteri Luar Negeri Mesir ini menjelaskan bahwa Mesir telah lama menyeru masyarakat internasional untuk memerangi ekstremisme dan terorisme. Ia menegaskan bahwa Kairo mendukung semua upaya internasional untuk memerangi terorisme. Syukri menambahkan: “Mesir melawan semua kelompok teroris yang menggunakan Islam sebagai kedok.

4. Konferensi Keamanan dan Perdamaian di Irak, yang diadakan di Paris, Prancis (15/9/2014). Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan lebih dari dua puluh negara. Dalam konferensi ini dideklarasikan pembentukan sebuah aliansi internasional untuk memerangi terorisme dan ekstremisme. PBB telah menyerukan dalam konferensi ini, melalui “Nikolay Mladenov”, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Irak tentang “Pentingnya masyarakat internasional untuk bekerja sama dalam pelaksanaan sanksi yang mengikat, yang terdapat dalam resolusi Dewan Keamanan no (2170), mengenai dukungan dan pendanaan organisasi ekstremis di Irak dan Suriah, serta menghukum para pelaku, penyelenggara dan sponsor aksi-aksi terorisme.

Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius mengatakan pada penutupan konferensi tersebut: “Konferensi Paris telah mengadopsi resolusi (2170) sebagai dasar untuk kegiatan internasional dalam melawan ISIS.” Ia menambahkan: “Ancaman kelompok-kelompok terorisme tidak akan berhenti sampai di sini.

Lalu, apa hakikat dari pernyataan-pernyataan tersebut? Apa yang dimaksud dengan Negara Irak dan Syam? Apakah semua mobilisasi politik dan militer, serta konferensi regional dan internasional ini dimaksudkan untuk melenyapkan organisasi militer yang memiliki kekuatan dan kemampuan terbatas, atau untuk tujuan yang jauh lebih besar dari semua itu?!

Sesungguhnya berbagai kegiatan, pernyataan dan konferensi ini telah mengingatkan kita pada peristiwa sejarah yang sama, yang telah berlalu dalam sejarah umat Islam; juga mengingatkan kita bagaimana kekufuran, intrik dan tipu daya untuk melenyapkan umat yang mulia ini, untuk melenyapkan pemikiran dan peradabannya yang agung. Sehingga dibuatlah isu-isu dan peristiwa-peristiwa tertentu sebagai dalih dan kedok untuk mengkriminalisasi umat Islam dan proyeknya. Dan berikut ini di antara peristiwa-peristiwa sejarah:

1. Pada periode awal dakwah—pada era Rasulullah saw—dan perang sengit yang dipimpin oleh para pemimpin kufur, konsensus Makkah, yang terjadi ketika mereka ingin membunuh Rasulullah saw, beberapa saat sebelum beliau pergi ke Madinah untuk mendirikan negara Islam. Hal ini juga membawa kita kembali pada konsensus kesukuan oleh beberapa suku di sekitar Makkah, dimana itu merupakan yang kedua kalinya ketika mereka bersepakat melakukan makar, tipu daya dan kejahatan, serta kekuatan militer mereka untuk melenyapkan Negara Islam, setelah Negara Islam di Madinah al-Munawwarah sudah sangat kuat, di mana para pemimpin Quraisy melakukan provokasi terhadap suku-suku dalam aliansi regional ini untuk membunuh Rasulullah saw , agar beliau tidak muncul dan menjadi kekuatan di Madinah al-Munawwarah, yang akan melenyapkan tuhan-tuhan mereka, kedaulatan mereka, institusi mereka dan peradaban mereka. Sehingga mereka menjadikan masalah ancaman atas kedaulatan dan pengaruh mereka sebagai dalih dan kedok untuk membentuk aliansi ini!

2. Perang Salib Pertama, pada Abad Pertengahan Eropa, ketika Eropa dan semua kekuatan militernya berkumpul, dan datang ke negeri-negeri kaum Muslim untuk melenyapkan negara Islam. Dalam hal ini, mereka memprovokasi gereja, para penguasa, kaisar dan raja-raja, dengan dalih untuk membersihkan tempat-tempat keagamaan dari (pencemaran) yang dilakukan kaum Muslim.

3. Konsensus internasional yang terjadi ketika negara-negara Eropa dan Rusia berkumpul dengan makarnya untuk melenyapkan negara Islam, dalam perang militer di Balkan, perang Crimea, dan di daerah-daerah Eropa, serta dalam perang misionaris di negeri-negeri Islam. Mereka menjadikan payung Liga Bangsa Eropa sebagai kedok internasional untuk perang ini. Mereka membenarkan itu bahwa negara Islam tidak senang undang-undang dari Liga tersebut, dan pada saat yang sama keberadaan negara Islam mengancam negara-negara Eropa dan Rusia.

4. Serangan gila yang dipimpin oleh Eropa, setelah penghapusan negara Islam Utsmani, untuk mencegah supaya tidak tegak kembali; menjajah negeri-negeri kaum Muslim, dan merobek-robeknya setelah Perang Dunia I dan II. Sungguh negara-negara ini telah memanfaatkan konsensus internasional di bawah payung PBB dan Dewan Keamanan untuk menutupi kejahatan dan perangnya terhadap negeri-negeri kaum Muslim .

5. Tipuan dan kebohongan besar yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk menguasai Irak, minyak dan tanahnya, serta membaginya dan memperkuat pijakan pijakan politiknya, di mana Amerika Serikat telah merekayasa “isu senjata pemusnah massal” di Irak, dan memimpin sebuah aliansi internasional untuk melayani tujuan dan politiknya, sehingga ia mampu menginvasi Irak dan menghancurkannya pada tahun 1990.

6. Perang yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dan dikeluarkannya sejumlah konsensus internasional sebagai kedoknya dengan nama kontra-terorisme. Dimana Amerika Serikat telah menjadikan isu peristiwa 11 September sebagai dalihnya. Sementara tujuannya jauh lebih besar dari semua itu, di mana tujuannya adalah untuk menguatkan dan mengokohkan kaki sistem kufur di negeri-negeri kaum Muslim, serta memastikan upaya pembagiannya, juga merancang peta baru bagi dunia Islam untuk mencegah terwujudnya kembali proyek peradaban Islam!

Dengan demikian, orang yang mencermati karakteristik peristiwa sekarang—melalui penelaahan terhadap peristiwa-peristiwa sejarah dan konspirasi kekufuran terhadap Islam, akan meyakini bahwa serangan baru terhadap negeri-negeri kaum Muslim jauh lebih lebih luas dan lebih besar dari sekedar Negara Irak dan Syam. Negara Irak dan Syam bukanlah negara besar yang memiliki armada, kapal induk, rudal dan senjata nuklir; juga bukan fakta terorisme—seperti Jerman Nazi, misalnya—yang mampu membuat ancaman bagi negara-negara besar, juga mampu mempermainkan isu-isu besar dunia.

Negara Irak dan Syam adalah organisasi militer, dengan kemampuan tempur terbatas, dan negara-negara regional manapun mampu menguasainya secara militer. Bukti terbesar atas hal ini adalah bahwa lebih dari tiga puluh organisasi militer, termasuk negara Irak dan Syam, belum mampu menumbangkan rezim Basyar selama lebih dari tiga tahun—yang secara kuantitas jauh lebih kuat dari negara Irak dan Syam—karena dukungan negara-negara kafir Barat, negara-negara regional, dan Rusia terhadap rezim ini, baik material dan spiritual, bahkan ketika rezim ini memfokuskan kekuatannya di daerah itu, maka rezim ini dijadikannya penghancur dengan pesawat dan senjata kimianya.

Jadi, masalahnya jauh lebih besar dari sekedar masalah negara Irak dan Syam. Ini adalah perang salib baru, dimana targetnya adalah proyek peradaban umat, yaitu tegaknya Negara Khilafah yang sebenarnya. Sehingga negara-negara Barat menjadikan kisah negara Irak dan Syam, ancamannya, tindakannya terhadap para wartawan, tahanan dan cara eksekusi yang terbuka, serta tindakannya terhadap kaum minoritas yang berada dalam wilayah kekuasaannya, berbagai pernyataan, dan lain-lainnya, sebagai pembenaran dan dalih untuk mengeluarkan hukum dan keputusan internasional, yang kemudian digunakan untuk menutupi serangan (Salibis) internasional dan regional terhadap konteks (negara Islam yang akan datang), secara umum dan terbuka. Dengan demikian, masalahnya bukan sekedar negara Irak dan Syam. Jadi, inilah maksud dan yang diinginkan secara internasional di balik tindakan makar yang busuk ini. Sungguh, konteks ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap karakteristik tindakan organisasi tersebut, dimana tindakan-tindakan itu justru dijadikan dalih oleh negara-negara kafir untuk melaksanakan tindakan-tindakan internasional yang luas seperti ini di level dunia!

Antony Blinken, Wakil Penasehat Keamanan Nasional Presiden Obama, menjelaskan kepada CNN (5/9/2014): “Amerika Serikat bermaksud untuk melaksanakan misi jangka panjang.” Ia menambahkan: “Ini adalah masalah yang membutuhkan waktu, dan kemungkinan hingga setelah berakhirnya era pemerintahan ini, belum juga mencapai titik kemenangan terhadap organisasi.”

Perang komprehensif ini ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Liga Arab, Nabil al-Arabi dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Arab, yang mengakhiri sesi ke-142, pada hari Ahad (9/9/2014), di Kairo, di mana ia mengatakan setelah penutupan pertemuan “Dewan Liga Arab menegaskan tekad negara-negara Arab untuk merumuskan keamanan nasionalis Arab, dan melawan semua organisasi ekstremis yang mengancamnya, termasuk organisasi ISIS (Negara Islam di Irak dan Syam).” Al-Arabi mengatakan: “Pernyataan akhir dari pertemuan tersebut berisi langkah untuk memerangi terorisme di semua tingkatan. Semua itu dilakukan untuk mengeringkan sumber-sumber terorisme pemikiran.” Ia mengatakan: “Masalah melawan terorisme, bukanlah urusan politik atau keamanan semata. Namun harus membahasnya dari semua aspek.”

Hal yang sama, ditegaskan juga oleh “Saud al-Faisal” Menteri Luar Negeri Arab Saudi, dalam sebuah wawancara setelah pertemuan Jeddah, di mana ia mengatakan: “Kami pergi berkumpul untuk menyatukan persepsi dalam memerangi terorisme, baik militer maupun pemikiran.” Ia menegaskan bahwa “Kami mendengarkan penjelasan dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry tentang strategi Amerika dalam melawan terorisme.” Ia mengungkapkan “Kekecewaannya terhadap diamnya masyarakat internasional.” Ia menambahkan bahwa “Kita harus serius menghadapi fenomena terorisme dari perspektif strategis yang komprehensif.” Sehingga ia menegaskan bahwa “Langkah keamanan apapun untuk melawan terorisme harus disertai dengan langkah serius terhadap perang melawan ide pengkafiran, pemutusan dana dan senjata untuk para teroris. Semua itu harus dilakukan untuk mengeringkan sumber-sumber terorisme setelah ISIS membatalkan perbatasannya antara Suriah dan Irak.”

Kantor berita Reuters melaporkan pernyataan serupa, pada hari Sabtu (15/9/2014), dari Presiden Abdul Fattah al-Sisi yang mengatakan: “Menteri Luar Negeri AS, John Kerry telah menyampaikan bahwa setiap aliansi global apapun yang bertujuan melawan terorisme, hendaklah tidak hanya memerangi ISIS saja, tetapi juga kelompok-kelompok Islam lainnya.”

Kantor kepresidenan Mesir dalam pernyataan resminya mengatakan: “Sisi menjelaskan bahwa setiap koalisi internasional untuk memerangi terorisme harus komprehensif, tidak hanya menargetkan organisasi tertentu, atau penghapusan sarang teroris tertentu, namun aliansi tersebut harus diperluas untuk memerangi terorisme di mana pun berada, di Timur Tengah dan Afrika.”

Konteks penting dalam hal—isu perang internasional—ini adalah, untuk apa berbagai resolusi, aliansi dan pernyataan pada saat ini, dan mengapa kuantitasnya sangat besar?!

Sebenarnya bahwa resolusi-resolusi ini menunjukkan sudah dekatnya umat pada proyek peradaban yang diperjuangkannya, terutama setelah revolusi yang terjadi di dunia Arab. Tahap berikutnya di negara-negara tersebut adalah “mencari solusi nyata untuk umat”, khususnya bahwa solusi yang diperoleh dan tipu daya Barat belum mencapai hasil nyata apapun dalam hal penerapan Islam “yang menjadi tuntutan masyarakat dalam melakukan revolusi”, dalam meningkatkan tingkat ekonomi, atau dalam mengakhiri ketidakadilan bagi masyarakat. Dengan demikian, akankah negara-negara ini mampu menghentikan “proyek peradaban umat Islam yang agung ini” dengan tipu muslihatnya, dimana sebelumnya mereka sudah melakukan tipu muslihat, ketika mereka berusaha memalingkan dan menjauhkan para pejuang revolusi dari arahnya yang benar?!

Sesungguhnya upaya menyembunyikan berbagai fakta hanya mampu menipu umat dalam jangka waktu tertentu, sebagai akibat dari tipu muslihat dan kelicikan politik yang dilakukan oleh negara-negara besar, namun ini tidak akan berlangsung lama, dimana umat pasti akan menemukan fakta-fakta dan tipu muslihat yang dibuat oleh Barat, dan para anteknya, dari para politisi dan kaum intelektual di dunia Islam.

Inilah secara riil yang sedang ditakuti oleh Barat. Semua ini adalah pengantar sebelum hal itu terjadi. Jadi, tindakan besar di tingkat internasional ini, tidak lain adalah pengantar bagi sesuatu yang pasti datang, yaitu peristiwa besar yang akan dihadapi Barat dalam waktu dekat, yakni kembalinya umat pada proyek peradabannya yang agung, “negara Islam yang sebenarnya, yang murni dan kokoh”, untuk membersihkan kejahatan kolonialisme, tipu muslihatnya, konspirasinya dan kebusukan ideologinya, serta membersihkan kejahatan para penguasanya yang keji dan zalim. Apakah dengan semua kejahatannya ini kolonialisme mampu menghentikan proyek peradaban umat?!

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menyadari fakta-fakta berikut:

1. Masalah perang fisik sudah dicoba oleh Barat, yang dipimpin oleh Amerika, pemimpin kekufuran, kejahatan dan terorisme. Perang fisik ini telah menuai duri-duri berdarah, sehingga tangan dan kakinya pun berdarah, bahkan menderita luka yang besar, yang menyebabkan krisis parah di internal Barat, termasuk psikologis, ekonomi dan politik. Untuk itu, mereka sedang memikirkan perang dari jauh, yakni melalui keterlibatan negara-negara kawasan Timur Tengah, tentaranya, dan uangnya dalam perang ini sebagai penggantinya. Sehingga Barat mengadakan konferensi Jeddah dan konferensi Kairo, serta mengadakan berbagai konferensi lainnya dalam rangka membangun sejumlah aliansi regional.

2. Realitas rezim-rezim di dunia Arab tidak jauh beda dengan rezim-rezim Barat, dimana rakyat menolak intervensi militer asing, baik melalui intervensi militer langsung, atau melalui aspek keuangan dan pembiayaan. Alasannya adalah, bahwa rakyat sedang dalam keadaan mendidih melawan Amerika dan aliansi sebelumnya di negeri-negeri kaum Muslim, disebabkan oleh kejahatan yang dilakukan Amerika dalam perang di Afghanistan dan Irak, penjara Guantanamo, Abu Ghraib dan lainnya. Juga disebabkan oleh kondisi buruk akibat kemiskinan yang ditimpakan rezim-rezim itu pada rakyatnya. Lalu bagaimana rezim-rezim yang sudah rapuh ini akan melakukan perang baru melawan perasaan rakyatnya, sedang pada saat yang sama rezim-rezim ini telah menghabiskan ratusan miliar untuk kepentingan Amerika?!

3. Runtuhnya pemikiran Barat, dan keburukannya yang telanjang, hingga membuat masyarakat di dunia Islam membencinya, dan menolak semua negara—khususnya Amerika—yang menganut ideologi kapitalis. Sehingga apapun upaya yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya, sekalipun mereka berusaha menutupinya—dengan lembaga-lembaga internasional—dan kemudian menjadikannya sebagai pembenaran, maka rakyat akan tetap menolaknya dan tidak akan menerima selamanya.

4. Aliansi internasional adalah aliansi kepentingan, tidak didasarkan pada pemikiran dan ideologi. Negara-negara kapitalis sadar bahwa kisah terorisme, dan cerita negara Irak dan Syam adalah kisah palsu dan lucu untuk menjadi pembenaran penjajahan ekonomi di kawasan Timur Tengah, dan untuk memaksakan hegemoninya. Bahkan ada negara-negara yang lari dari aliansi ini, karena sejumlah konsekuensinya, dan karena yang akan memanen buahnya adalah Amerika. Sebagaimana hal tersebut sebelumnya telah terjadi, ketika Inggris meninggalkan aliansi dalam perang kedua melawan Irak dan Afghanistan, sehingga Amerika menarik pasukannya secara bertahap.

5. Pemikiran Islam adalah pemikiran yang mengakar dalam umat, sehingga umat siap membelanya dengan semua kekuatan yang dimilikinya. Sungguh Barat telah memperlihatkan giginya ketika Barat menantang umat, dan berkata: “Harus memerangi terorisme pemikiran, dengan perang jangka panjang, dan mengeringkan sumber-sumber keuangan. Juga harus memerangi ide negara Islam, baik berupa pemikiran dan fisik, untuk semua organisasi politik, bukan untuk kelompok negara Irak dan Syam.” Semua ini merupakan tantangan bagi umat dan agamanya, sehingga akan membuat semua umat berdiri dalam satu barisan melawan kekufuran, tindakannya dan aliansinya.

6. Perang itu adalah dengan Allah SWT, sebelum dengan umat Islam. Allah SWT akan membela orang-orang yang beriman. Sehingga ketika kaum Quraisy ingin membunuh Rasulullah saw pada periode terakhir sebelum tegaknya negara, maka pertolongan Allah SWT datang: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (TQS. Al-Anfal [8] : 30). Allah SWT akan menolong orang-orang yang beriman, bahkan sekalipun mereka itu lemah di hadapan aliansi raksasa ini. Allah SWT berfirman: “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir´aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (TQS. Al-Qashash [28] : 5-6).

7. Janji Allah SWT untuk memenangkan agamanya akan terwujudkan meskipun Amerika Serikat dan semua aliansinya bersatu padu untuk mencegah dan menghalanginya. Sudah tiba saatnya kemenangan itu dengan izin Allah. Darah mengalir deras pada saat-saat terakhir sebelum bayi lahir dari rahim ibunya; cahaya fajar terbit di akhir malam ketika sangat gelap; Islam akan terbit dengan izin Allah ketika suhu panas menyelimuti umat Islam, saat berbagai konsekuensi serta kekalahan ideologi dan pemikiran, serta ketidakmampuan para penguasa. Allah SWT berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (TQS. At-Taubah [9] : 32-33).

Kami memohon kepada Allah SWT, semoga Allah SWT segera menghilangkan kesusahan dan kesedihan ini dari umat Islam, dan segera mendirikan negara Islam. Untuk itu, kabulkanlah wahai Tuhan semesta alam. [Al-Waie, Tahun XXIX, Nomor 337, Shafar 1436 H./Desember 2014]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*