Arogan. Tanpa mempedulikan perasaan umat Islam, Charlie Hebdo kembali berulah memancing kemarahan umat. Majalah satir ini, dalam terbitan terbarunya setelah serangan ke kantornya, kembali menampilkan sosok yang menggambarkan Rasulullah saw. di cover depan majalahnya.
Penerbitan kembali karikatur ini jelas menghina Rasulullah saw. Selain di dalam Islam ada larangan menggambarkan sosok Rasulullah saw., menggambarkan sosok yang dimuliakan umat Islam ini dengan tulisan “Je Suis Charlie” (Kami adalah Charlie) adalah kebohongan dan penghinaan.
Media massa Barat pun mendukung luas edisi pasca penyerangan ini. Percetakan yang menerbitkan Charlie Hebdo menjanjikan 3 juta eksemplar, berkali lipat dari jumlah biasanya yang hanya 60.000 eksemplar. Permintaan melonjak, bertambah 2 juta eksemplar. Untuk menunjukkan solidaritas, beberapa suratkabar Barat dan situs-situs berita juga memuat karikatur tersebut, termasuk suratkabar Amerika Washington Post dan Daily Beast, suratkabar Inggris The Guardian, suratkabar Prancis Le Monde and Liberation dan suratkabar Jerman Frankfurter Allgemeine.
Membeli Charlie Hebdo dianggap sebagai dukungan terhadap demokrasi, kebebasan berpendapat dan perlawanan terhadap apa yang diklaim negara-negara Barat sebagai terorisme. Sebagaimana dilaporkan VOA online (15/01) pada konferensi pers Selasa, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Marie Harf mengatakan, “Kami sepenuhnya mendukung hak Charlie Hebdo untuk menerbitkan sesuatu seperti ini lagi. Lagi-lagi, inilah yang terjadi pada sebuah demokrasi. Titik.”
Sikap negara-negara Barat, yang ditunjukkan oleh para politisi, ilmuwan dan media massa mereka, yang mendukung habis-habisan penerbitan ini, menunjukkan realita sesungguh-nya tentang Perang Peradaban (Clash of Civilizations). Mereka menganggap serangan terhadap Charlie Hebdo sebagai serangan terhadap ideologi Kapitalisme Barat dengan nilai-nilai utamanya sekularisme, demokrasi dan liberalisme. Sebaliknya, mempertahankan ideologi Kapitalisme adalah harga mati untuk eksistensi mereka di dunia untuk mempertahankan dominasi dan penjajahan mereka di dunia. Persis seperti yang pernah dinyatakan Goerge W. Bush saat menjadi presiden Amerika, “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.”
Tidak mengherankan kalau mereka ‘all out’ membela Charlie Hebdo. Laman Daily Mail, Kamis (8/01), menulis serangan ini bukanlah sekadar cerita satu media atau satu negara, juga bukan hanya kebebasan pers. “Itu tentang hak semua orang untuk bebas berekspresi.” Menurut Daily Mail, penyerangan Charlie Hebdo hanya bagian terbaru dari serangkaian babak yang panjang: kampanye terencana untuk mematikan sikap kritis dan diskusi tentang agama, bertujuan menempatkan Islam di atas agama lainnya.
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan, Minggu (11/12), tidak ada tindakan teroris yang bisa menghentikan aksi solidaritas kebebasan ini. Kerry mengatakan, Amerika mendukung rakyat Prancis tidak hanya karena kemarahan, tetapi juga karena solidaritas dan komitmen untuk memerangi para ekstremis.
Tidak hanya itu, penjagal Benjamin Netanyahu, ikut-ikutan berkomentar. Perdana Menteri Israel ini, saat berbicara di Sinagog di Grand di Paris, memberikan penghargaan terhadap Prancis yang berada dalam posisi tegas melawan anti semit baru, terorisme dan Prancis. “Musuh bersama kita adalah radikal, Islam ekstremis, bukan Islam normal,” ujarnya.
Perang peradaban yang dianggap mengancam ideologi Kapitalisme inilah yang membuat mereka bergerak ke jalan-jalan dalam pawai yang dihadiri lebih dari 3 juta orang di Paris pada hari Minggu (11/01). Hadir pula 40 pemimpin dunia yang menjadi otak terorisme dunia dan pendukung sejati mereka, seperti Perdana Menteri Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita, dan Raja Yordania Abdullah II.
Lantas, siapa yang sesungguhnya mereka anggap sebagai ancaman peradaban mereka itu? Tidak lain adalah Islam. Kalau bicara tentang Islam, tentu tidak bisa dipisahkan dari sosok yang mulia Rasulullah saw., al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman hidup, syariah Islam sebagai aturan kehidupan yang mengatur manusia, Khilafah sebagai institusi politik yang menyatukan umat, dan jihad fi sabilillah sebagai kewajiban yang diperintahkan Islam untuk mempertahankan diri dan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Karena itu tidak aneh jika mereka berulang-ulang menyerang Rasulullah saw. yang mulia, menistakan al-Quran serta membangun stigma negatif terhadap syariah Islam, Khilafah dan jihad. Mereka berharap dengan menghancurkan prinsip-prinsip Islam itu mereka bisa menghancurkan Islam yang mengancam ideologi mereka. Dengan menghancurkan Islam, mereka tetap bisa mempertahankan dominasi dan penjajahan mereka terhadap umat Islam. Mereka berharap bisa melunturkan kecintaan umat Islam terhadap Rasulullah saw., keinginan umat Islam untuk diatur oleh al-Quran dan syariah Islam, serta kerinduan umat untuk kembali di bawah naungan Khilafah Islam.
Namun, kita menegaskan bahwa upaya mereka pasti gagal. Semua ini karena masih kokohnya keimanan yang tertancap di tengah-tengah umat Islam. Keimanan inilah yang mendorong umat Islam untuk bergerak membela Rasulullah saw. yang dihina; bergerak untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah Islam yang akan menerapkan syariah Islam.
Karena ini adalah perang peradaban antara Islam dan Kapitalisme, berarti ini merupakan perang antara yang haq dan yang batil. Bagi umat Islam tidak ada pilihan lain, kecuali memihak Islam, memihak kebenaran.
Karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali memenuhi seruan Allah SWT untuk menjadi pembela agama-Nya, menjadi penolong agama Allah SWT (QS ash-Shaf []: 14). Dalam tafsir Ar-Razi dijelaskan menjadi penolong agama Allah berarti membantu kelompok-kelompok yang memperjuangkan agama Allah SWT dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan pertolongan-Nya hingga agama Islam ini bisa tegak kokoh. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]