Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengatakan, teroris yang menyerang Charlie Hebdo tidak akan pernah tertangkap seandainya mereka tidak melakukan satu kesalahan yang fatal: Mereka dengan sengaja meninggalkan kartu identitasnya di dalam mobil yang mereka tinggalkan.
Sejak kapan para penjahat meninggalkan kartu identitas di dalam mobil yang mereka tinggalkan?
Untuk seorang warga biasa dan ceroboh, secara tidak sengaja mungkin saja bisa meninggalkan dompet atau tasnya di dalam mobil yang diparkir. Saya telah mengendarai mobil sekitar 50.000 kali dalam hidup saya, dan saya pikir, dompet saya mungkin saja pernah terselip keluar dari saku, lalu jatuh ke celah antara jok pengemudi dan pintu….
Akan tetapi, apa mungkin seorang teroris terlatih—yang baru saja melakukan serangan bergaya ultra profesional ala pasukan khusus—sengaja meninggalkan kartu identitas di dalam mobil yang mereka tinggalkan? Jawabannya, tentu saja tidak.
Jadi, mengapa polisi melaporkan kejadian yang aneh ini?
Dengan mengasumsikan bahwa polisi Prancis benar-benar telah menemukan kartu identitas “tersangka teroris” atas nama Said Kouachi di dalam mobil, tentu kartu identitas itu sengaja ditaruh oleh seseorang yang ingin menjebak Kouachi. Bahkan, detektif bodoh legendaris dari Perancis, Inspektur Clouseau, tidak akan gagal membuat kesimpulan yang sangat jelas ini.
Penemuan kartu identitas Kouachi tidak melibatkan dirinya; namun membebaskan dia dari tuduhan. Hal ini menunjukkan, bahwa dia menjadi kambing hitam dari pelaku serangan yang sebenarnya.
Polisi dan badan-badan intelijen secara rutin menaruh barang bukti untuk mendukung cerita-cerita palsu, menghukum orang-orang yang tidak bersalah, dan membebaskan diri mereka sendiri. Polisi Amerika yang membunuh warga tak bersenjata, sering menaruh senjata di tubuh mayat dan mereka mengatakan pembunuhan itu dilakukan untuk membela diri. Senjata yang mudah dipindah-tangankan itu—yang disebut oleh polisi sebagai “sandwich daging babi”—disimpan di dalam kamar ganti polisi dan akan dibawa ke dalam mobil polisi untuk setiap kasus yang mereka butuhkan.
Demikian juga, kartu identitas yang dipindah-tangankan dan dokumen-dokumen “yang memberatkan” lainnya, secara rutin digunakan oleh militer, intelijen, dan pasukan khusus profesional untuk mengatur operasi rahasia pemerintah. Dengan mempertimbangkan bukti-bukti menggelikan dan terang-terang ini sebagai inti dari semua operasi rahasia pemerintah, termasuk peristiwa 11 September 2001.
Agen intelijen tidak hanya meletakkan satu barang bukti, melainkan juga dua “koper ajaib” yang dirancang untuk memberatkan Mohamed Atta, seorang terduga tidak bersalah yang dijebak atas kejahatan 11 September. Berdasarkan buku Der Spiegel yang berjudul “Inside 9/11: What Really Happened”, seorang polisi Jerman menerima koper pertama Atta dari seseorang yang digambarkan sebagai “pencuri yang baik hati dari Samaria”. Orang yang disebut pencuri itu mengaku telah mencuri koper Atta dalam sebuah perampokan dan menemukan informasi terorisme di dalamnya. Sebagai warga negara yang baik, pencuri baik hati ini merasa terdorong oleh hati nuraninya untuk memberikan koper itu kepada pihak berwenang.
Menurut Der Spiegel, polisi Jerman itu tidak dapat dibodohi. Ia tahu bahwa orang tersebut bukanlah seorang pencuri, melainkan seorang agen intelijen yang menaruh bukti palsu terhadap Atta. Der Spiegel mengutip perkataan polisi Jerman tersebut, “Satu-satunya pertanyaan adalah untuk agen agen intelijen mana dia bekerja?” (“CIA dan Mossad,” jawab mantan Menteri Intelijen Jerman Andreas Von Bülow dalam bukunya,The CIA and September 11th.)
Meskipun tidak masuk akal, koper yang penuh dengan dokumen-dokumen palsu itu menjadi satu-satunya bukti yang diklaim mendukung tuduhan tindak terorisme Atta. Terlepas dari koper pencuri baik hati asal Samaria itu, tampaknya Atta yang asli Mesir ini adalah seorang yang lembut, pemalu, sensitif, dan seorang mahasiswa arsitektur yang tidak ada hubungannya dengan tindak terorisme apapun. Namun, “Atta”, yang membuat dirinya menjadi tontonan di Florida sebelum Peristiwa 11/9, berdiri di depan publik dengan memakai baju bertuliskan, “Saya seorang teroris al- Qaeda”, adalah orang yang kasar, tidak bermoral, pembual, yang gelisah, dan fasih berbicara bahasa Ibrani.
Atta yang fasih berbahasa Ibrani dan yang lebih terkenal dengan sebutan “koper ajaib” itu adalah orang yang diduga melakukan check in pada penerbangan pagi dari Portland, Maine ke Boston, pada tanggal 11 September 2001. Menurut Laporan Komisi 11/9 , koper itu secara ajaib ditahan dan dikirim kepada pihak berwenang ketika gagal dipindahkan dari penerbangan yang dilakukan Atta dari Portland ke Boston—saat Atta seharusnya mengarahkannya ke menara utara WTC. Seandainya koper itu dipindahkan sebagaimana seharusnya, koper itu pasti telah hancur terbakar di WTC.
Koper ajaib ini menjadi satu-satunya bukti yang memungkinkan pihak berwenang untuk mengidentifikasi 19 terduga pembajak dalam waktu 24 jam dari kejadian tersebut. ( Tak satu pun dari daftar penumpang 11/9 terdapat nama-nama Arab, tidak ada karyawan maskapai yang ingat pernah memberikan tiket atau menaikkan salah seorang dari terduga pembajak, dan tidak satu pun dari ratusan kamera keamanan di bandara Logan Boston, Washington DC Dulles Airport, atau Bandara Newark, yang mengambil satu gambar pun dari ke-19 orang Arab yang dituduh terlibat dalam Peristiwa 11/9.)
Koper itu tidak hanya berisi daftar 19 orang, tetapi juga surat wasiat Atta. (Mengapa seorang pembajak yang ingin bunuh diri menitipkan surat wasiatnya di dalam pesawat naas itu?). Dekan Jurnalis Wartawan Timur Tengah Inggris Robert Fisk mengejek dugaan surat wasiat Atta itu. Surat tersebut menunjukkan kata bismillah yang salah, dengan bunyi, “Dengan nama Tuhan, diri sendiri, dan keluarga saya…” Tidak akan pernah ada seorang Muslim yang menulis seperti itu. Sebagaimana kata Fisk, surat wasiat Atta itu pasti adalah surat palsu buatan agen intelijen yang tidak kompeten. Koper itu jelas sengaja ditaruh.
Hal tersebut tidak hanya pendapat Robert Fisk saja. Berkenaan dengan koper ajaib Atta itu, Ketua Jurnalisme Investigasi Amerika Seymour Hersh mengutip dari sumber intelijen senior AS, “Apapun jejak yang tertinggal, itu ditinggalkan secara sengaja—agar pelakunya diburu oleh FBI.”
Dua koper ajaib Atta bukanlah satu-satunya contoh bukti ceroboh dari peristiwa 11/9. Contoh lain adalah “paspor ajaib” dari terduga pembajak 11/9 bernama Satam al- Suqami. Paspor itu tampak seperti “peluru ajaib” dari pembunuhan JFK, yang diduga ditemukan oleh seorang individu tanpa nama, tanpa penjagaan, di dekat lokasi dua menara WTC—yang entah bagaimana bisa meledak dan menjadi debu yang sangat halus.
Akan tetapi, koper ajaib Atta itu, paspor ajaib, dan selain barang-barang yang sengaja ditaruh pada peristiwa 11/9 itu, sebuah “video pengakuan Bin Laden” temuan seorang tentara AS di Jalalabad, menjadi bukti dari kesalahan Bin Laden yang dituduhkan oleh pemerintahan Bush.
Profesor Bruce Lawrence, seorang ahli mengenai Bin Laden, telah menyatakan video tersebut secara pasti, “Ini palsu!”. Lawrence menambahkan, banyak kenalannya di komunitas intelijen AS dari unit Bin Laden yang tahu bahwa video tersebut palsu, tapi mereka takut mengatakannya di depan umum.
Contoh-contoh ini menunjukkan, untuk memberatkan para tersangka, agen intelijen tidak segan-segan membuat keterangan palsu dari bukti-bukti buatan mereka.
Jadi, kita tidak perlu terlalu terkejut ketika polisi Perancis memberitahu kita—dengan wajah tanpa ekspresi—bahwa para teroris profesional itu kabur sambil meninggalkan kartu identitasnya di dalam mobil. [] rz
sumber : presstv.com(10/1/2015)