HTI-Press. Negara-negara Arab tidak bersatu, salah satunya karena mengakarnya ikatan nasionalisme di negara-negara Timur Tengah tersebut. Demikian disampaikan oleh Ketua Pusat Studi Timur Tengah dan Islam Dr. Muhammad Lutfi Zuhdi, MA dalam sebuah acara diskusi publik “Genosida di Gaza: Di Balik Sepak Terjang Zionis Israel, lemahnya PBB, dan Diamnya Penguasa Negeri Islam”, yang digelar oleh HTI Depok, 25 Januari 2009.
Beliau juga menyampaikan sejarah berdirinya negara Israel di Palestina. Saat itu Khilafah Turki Utsmani masih berdiri dengan Sultan Abdul Hamid sebagai khalifah. Utusan Zionis Yahudi, Theodore Herltz datang menemui sultan untuk memberikan tanah Palestina kepada mereka dengan imbalan uang. Hanya saja sultan dengan tegas menolak tawaran Herltz.
Pernyataan sultan terbukti, setelah Khilafah Utsmani yang berkoalisi dengan Jerman kalah dalam Perang Dunia I, Palestina dengan mudahnya diberikan kepada Inggris atas mandat dari PBB.
Israel berhasil mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka pada tanggal 14 Mei 1948. Sementara itu, sehari setelah pendeklarasian tersebut, yaitu 15 Mei 1948, Inggris keluar dari wilayah Palestina. Terlihat dari sejarah ini bahwa memang Inggrislah yang melahirkan Israel.
Lebih lanjut, Dr. Lutfi juga memberikan analisis mengapa Timur Tengah tidak dapat bersatu. Alasan tersebut diantaranya adalah pertama, bervariasinya ideologi politik. Di satu sisi ada negara Arab yang pro kekuatan Timur dan ada pula yang pro Barat. Bahkan hingga Uni Sovyet runtuh, ideologi politiknya masih mengakar.
Kedua, minimnya nilai hubungan ekonomi antarnegara Arab. Negara Arab hanya memiliki nilai hubungan ekonomi antarsesama negara Arab berkisar 10-15% saja. Sebagian besar mereka bergantung pada hubungan ekonomi dengan negara Barat.
Ketiga, mengakarnya ikatan nasionalisme antarnegara Arab sendiri. Beliau mencontohkan bahwa ternyata Yordania dan Suriah terdiri dari satu suku besar, yaitu suku Hasan. Hanya ikatan nasionalisme sempit sajalah, mereka dipisahkan. (hak/nl/li)
nasionalisme memang paham sampah yang harus segera dihilangkan. hanya khilafah solusinya.
Disamping faham nasionalisme arabisme, para pemimpin arab itu sangat takut sekali kekuasaannya hilang, mereka sangat ambisi sekali dengan kemewahan dunia dan tampuk kekuasaan, coba kalau mereka besatu, maka mereka akan hilang kekuasaannya, karena dipimpin oleh satu orang sedangkan yang lainnya jadi bawahan.Hal ini dapat diatasi dengan kembalinya sistim pemerintahan Islam (KEKHALIFAHAN), maka pemerintahan mereka akan tumbang, ummat bersatu tampa ada lagi batas giografis, semua wilayah menjadi satu wilayah kekuasaan pemerintahan Islam.
WE WILL NOT GO DOWN!!!!
lebih baik nasionalisme itu dibuang ke tempat sampah trus sampahnya dibakar. gantinya syariah dan khilafah yang akan mempersatukan ummat Islam sedunia
Nasionalisme hanya layak berlaku di dunia fauna. Berkumpul dan bersatu bukan karena kesamaan ideologi (hasil berpikir), tapi naluriah belaka, mempertahankan kesamaan wilayah hidup, mirip dengan apa yang terjadi di kumpulan hiena, kumpulan dingo atau singa Afrika. Pada faktanya nasionalisme sendiri kosong ide-ide, miskin pemikiran. Ia hanya perasaan emosional belaka yang muncul dan menguat hanya karena ancaman luar. Begitu ancaman luar hilang, hilang pula nasionalisme. Karena nasionalisme, Yaman Utara dan Selatan bisa beda hari Idul Fitri, padahal berapa sih jarak perbatasan antar mereka. Betul, nasionalisme memang paham sampah!